Skip to main content

Elasmobranchii

 

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

psettodes-erumei

1.   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut (marine fisheries) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015).

Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di perairan laut dan sisanya 300 jenis (10%) hidup di perairan air tawar dan payau. Dari jumlah tersebut diatas tidak semua tergolong ikan ekonomis penting (Genisa, 1999).

Salah satu jenis ikan yang tergolong non ekonomis, yaitu Ikan Sebelah (Psettodes erumei) yang termasuk jenis ikan demersal. Namun pemanfaatan Ikan Sebelah masih sangat sederhana. Hal ini terjadi karena minat masyarakat terhadap jenis ikan yang umum dikonsumsi. Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai ikan Sebelah agar mampu bersaing dengan jenis ikan lainnya dan mampu memasuki tahap ikan ekonomis penting.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti berikut.

1.   Apa yang dimaksud Ikan Sebelah (Psettodes erumei)?

2.   Bagaimana migrasi dan penyebaran Ikan Sebelah (Psettodes erumei)?

3.   Bagaimana kajian stock dan Alat Tangkap Ikan Sebelah (Psettodes erumei)?

4.   Bagaimana analisis ekonomi produksi Ikan Sebelah (Psettodes erumei)?

5.   Bagaimana kandungan gizi Ikan Sebelah (Psettodes erumei)?

6.   Bagaimana pemanfaatan Ikan Sebelah (Psettodes erumei)?

 

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka dapat ditentukan tujuan dalam makalah ini seperti berikut.

1.   Untuk mengetahui definisi Ikan Sebelah (Psettodes erumei).

2.   Untuk mengetahui migrasi dan penyebaran Ikan Sebelah (Psettodes erumei).

3.   Untuk mengetahui kajian stock dan Alat Tangkap Ikan Sebelah (Psettodes erumei).

4.   Untuk mengetahui analisis ekonomi produksi Ikan Sebelah (Psettodes erumei).

5.   Untuk mengetahui kandungan gizi Ikan Sebelah (Psettodes erumei).

6.   Untuk mengetahui pemanfaatan Ikan Sebelah (Psettodes erumei).


 

  2. PEMBAHASAN

2.1 Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

Ikan sebelah (Psettodes erumei) merupakan salah satu sumber daya kelautan dan perikanan yang saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal, yang mana tingkat usaha penangkapan untuk jenis ikan ini masih tergolong rendah. Hal ini kemungkinan ada hubunganya dengan hasil tangkapan ikan sebelah yang relatif sedikit. Dalam kenyataan, jenis ikan ini memang ditangkap bersama-sama dengan jenis ikan demersal lainnya. Dengan demikian jenis ikan ini masih belum menjadi target operasi penangkapan. Namun demikian perlu dipertimbangkan pula penyebab sedikitnya jumlah tangkapan ikan ini, masih belum dapat diketahui apakah jumlah stok di alam ikan relatif sedikit atau para nelayan yang enggan untuk mengeksploitasi ikan ini secara khusus. Menurut Effedi (1997) dalam Redzeki (2000), menyatakan bahwa pengetahuan tentang biologi ikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan untuk mengetahui keseimbangan populasi di perairan.

Ikan Sebelah (Psettodes erumei) termasuk jenis ikan demersal yang tertangkap dengan Jaring Cantrang. Ikan Sebelah di TPI Asemdoyong memiliki tingkat permintaan pasar yang cukup tinggi, terbukti dengan banyaknya bakul yang membeli ikan Sebelah melalui sistem lelang. Menurut Redjeki (2003), ikan Sebelah belum memberikan kontribusi yang bernilai ekonomis penting, tidak menutup kemungkinan pada masa mendatang bisa dijadikan sebagai komoditas ekspor maupun bahan konsumsi di dalam negeri (Adela et al., 2016).

 2.1.1 Klasifikasi

Adapun klasifikasi ikan sebelah (Psettodes spp.) dalam Fishbase (2014), adalah sebagai berikut:

Kingdom      : Animalia

Filum           : Chordata

Kelas           : Actinopterygii

 Ordo           : Pleuronectiformes

Genus        : Psettodes

Spesies       : Psettodes spp.

