Skip to main content

Elasmobranchii

 

Label Tempat Wisata

cmc tiga warna
CMC Tiga Warna

Wisata bukan hanya menjadi kebutuhan untuk melepas penat setelah aktivitas sehari-hari saja. Namun wisata sudah dijadikan ajang pamer bagi kaum pengguna media sosial untuk memperoleh perhatian. Banyak like tanda orang terkenal, katanya. Berbagai macam jenis rekreasi ditawarkan di bumi ini. Mulai dari wahana buatan manusia hingga asli ciptaan Tuhan. Minat wisata alam sangat meningkat tajam di era digital saat ini. Demi memperoleh foto yang bagus, manusia modern rela harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan menuju tempat wisata yang masih perawan. Lantas muncullah istilah ekowisata yang sudah cukup familiar kita dengar. Sebenarnya apa makna dari ekowisata?

Ekowisata menurut Simposium Ekowisata di Bogor (1996), yakni sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat dengan kaidah alam, yang mendukung berbagai upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Damayanti et al., 2003). Selain itu, ada istilah agrowisata. Lalu apa perbedaannya? Agrowisata pengertiannya adalah suatu usaha yang memanfaatkan aspek pertanian sebagai obyek wisata. Tujuannya lebih menekankan pada menambah pengetahuan pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Muncul pula istilah agro-ekowisata yang mengarah pada jenis atau macam wisata yang menjadikan sumberdaya alam sebagai objek yang “dijual”, ditambah dengan sumberdaya buatan. Dan terakhir, yaitu geowisata. Hasil Seminar Nasional tentang Geowisata Tahun 1999 di Bandung oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral RI telah merumuskan geowisata sebagai pariwisata yang memanfaatkan seluruh aspek geologi, dengan ruang lingkup mengenai unsur abiotik seperti bentang alam, batuan, mineral, fosil, tanah, air dan proses termasuk didalamnya sejarah geologi.

Baca Juga : I Love You 300 Juta

Dari sektor perikanan dan kelautan, potensi wisata yang gencar dipromosikan adalah ekowisata. Sedangkan untuk agrowisata dan eko-agrowisata menjadi bagian dari pertanian. Serta geowisata mengarah pada perpaduan geologi dan sejarah. Banyak sekali lokasi ekowisata yang bisa kita temui, salah satunya adalah CMC Tiga Warna. Setelah aku diberi kesempatan untuk belajar di Ekowisata CMC Tiga Warna. Ijinkan aku berbagi sedikit ilmu yang kupunya.

Ada tiga poin penting yang menjadi inti dari pelaksanaan ekowisata dapat berjalan sesuai mestinya. Pertama adalah ekologi, seperti yang kita ketahui bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang alam atau lingkungan. Dengan poin ini, kita diharuskan nan diwajibkan untuk menjaga kelestarian lingkungan tempat kita berwisata. Jangan hanya berkeinginan menikmati keindahannya saja. Namun kita harus memastikan keberlanjutannya (sustainability). Sebenarnya caranya cukup mudah, hanya menjamin kebersihan tempat wisata yang kita kunjungi dengan tidak meninggalkan sampah. “Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kaki dan kenangan”. Sapta Pesona dalam berwisata. Kedua, ekonomi menjadi salah satu hal yang tak mungkin dikesampingkan. Menjalankan suatu objek wisata tentunya memerlukan pembiayaan baik dari operasional hingga tenaga manusia. Jadi, dengan mengesampingkan ekonomi merupakan suatu hal yang mustahil. Dan terakhir adalah sosial. Seperti pengertian ekowisata yang telah disampaikan diatas, bahwa penyelenggaraan ekowisata berupaya untuk pelestarian alam. Jadi membutuhkan segala pihak atau stakeholders dalam pelaksanaannya. Baik itu pemerintah sebagai penyedia regulasi hingga masyarakat sebagai eksekutor. Dengan harapan memberdayakan masyarakat agar merasa memiliki alam yang telah dianugerahi Tuhan.

CMC Tiga Warna yang memiliki gelar sebagai ekowisata telah menerapkan tiga poin tersebut. Yang nampak terlihat adalah warga sekitar turut serta “membangun” CMC hingga seperti saat ini. Selain itu, dalam aspek ekologi sudah diterapkan dengan baik pula. Seperti menurut Sibuea (2015), saat memasuki kawasan CMC Tiga Warna, pengunjung akan menjumpai pos 2 untuk pos checklist barang bawaan (pos 2). Pos ini bertujuan untuk mendata barang-barang bawaan wisatawan yang berpotensi sampah seperti minuman botol, susu kaleng, styrofoam, permen, pembalut dan lain-lainnya. Wisatawan juga dihimbau untuk tidak menghilangkan/meninggalkan barang-barang bawaan yang sudah di checklist di dalam lokasi Clungup Mangrove Conservation, karena saat wisatawan akan keluar dari lokasi kawasan Clungup Mangrove Conservation barang-barang bawaan tadi akan di checklist di Checklist sampah yang berada di Pos 1, jika saja wisatawan sengaja/tidak sengaja meninggalkan/menghilangkan barang bawaan di dalam lokasi CMC akan ada 2 hal yang akan ditanggung wisatawan, yaitu:
-  Mengambil barang bawaan yang tertinggal sejumlah data yang hilang.
Mengganti barang bawaan yang hilang dengan membayar uang senilai Rp 100.000/item.

Berbagai destinasi ekowisata bermunculan. Sayangnya, mungkin hanya sebagian yang benar-benar memaknai label ekowisata. Semoga dengan opini ini dapat memberikan gambaran untuk kita semua agar bijak dalam memanfaatkan alam baik itu untuk destinasi wisata maupun tujuan lainnya. Artikel ini berdasarkan request tentang agrowisata. Namun karena bukan menjadi salah satu bagian dari bidang ilmuku. Aku hanya mampu membahas sebatas ini saja. Dengan senang hati saya menantikan pendapat kalian para pembaca di kolom komentar. Salam lestari!!!

Referensi:
Hapsari, I. 2016. Perbedaan agrowisata, ekowisata, dan geowisata. http://www.astalog.com//10429/perbedaan-agrowisata-ekowisata-dan-geowisata.html/. Diakses pada 24 November 2019 pukul 23.11 WIB.
Sibuea, K. 2015. Observasi pengelolaan ekowisata berbasis ekosistem terumbu karang di Pantai Tiga Warna, Malang. Laporan Praktek Kerja Magang. FPIK UB.
Suriadikusumah, A. 2010. Ekowisata dan agrowisata (eko-agrowisata) alternatif solusi untuk pengembangan wilayah pada lahan-lahan berlereng di Jawa Barat. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. 1-10.

Comments

Popular posts from this blog

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E