Skip to main content

Elasmobranchii

 

Jenggelek Crispy

jenggelek-crispy

(Sumber: @cemilanbundacookies)


Membicarakan oleh-oleh daerah di seluruh Indonesia tak akan pernah ada habisnya. Begitu pula dengan Probolinggo, yang dikenal dengan kawasan pesisir pantainya. Tak heran jika produksi sub sektor perikanan laut Kabupaten Probolinggo pada tahun 2013 tercatat 9.665.200 kilogram dengan nilai produksi 76.102,63 juta rupiah, atau dapat dikatakan ada kenaikan sebesar 4% dari tahun sebelumnya (BPS Kab. Probolinggo, 2014). Salah satu jenis ikan yang jumlahnya melimpah di Probolinggo adalah ikan jenggelek.


Ikan cobia dengan nama lain ikan jenggelek (Rachycentron canadum) merupakan ikan pelagis yang hidup di daerah terbuka tropis, subtropis dan estuari. Ikan cobia memiliki potensi tinggi untuk dijadikan sebagai sumber devisa negara melalui jalur ekspor. Ikan jenggelek dijadikan salah satu ikan unggulan di Taiwan melalui budidaya bahkan negara tersebut mendapat julukan master of cobia. Selain di Taiwan ikan cobia juga dibudidayakan di Cina, Vietnam, Jepang, Indonesia, Amerika, Malaysia dan Karabia (Liao dan Leano, 2007 dalam Sebayang, 2012). 


Baca Juga : Kuliah dan Anugerah


KLASIFIKASI 

Klasifikasi ikan cobia menurut Nakamura dan Shafer (1989) dalam Aisyah (2015) adalah sebagai berikut. 

Kingdom : Animalia 

Filum : Chordata 

Kelas : Actinopterygii 

Ordo : Perciformes 

Famili : Rachycentridae 

Genus : Rachycentron 

Spesies : R. canadum


Ikan cobia merupakan ikan ekonomis penting di Asia dan mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat serta dapat mencapai ukuran berat 15 kg pada umur 20 bulan. Ikan cobia ini termasuk ikan pelagis yang hidup di perairan tropis dan sub tropis, dan banyak ditemukan di Samudra Pasifik, Atlantik dan sebelah barat daya Meksiko. Ikan ini sering dijumpai di sekitar perairan Pulau Bali (Aisyah, 2015).

jenggelek-kering

Ikan jenggelek kering 

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)


MORFOLOGI 

Cobia memiliki tubuh panjang dengan kepala agak pipih, pita gelap pada sisi lateral memanjang dari mata sampai ekor, sirip dorsal ke-1 berupa duri berjumlah 7-9 yang tidak dihubungkan oleh membran (Supriyatna, 2007 dalam Aisyah, 2015). Ikan cobia termasuk kedalam Kelas Actinopterygii dan satu-satunya spesies dari Famili Rachycentridae. Ikan ini dikenal dengan nama ling, lemonfish, crabeater dan cobio yang memiliki bentuk tubuh menyerupai torpedo dengan kepala dan mulut relatif lebar dibandingkan bagian tubuh lainnya. Ikan ini bersisik kecil dan terbenam dalam kulit yang tebal, badan berwarna coklat gelap dengan bagian bawah berwarna kekuning-kuningan dan terdapat dua garis tebal keperakan sepanjang tubuh pada ikan yang masih muda. Ikan cobia umumnya dapat mencapai ukuran berat 15 kg pada umur 20 bulan dan pertumbuhannya dapat mencapai panjang 2 m dengan berat 61 kg dan di alam cobia dapat hidup 15 tahun (Kaiser dan Holt, 2005 dalam Aisyah, 2015). Cobia merupakan ikan pelagis dengan gerakan aktif dan dapat berubah warna, dalam keadaan normal dan stres, ikan ini dapat berwarna hitam dengan dua garis putih dan pada samping badan membujur dari leher sampai ke ekor dan akan berubah keabu-abuan, bila wadah pemeliharaan berwarna terang (Aisyah, 2015).


KANDUNGAN GIZI

Kandungan gizi yang khas dari ikan jenggelek, yaitu asam lemak tak jenuh majemuk omega-3, terdiri dari eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA). Asam lemak tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat dalam mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan pada anak-anak untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel serta mempunyai peranan penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega-3 dapat mencegah aterosklerosis, kanker, diabetes dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Leblanc et al., 2008 dalam Sebayang, 2012). 