         Sedangkan menurut Kotellat et al. (1993) dalam Setiarbi (2013) klasifikasi ikan sebelah adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Kelas      : Pisces

Ordo       : Pleuronectiformes

Famili     : Psettodidae

Genus    : Psettodes

Spesies  : Psettodes erumeri

 ikan-sebelah

Gambar 1. Morfologi umum Ikan Sebelah yang ditangkap di perairan Utara Jawa

(Sumber: Setyohadi, 2011)

 

Ikan yang berasal dari keluarga Bothidae (flounders), Cynoglossidae (tongue soles), Psettodidae (halibut India) dan Soleidae (soles) dikenal sebagai flatfishes. Flatfish merupakan ikan bentik, ditemukan terutama di bagian bawah berlumpur atau berpasir, sebagian berada perairan dangkal kedalaman kurang dari 60 m. Namun, P.erumei dan Cynoglossus bilineatus berada di kedalaman hingga 100 m dan kedalaman 400 m (Vivekanandan et al., 2003). Biasanya menghabiskan waktunya menggeletak di dasar dengan salah satu sisi tubuhnya menghadap ke bawah. Sisi yang menghadap ke bawah rata mendatar dan berwarna putih atau sangat pucat, sedangkan sisi yang menghadap ke atas bentuknya cembung dan berwarna. Warna tubuh biasanya serasi dengan lingkungan sekitarnya (Nontji, 1993).

 

2.1.2 Morfologi

Menurut Purnomo (1997) dalam Barokah et al. (2016), panjang Psettodes erumei dapat mencapai 500 mm, umumnya 200-400 mm. Hasil dari penelitian didapat berat ikan Sebelah terkecil, yaitu 31 gram dengan panjang ikan 140 mm. Ukuran rata-rata tertangkap (L50%) untuk ikan Sebelah 228 mm. Ukuran rata-rata tertangkap (L50%) dapat digunakan untuk membantu upaya pengelolaan, karena dapat digunakan untuk mengetahui ikan yang tertangkap sudah layak atau belum. Untuk mengetahui apakah ukuran rata-rata ikan yang tertangkap sudah layak tangkap atau belum dapat diketahui dengan membandingkan dengan ½ L∞ (Sparre dan Venema, 1999 dalam Barokah et al., 2016).

Ikan Sebelah memiliki bentuk badan pipih (lateral), mulut lebar posisi terminal dan kedua mata berada pada satu sisi tubuh bagian atas. Ikan ini berenang di atas dasar, kadang menyembunyikan diri di dasar pasir atau pasir berlumpur, termasuk ikan predator, jenis makanan ikan kecil dan Benthos. Warna umumnya coklat kemerahan. Umumnya ditangkap pada ukuran 50 cm, namun bisa mencapai panjang 64 cm. Sebutan ikan sebelah berasal dari tiga famili, ialah: Bothidae, Psettodidae dan Paralichthydae. Spesies yang paling umum adalah Psettodes erumei. Nama lokal yang banyak digunakan ialah: Beteh, Grobiat, Lewe, Kalankan, Pila-Pila, Sisa Nabo, Tipo, Togok (Setyohadi, 2011). Pada ikan dewasa, kedua mata terdapat pada sisi yang menghadap ke atas, hingga menjadi sangat tidak simetris. Sebenarnya, larva ikan sebelah yang baru ditetaskan, bentuknya tidak berbeda dengan larva ikan lainnya, kedua matanya terdapat simetris pada sisi kiri dan kanan kepalanya. Pada perkembangan berikutnya posisi mata ikan sebelah sedikit demi sedikit beralih ke salah satu sisi hingga akhirnya menjelang dewasa kedua matanya terdapat pada sisi yang menghadap ke atas saja. Bukan hanya posisi matanya saja yang tidak simetris, tetapi mulutnya juga terpelintir hingga banyak yang kedudukan mulutnya mencong. Makanannya terdiri dari berbagai hewan kecil yang hidup didasar seperti cacing, kerang, udang dan sebagainya dan sesekali juga anak ikan. Rongga mulutnya sangat pendek hingga duburnya terletak sangat jauh kedepan (Nontji, 1993).

