Skip to main content

Elasmobranchii

 

Manis dan Gurihnya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

panen-udang-vannamei

Artikel ini berisi:

  1. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

  2. Klasifikasi

  3. Morfologi

  4. Habitat

  5. Komposisi Kimia


Udang merupakan komoditas primadona dalam bidang perikanan yang dapat meningkatkan devisa negara melalui ekspor komoditas perikanan. Tingginya permintaan udang didalam dan diluar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia. Indonesia mempunyai luas wilayah serta adanya sumber daya alam yang mendukung untuk dapat mengembangkan usaha budidaya udang (Nuhman, 2009 dalam Utami et al., 2013). 


Produksi udang terus mengalami kenaikan. Produksi udang nasional tahun 2012 sebesar 415.703 ton atau meningkat 4% dari tahun 2011. Produksi udang nasional pada tahun 2013 diproyeksikan mencapai 608.000 ton. Produksi udang sampai dengan semester I tahun 2013 sebesar 320.000 ton. Peluang besar terhadap permintaan udang dunia cenderung meningkat dan harga menunjukkan trend naik (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013 dalam Utami et al., 2013).


Udang termasuk komoditas budidaya yang sudah dikenal dan sangat diminati oleh masyarakat. Udang vannamei dikenal sebagai komoditas budidaya air payau. Udang vannamei banyak dibudidayakan di wadah tambak. Udang vannamei dapat juga dibudidayakan dengan menggunakan media air tawar dengan menggunakan metode tradisional ataupun semi intensif (Fardiansyah, 2012).


Baca Juga : Ku Gapai Langit-Langitku


UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu produk perikanan unggulan sektor perikanan. Berbagai kelebihan yang dimiliki mulai dari mudahnya membudidaya udang ini, produksi yang stabil dan relatif tahan terhadap penyakit menyebabkan sebagian besar petambak di Indonesia menggeluti usaha budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Di samping itu, ada kelebihan lain udang vannamei, yaitu bersifat eurihalin. Udang ini mampu hidup pada perairan dengan salinitas sekitar 0,5-40 ppt (Bray et al., 1994 dalam Kaligis, 2015). Kemampuan ini membuka peluang bagi petambak udang untuk mengembangkan budidaya vannamei di perairan daratan (inland water) bersalinitas rendah. Dengan budidaya udang vannamei di perairan bersalinitas rendah akan meningkatkan produksi komoditas ini (Kaligis, 2015).

udang-vannamei

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

(Sumber: WWF, 2014)


KLASIFIKASI

Menurut Haliman dan Adijaya (2005) dalam Fardian (2011), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia 

Subkingdom : Metazoa 

Filum : Artrhopoda 

Subfilum         : Crustacea 

Kelas : Malascostraca 

Subkelas         : Eumalacostraca 

Superordo : Eucarida 

Ordo : Decapoda 

Subordo     : Dendrobrachiata 

Famili : Penaeidae 

Genus : Litopenaeus 

Spesies     : Litopenaeus vannamei


MORFOLOGI

Menurut Fardian (2011), tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang atau (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian chephalothorax udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut: 

  • Makan, bergerak dan membenamkan diri dalam lumpur (burrowing). 

  • Menopang insang karena struktur insang mirip bulu unggas. 

  • Organ sensor, seperti pada antena dan antenula. 


Kepala (Chephalothorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan lima pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxipiliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Bentuk peripoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki 1,2 dan 3) dan tanpa capit kaki 4 dan 5 (Fardian, 2011). Perut (abdomen) terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropod (mirip ekor) yang berbentuk kipas bersama-sama telson (Haliman dan Adijaya, 2005 dalam Fardian, 2011).


HABITAT

Pertumbuhan udang optimal terjadi pada kisaran suhu 25-30oC, serta berakibat kematian pada suhu di atas 35oC (Fast, 1992 dalam Budiardi et al., 2005). Suhu air media selama percobaan berkisar antara 26-28oC dengan fluktuasi yang tidak mengganggu kehidupan udang uji. Penurunan suhu air media disebabkan oleh menurunnya suhu ruang, sedangkan peningkatannya disebabkan oleh meningkatnya suhu ruang dan hasil metabolisme udang yang berupa panas. Zonneveld et. al., (1991) dalam Budiardi et al., (2005) menyatakan, selama proses katabolisme makanan berlangsung, energi kimia dari makanan tubuh diubah bentuknya menjadi ATP dan sisanya hilang sebagai panas. Meningkatnya suhu pada umumnya disertai dengan meningkatnya laju metabolisme yang berarti meningkatnya permintaan oksigen oleh jaringan. Secara umum, meningkatnya suhu lingkungan 10oC menyebabkan meningkatnya laju pengambilan oksigen oleh hewan menjadi dua sampai tiga kali lipat (Spootte, 1970 dalam Budiardi et al., 2005). 


KOMPOSISI KIMIA

olahan-udang-vannamei

Olahan udang vannamei 

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017)


Menurut Ariyani et al. (2007) dalam Wijaya (2015) menyatakan bahwa udang merupakan bahan makanan yang sangat mudah rusak karena memiliki kandungan kadar air dan protein yang cukup tinggi. 

komposisi-proksimat-udang-vannamei

Komposisi Proksimat Udang Vannamei

(Sumber: Wijaya, 2015)


Hasil analisis asam amino yang terdeteksi berjumlah 17 jenis yang terdiri dari asam amino essensial dan non essensial. 

asam-amino-udang-vannamei

Komposisi asam amino udang vannamei

(Sumber: Wijaya, 2015)


Jenis asam lemak yang dianalisis pada udang vannamei dari sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak terdiri atas asam lemak laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenat dan arahidonat. 

asam-lemak-udang-vannamei
Komposisi asam lemak udang vannamei

(Sumber: Wijaya, 2015)


Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar dan kelompok mineral makro terdiri K, Ca, Mg, Na, S, Cl, dan P. Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis (Santoso et al., 2008 dalam Wijaya, 2015). 

mineral-udang-vannamei
Komposisi mineral makro dan mikro udang vannamei

(Sumber: Wijaya, 2015)


Referensi:

Budiardi, T., T. Batara dan D. Wahjuningrum. 2005. Tingkat konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan model pengelolaan oksigen pada tambak intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia. 4 (1): 89-96.

Fardian, D. R. 2011. Manajemen pakan pada pemeliharaan larva udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Balai Budidaya Air Payau Situbondo Jawa Timur.  Laporan Praktek Kerja Lapang. Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan, Akademi Perikanan Sidoarjo.

Fardiansyah, D. 2012. Budidaya udang vanname di air tawar. http://hasilaut.wordpress.com/2012/05/31/budidaya-udang-vaname-di-airtawar/. Diakses pada 28 Agustus 2017 pukul 20.00 WIB.

Kaligis, E. 2015. Respons pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) di media bersalinitas rendah dengan pemberian pakan protein dan kalsium berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 7 (1): 225-234.

Utami, R., T. Supriana dan R. Ginting. 2013. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang sistem ekstensif dan sistem intensif (studi kasus: Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat).

Wijaya, M. G. 2015. Karakteristik kandungan gizi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dari sistem budidaya yang berbeda. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

WWF. 2014. Budidaya udang vannamei tambak semi intensif dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Comments

Popular posts from this blog

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E