PEMANFAATAN 

Ikan jenggelek (Rachycentron canadum) menjadi ikan dengan prospek yang tinggi dalam dunia perikanan karena pertumbuhannya cepat, yaitu bisa mencapai 5-6 kg selama 12 bulan dan 8-10 kg selama 16 bulan, memiliki kualitas daging putih yang baik, dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, dan perbandingan biaya produksi yang rendah (Liao dan Leano, 2007 dalam Sebayang, 2012). Daging ikan jenggelek menunjukkan perbedaan kualitas berdasarkan kandungan asam lemak, yaitu adanya kandungan asam lemak memberikan aroma yang khas pada daging ikan jenggelek setelah diberikan proses pemanasan, diantaranya pengukusan. Ikan cobia juga diolah dengan cara digoreng, direbus untuk makanan sup dan dibuat menjadi sashimi, serta olahan makanan lainnya (Amzia dan Aishah, 2011 dalam Sebayang, 2012) termasuk ikan crispy.


Olahan ikan crispy atau yang disebut savory chips ikan (keripik ikan) merupakan salah satu jenis snack berbahan dasar ikan dan memiliki tekstur yang renyah dan kering. Kerenyahan merupakan karakteristik khas dari produk chips. Menurut Varela, et al. (2008) dalam Yusuf, et al. (2012) menyatakan bahwa kerenyahan produk chips tergantung pada formulasi, bahan tambahan serta proses pengolahan yang digunakan. Ikan jenggelek menjadi salah satu jenis ikan yang berpotensi diolah menjadi jenggelek crispy.


OLAHAN JENGGELEK CRISPY

Proses pembuatan jenggelek crispy sama halnya dengan olahan crispy lainnya. Selain menggunakan bahan utama berupa ikan jenggelek kering. Adonan tepung yang terdiri dari tepung beras, tepung tapioka dan bumbu menjadi satu hal yang tidak dapat dilupakan. Tepung beras berfungsi memberikan kerenyahan yang tahan lama. Tepung tapioka digunakan sebagai substitusi tepung beras dan perekat karena nilainya yang lebih ekonomis. Serta bumbu yang terdiri dari rempah-rempah sebagai kunci utama penentu rasa. 

proksimat-jenggelek-cripsy

Nilai proksimat jenggelek crispy

(Sumber: Data pribadi, Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, 2018)


Rasa khas ikan dan kerenyahan yang membuat siapa saja akan ketagihan mencobanya. Jenggelek crispy tak hanya menjadi makanan ringan yang menemani kegiatan. Namun snack ini juga memberikan jaminan berupa kandungan protein yang tinggi. Selain itu, peningkatan kadar protein disebabkan proses penggorengan pada daging ikan. Peningkatan kadar protein basis basah terjadi secara proporsional setelah penggorengan diakibatkan oleh pengurangan kadar air. Secara basis basah, kandungan protein daging ikan segar dan goreng dipengaruhi oleh kadar airnya. Daging ikan yang telah melalui proses penggorengan memiliki kandungan air yang lebih kecil dibandingkan saat daging masih segar, sehingga menyebabkan persentase protein dalam daging meningkat secara proporsional (Aditya et al., 2016). Yuk dicoba!


Referensi:

Aditya, H. P., Herpandi dan S. Lestari. 2016. Karakteristik fisik, kimia dan sensoris abon ikan dari berbagai ikan ekonomis rendah. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. 5 (1): 61-72. 

Aisyah, E. N. 2015. Perubahan kandungan mineral dan vitamin A ikan cobia (Rachycentron canadum) akibat proses pengukusan. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 

BPS Kabupaten Probolinggo. 2014. Profil Kabupaten Probolinggo Tahun 2014. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Probolinggo.

Sebayang, L. Br. 2012. Perubahan kandungan asam lemak dan kolesterol ikan cobia (Rachycentron canadum) akibat pengukusan. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Yusuf, N., S. Purwaningsih dan W. Trilaksani. 2012. Formulasi tepung pelapis savory chips ikan nike (Awaous melanocephalus). JPHPI. 15 (1): 35-44.

Comments

Popular posts from this blog

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E