Ikan Psettodidae adalah jenis karnivora. Matanya dapat diangkat atau diturunkan dan digerakkan dengan bebas. Tanpa gerak, dengan sangat sabar menunggu mangsanya sampai mangsa benar-benar dekat dan lengah, dengan gerakan yang sangat cepat dan mendadak menyergap, jarang sekali mangsa dapat lolos dari sergapannya. Adaptasi morfologi ikan sebelah sangat berguna pertama untuk melindungi diri dari predator yang lebih besar, dan kedua untuk memudahkan untuk menangkap mangsa (Yuli, 2012 dalam Sibagariang et al., 2014). Ikan sebelah bukan perenang yang baik dan lebih banyak diam di dasar. Jika berenang, tubuhnya membentuk gerakan gelombang dengan posisi yang tetap sama seperti jika sedang istirahat. Suatu hal yang aneh pada Psettodes erumei ialah sering ditemukannya parasit isopoda yang besar Cymothoa eremite, dimulutnya (Nontji, 1993).

Bentuk asimetris yang ada pada Ikan Sebelah merupakan hasil evolusi tengkorak flatfish secara bertahap. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya fosil ikan bermata aneh dari perairan Eropa Kuno. Fosil ini diperkirakan hidup 50 juta tahun lalu, dengan satu mata di atas kepalanya dan satunya berada di sebelahnya. Bentuk asimetris ini memungkinkan mereka untuk berbaring datar di dasar laut sambil menunggu mangsanya. Fosil ikan sebelah juga ditemukan di museum di Inggris, Perancis, Italia dan Austria. Ikan–ikan tersebut tinggal di perairan dangkal yang hangat di Eropa pada Zaman Eocene Epoch ketika dunia masih beriklim sedang, serta ikan paus dan burung-burung modern baru pertama kali berevolusi (Triyatna, 2013).

Ikan sebelah merupakan ikan yang tergolong ke dalam kelompok ikan yang memiliki tubuh non bilateral simetris, karena apabila tubuh ikan ini dibelah dua secara membujur, maka belahan sebelah kanan tidak mencerminkan bagian yang sebelah kiri. Ikan ini rahang dan susunan gigi pada kedua belah pihak dari tubuhnya hampir sama. Ikan-ikan ini di Indonesia tidak begitu ekonomis disebabkan tubuhnya tidak begitu besar dan jumlahnya tidak banyak.

Ikan sebelah memiliki panjang total ikan 25.1 cm, dengan panjang standar 17.7 cm. Pada panjang pinnae abdomen 18.3 cm, abdormal 2 cm, dorsalis 16.8 cm, anal 0.4 cm, dan caudalis 1.5 cm. Panjang predorsal 1.1 cm. Panjang dorsal 16.8 cm. Panjang batang ekor 1.2 cm. Panjang kepala 5 cm dan tinggi badan 6.7 cm dapat diketahui tipe mulut superior, ekor homocercal, dan sisik cycoid. Warna caput abu-abu kehitaman, warna truncus abu kemerahan, dan warna caudal abu-abu.

Ikan sebelah mempunyai ciri-ciri yaitu dirhinous, posisi mulut subterminal, kepala tumpul dan bersisik, sirip ekor berpinggiran tegak, kepala tumpul dan bersisik, posisi mulut sub terminal, bentuk tubuh pipih (compressed) non bilateral simetris dan matanya yang terletak di satu sisi, ikan sebelah (Psettodes erumui) termasuk dalam ordo Heterostoma. Ikan ini banyak ditemukan di estuari dan air dangkal, di dasar pasir atau lumpur sampai kedalaman 200 m. Ikan Sebelah yang masih muda umumnya ditemukan di air payau. Makanan utama ikan ini adalah hewan-hewan benthic, umumnya yang berkulit keras dan tak bertulang punggung. Ciri-ciri umum lainnya adalah rahang dan susunan gigi pada kedua belah pihak dan tubuh hampir serupa. Untuk anatomi yang dimiliki oleh ikan sebelah, hampir sama dengan ikan pada umumnya, yaitu memiliki jantung, empedu, hati, intestinum, dan gelembung udara.

 

2.1.3 Jenis-Jenis

Menurut Setyohadi (2011), spesies Ikan Sebelah yang diduga ditemukan di Indonesia disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi jenis ikan sebelah yang diduga ditemukan di Indonesia

No.

Nama Latin

Nama Lokal

Keterangan

1.

Arnoglossus macrolophus

(Alcock, 1889)

Sebelah, Largecrested

left eye

flounder

Kategori:Tidak komersial, tidak disukai oleh konsumen karena sisiknya kasar; di tangkap dengan alat tangkap Hook & lines ukuran > 13 cm dan ukurannya terlalu kecil (13 cm), termasuk famili Bothidae; habitat: hidup pada dasar perairan berpasir, lumpur dan kerikil; tercatat pernah ditemukan Padang Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Flores.

2.

Asterorhombus

intermedius (Bleeker, 1865)

Sebelah,

Intermediate

flounder

Kategori: Minor komersial; ditangkap dengan alat tangkap Trawl; ukurannya < 15 cm; termasuk famili Bothidae, sepintas seperti ikan lidah (sehingga disebut intermediate flounder); habitat di pasir dan di lumbur; makanan hewan-hewan kecil yang hidup didasar perairan; tercatat ditemukan pada Laut Flores, Kalimantan barat, Sumatera Selatan dan Jawa.

3.

Bothus ocellatus (Agassiz,

1831)

Sebelah, eyed

flounder

Kategori: Minor komersial, termasuk famili Bothiidae, di tangkap dengan menggunakan alat tangkap Trawl; ukuran ikan tertangkap 12 cm; habitat di area pasir dan puing-puing Terumbu Karang(rusak); pernah ditemukan di Laut Flores.

4.

Engyprosopon

grdanisquama (Temminck

& Schlegel, 1846)

Sebelah

Kategori: komersial walaupun berukuran relatif kecil (umumnya 10 cm), paling sering dijual segar (hanya sebagian kecil dalam bentuk kering); famili Bothidae; Habitat Terumbu Karang berpasir; makanan Crustaceans, polychaetes dan benthic animals; sangat umum ditemukan di Selatan Barat Sumatera sampai Selat Bali.

5.

Grammatobothus

polyophthalmus (Bleeker,

1865)

Sebelah,

Threespot

flounder

Kategori: Komersial, ditangkap dengan menggunakan Gill Net dan Mini Trawl, ukuran relatif kecil (17 cm), dijual segar dan untuk bahan tepung ikan; habitat di dasar perairan dekat pantai; sangat umum ditemukan pada beberapa wilayah di Indonesia.

6.

Psettodes erumei (Bloch &

Schneider, 1801)

Beteh, Grobiat,

Kalankan

Kategori komersial, paling sering dijual dalam bentuk segar, ditangkap dengan menggunakan alat tangkap Gill Net dan Trawl, ukuran tertangkap 50 cm; habitat utama dasar perairan berpasir atau pasir berlumpur, berenang menghadapi ke atas sambil melihat mangsa, kadang mengubur diri di dalam pasir; tercatat ditemukan di daerah Jawa Tengah (Jepara), Sumatera dan Laut Timor.

7.

Psettina brevirictis (Alcock,

1890)

Sebelah

Kategori: tidak ekonomis, tidak disukai sebagai komoditas perikanan (of no potential interest) karena ukurannya kecil; termasuk famili Bothidae, sangat jarang, ditemukan di Laut Sulawesi dan Flores, namun juga di Kalimantan.

8.

Psettina gigantean

(Amaoka, 1963)

Sebelah, Roughscaled

flounder

Tidak disukai sebagai komoditas perikanan karena bentuknya tidak menarik dan sisiknya kasar, ukuran kecil; termasuk famili Bothidae; hidup pada perairan agak dalam dan sering menjadi hasil samping alat Trawl; ditemukan di Perairan Kalimantan, Flores dan Sumatera Selatan.

9.

Pseudorhombus argus

(Weber, 1913)

Sebelah,

Peacock

flounder

Nilai ekonomis masih belum jelas, ukuran bisa mencapai 17 cm; termasuk famili Paralichthyidae, hidup pada dasar

berlumpur paparan benua, ditangkap hanya dengan Trawl; ditemukan pada perairan Selat Malaka; Selat Sunda dan Flores; dengan pelarangan Trawl ikan ini banyak dibawa ke daerah Malaysia.

10.

Pseudorhombus arsius (Hamilton, 1822)

Sebelah, Largetooth

flounder

Kategori komersial, umumnya berukuran sekitar 30 cm, terutama dijual dalam bentuk segar; termasuk famili Paralichthyidae, hidup pada pantai atau estuari dengan substrat dasar berlumpur atau pasir, bisa mencapai Kedalaman 200 m; paling banyak tertangkap dengan Pukat Pantai; tercatat ditemukan pada hampir seluruh perairan dangkal di Indonesia.

11.

Pseudorhombus elevatus

(Ogilby, 1912)

Sebelah, Deep

flounder

Kategori komersial dan dijual segar dengan ukuran umum sekitar 15 cm; termasuk famili Paralichthyidae, hidup pada dasar perairan berlumpur atau pasar pada paparan benua yang relatif dalam (disebut juga deep flounder); alat tangkap paling umum ialah Trawl (tidak bisa tercapai oleh alat tangkap jaring tarik atau Pukat Pantai); ditemukan pada hampir semua wilayah perairan Indonesia, terutama pada dasar berlumpur.

12.

Pseudorhombus javanicus

(Bleeker, 1853)

Mata sebelah,

Javan flounder

Kategori komersial, dijual segar dengan ukuran 20 cm; termasuk famili Paralichthyidae, hidup pada dasar berlumpur atau pasir; paling banyak tertangkap dengan Pukat Pantai atau mini Trawl dan Gill Net; hasil tangkap khas di wilayah Laut Cina Selatan dan Laut Jawa.

13.

Pseudorhombus malayanus

(Bleeker, 1865)

Sebelah,

Malayan

flounder

Komersial, dijual bentuk segar, ukuran sekitar 20 cm, disebut juga Malayan flounder; termasuk famili Paralichthyidae, hidup pada dasar perairan berpasir di wilayah paparan benua; tertangkap dengan alat tangkap Trawl; tercatat ditemukan dari daerah Sumatera sampai Selat Bali.

14.

Pseudorhombus megalops

(Fowler, 1934)

Sebelah

Informasi perikanan belum jelas, ukuran ikan umumnya < 20 cm; termasuk famili Paralichthyidae, hidup pada dasar paparan benua; hanya alat tangkap Trawl yang bisa mencapai daerah tersebut; di Indonesia tercatat ditemukan pada wilayah Samudera Hindia, termasuk Sumatera Selatan, Jawa, Lombok dan Arafura.

15.

Pseudorhombus

quinquocellatus (Weber &

de Beaufort, 1929)

Sebelah, Five

eyed flounder

Kategori komersial, ukurannya kecil (12 cm), dijual dalam bentuk segar tapi juga kering dan asin; termasuk famili Paralichthyidae, tinggal pada dasar paparan benua (continental shelves) sehingga hanya ditangkap dengan Trawl; tercatat ditemukan di Laut Flores, Kalimantan dan Sumatera.

16.

Pseudorhombus

triocellatus (Bloch &

Schneider, 1801)

Sebelah,

threespot

flounder

Komersial, dijual dalam bentuk segar, asin dan kering; ukuran kecil (umumnya 10 cm); termasuk famili Paralichthyidae, mempunyai tiga bintik (spot) hitam pada badan, hidup pada substrat dasar pasir atau lumpur pada daerah paparan benua; alat tangkap utama Trawl; tercatat ditemukan di perairan Selat Madura, Laut Flores, Kalimantan Barat dan Sumatera.

 

 

2.1.4 Tingkat Kematangan Gonad

Penentuan TKG ikan Sebelah dilakukan melalui pengamatan secara morfologis menggunakan nilai TKG yang dikemukakan oleh Kesteven (Effendie, 2002). Tabel 2. Tingkat kematangan gonad menurut Kesteven (1965) dalam Effendie (2002).

 tingkat-kematangan-gonad-ikan

Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara ikan yang masak gonadnya dengan yang belum dari stok yang ada dalam perairan, ukuran atau umur ikan pertama kali masak gonad dan mengetahui ikan yang sudah memijah atau belum (Barokah et al., 2016). Kemampuan reproduksi sangat erat kaitannya dengan jumlah telur yang dihasilkan (fekunditas). Hal ini berpengaruh terhadap jumlah anakan yang diproduksi. Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sebelum dikeluarkan pada waktu akan memijah. Fekunditas mempunyai keterkaitan dengan umur, panjang atau berat individu dan spesies ikan.

Menurut (Syafei et al, 1992 dalam Habibi, 2013) ada dua faktor yang mempengaruhi proses kematangan gonad induk yaitu faktor dalam (jenis ikan, hormon) dan faktor luar (suhu, makanan, intensitas cahaya, dll) Faktor luar yang sering dijadikan perhatian khusus dalam mempengaruhi kematangan gonad induk adalah pakan dan lingkungan. Mokoginta (1998) menyatakan bahwa pemberian pakan dengan kandungan nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin + E) yang baik akan mempengaruhi pematangan gonad, fekunditas dan kualitas telur secara maksimal. Faktor pakan yang diberikan juga bisa mempengaruhi kematangan gonad dikarenakan kandungan protein yang ada pada pakan yang berbeda - beda, mungkin ini salah satu penyebab kenapa bisa kematangan gonad ikan berbeda pula. Pemberian pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kualitas induk. Pakan sangat besar pengaruhnya terhadap kematangan gonad, baik jantan maupun betina, oleh sebab itu pemilihan pakan yang tepat sangat berperan penting terhadap proses kematangan gonad (Pujianti et al., 2008) Pemilihan pakan untuk proses pematangan gonad harus memenuhi beberapa syarat yaitu mudah didapat, harganya murah serta memiliki kandungan nutrisi yang baik. Pellet merupakan pakan yang mudah diperoleh dan harganya murah, kerang merupakan biota yang banyak terdapat di wilayah Indonesia, ikan seribu sangat mudah didapat serta memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik. Cacing tanah juga sudah banyak digunakan untuk pematangan gonad ikan hias maupun ikan konsumsi.

Tingginya kedalaman perairan dan luasnya permukaan perairan akibat tingginya curah hujan pada musim penghujan, akan berpengaruh terhadap organisme (ikan) yang terdapat di dalam perairan, misalnya adanya pergerakan, adaptasi, morfologi, pola kehidupan, kegiatan fisiologi, pertumbuhan dan kelakuan reproduktif, yang akan berpengaruh terhadap produksi perikanan. Pada kondisi alamiah perkembangan gonad ikan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, curah hujan, perubahan fotoperiodisitas, substrat dan petrikhor melalui poros hipothalmushipofisis-gonad yang akan memicu perkembangan gonad dan pemijahan (Minggawati dan Lukas, 2015).

 

2.2  Migrasi dan Penyebaran

Ikan merupakan salah satu organisme air yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Setiap spesies ikan memiliki karakter habitat yang berbeda agar dapat hidup dan berkembangbiak. Struktur komunitas ikan akan mengalami perubahan atau gangguan jika kualitas air terganggu. Adanya perubahan pada keanekaragaman ikan dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran (Azmi et al., 2015).

Ikan sebelah disebut juga flatfish merupakan ikan demersal dengan distribusi yang luas, meliputi Teluk Persia dan pantai timur Afrika sampai Jepang, pantai utara sampai selatan Australia dan Indo-Pasifik, berbadan pipih dan memendamkan badan ke dalam lumpur atau pasir, hanya matanya yang muncul ke permukaan (Yuli, 2012 dalam Sibagariang et al., 2014). Ikan sebelah termasuk ikan demersal, berenang di atas dasar atau menyembunyikan diri di dasar. Tipe substrat yang digemari terutama pasir dan berlumpur. Ikan sebelah paling banyak ditemukan di wilayah perairan Utara Jawa, Selatan Kalimantan, Sumatera sampai Papua.

Thomson (1974) dalam Sulistiono (2009), menambahkan bahwa ikan lidah, ikan sebelah dan ikan berkepala pipih (flathead) menggunakan dasar perairan sebagai tempat istirahat dan persembunyian. Octaviansah (2004) dalam Sulistiono (2009), mengatakan bahwa dalam beberapa ikan kadang terdapat lumpur sebagai kandungan isi lambung. Ikan psettodidae tersebar di Indo-Barat Samudera Pasifik, dari Laut Merah dan Afrika Timur ke Jepang dan Australia. Jenis ini juga tersebar luas di bagian timur laut India dan barat tengah Pasifik Ikan-ikan sebelah, seperti halibut, sole, plaice, dan flounder merupakan ikan-ikan yang terkenal mempunyai makna ekonomi yang berarti, karena kelompok ikan ini amat tinggi harganya. Semua ikan tersebut benar-benar ditangkap di perairan dangkal dan banyak yang telah dieksplorasi secara intensif selama tahun-tahun terakhir ini. (Psettodes erumei (Psettodidae), termasuk ikan buas pemakan binatang dasar, terutama udang. Tergolong ikan demersal, dipasarkan segar, asin-kering. Daerah penyebaran hampir di seluruh perairan pantai Indonesia. Ikan ini disebut juga dengan langkau. Ikan Psettodidae memijah sekali dalam setahun. Ikan sebelah biasanya bertelur di daerah lepas pantai. Dalam sekali reproduksi betina mampu melepaskan beberapa ratus ribu telur sampai dua juta telur. Telur telur tersebut akan menjadi larva berukuran 1,5 – 3 mm. Pada saat ia masih larva hingga menjadi ikan sebelah yang dewasa, tubuhnya makin berbentuk pipih, sedangkan salah satu matanya bergerak ke arah salah satu sisi tubuhnya. Setelah itu warna bagian tubuh bawah berubah menjadi putih (Yuli, 2012 dalam Sibagariang et al., 2014 ). Daerah tangkapan ikan demersal sebagian besar terdapat di paparan Sunda (Selat Malaka, sebagian Laut Cina Selatan, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, terus ke timur sampai berbatasan dengan Selat Makassar dan laut Flores) dan paparan Sahul (perairan Irian Jaya bagian Selatan dan Laut Arafura).

Habitat ikan sebelah termasuk ikan demersal, berenang di atas dasar atau menyembunyikan diri di dasar. Tipe substrat yang digemari terutama pasir dan berlumpur – ikan sebelah paling banyak ditemukan di wilayah perairan Utara Jawa, Selatan Kalimantan, Sumatera sampai Papua (Wiadnya dan Setyohadi, 2014).

 

2.3 Kajian Stock dan Alat Tangkap Ikan Sebelah

Penangkapan ikan sebelah yang dilakukan secara terus menerus akan mengubah potensi perikanan yang juga akan mengubah tingkat pemanfaatan, pengupayaan serta tangkapan yang diperbolehkan. Ikan sebelah ditangkap menggunakan alat tangkap yang bervariasi, seperti: pukat tarik ikan, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serdang Bedagai, 2013 dalam Sibagariang et al., 2014). Alat tangkap paling dominan menangkap ikan sebelah ialah Trawl dasar (pukat harimau). Juga, dia sering ditangkap dengan Pukat Pantai, Dogol dan Payang. Kadang-kadang dia juga tertangkap dengan alat Gill Net Dasar.

Hasil penelitian Juliani (2013), Di Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur potensi ikan jenis Beloso (Sillago sp.) adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 62,51 kg/km2 diikuti oleh Ikan Sebelah (Psettodes sp.) sebanyak 39,68 kg/km2.dan Ikan Kerapu (Epinephelus sp.), yaitu sebanyak 38,20 kg/km2. Secara keseluruhan, potensi ikan di kecamatan ini sekitar 422,00 kg/km2. Potensi udang ekspor sekitar 16,86 kg/km2, cumi-cumi dan sejenisnya 2,44 kg/km2.

Alat tangkap utama yang digunakan untuk menangkap psettodidae adalah pukat dasar dan gillnet (Hensley (1997) diacu oleh Gilanshahi, 2012). Ikan sebelah termasuk ke dalam jenis ikan demersal yang ditangkap dengan berbagai macam alat tangkap seperti pukat tarik ikan (fish net), jaring insang hanyut (drift gillnet) dan jaring insang tetap (set gillnet) (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serdang Bedagai, 2013).

 

a.   Pukat Tarik Ikan

Kelompok jenis alat penangkapan ikan pukat tarik adalah kelompok alat penangkapan ikan berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar (Kep/06/Men/2010).

Pukat tarik ikan atau fish net adalah jenis penangkap ikan berbentuk kantong bersayap yang dalam operasinya dilengkapi 2 buah papan pembuka mulut (otter board), tujuan utamanya untuk menangkap ikan perairan pertengahan (mid water) dan ikan perairan dasar (demersal), yang dalam pengoperasiannya ditarik melayang di atas dasar hanya oleh 1 buah kapal bermotor (Mulyana, 2012). Pukat ikan dengan alat pembuka mulut jaring, ditarik (dragging) di belakang kapal yang sedang berjalan dan menyelusuri dasar perairan. Penarikan pukat tarik dasar dengan kecepatan tarik (dragging speed) sekitar 2 – 4 knot selama 1 – 2 jam operasi. Kelengkapan pukat ikan berupa papan rentang atau palang rentang sebagai alat pembuka mulut jaring (Sinaga, 2009).

pukat-tarik-ikan

Gambar 2. Pukat Tarik Ikan

(Sumber: Google Image, 2018)

Dasar hukum pengoperasian pukat ikan adalah : (1) Pasal 31 ayat (1) huruf d. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60/MEN/2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; (2) Pasal 16 ayat (1) huruf c. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Pukat ikan hanya diizinkan pengoperasiannya di Wilayah Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Laut Cina Selatan, ZEEI Laut Arafura, ZEEI Samudera Hindia, dan ZEE Selat Malaka. Hasil tangkapan utama pukat ikan adalah jenis-jenis ikan yang hidup di perairan pertengahan. Sebagai hasil sampingan kadang-kadang tertangkap juga ikan demersal terutama pada saat tertentu dimana ikan demersal sedang melakukan migrasi vertikal (diurnal migration) (Mulyana, 2012).

Pengoperasian alat penangkapan ikan pukat tarik dilakukan dengan cara melingkari gerombolan ikan pelagis atau ikan demersal dengan menggunakan kapal atau tanpa kapal. Pukat ditarik ke arah kapal yang sedang berhenti atau berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui tali selambar di kedua bagian sayapnya. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, kolom maupun dasar perairan umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis pukat tarik yang digunakan (Kep/06/Men/2010).

 

b.   Jaring Insang Hanyut

Menurut Martasuganda (2002) diacu oleh Syofyan et al., 2010 jaring insang hanyut (drift gillnet) pada dasarnya adalah sama dengan jaring insang (gill net), namun perbedaannya hanya terdapat pada cara pengoperasian alat di daerah penangkapan. Jaring insang hanyut dikenal juga dengan nama gill net nilon, karena terbuat dari bahan nilon multifilamen. Sesuai dengan namanya yaitu jaring insang hanyut maka dalam pengoperasiannya alat ini dihanyutkan searah pergerakan arus atau pengoperasian alat tangkap ini dengan cara jaring dibiarkan hanyut di bagian permukaan perairan. Alat tangkap ini berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, serta tali ris atas dan bawah (Supeni, 2010).

jaring-insang-hanyut

Gambar 3. Jaring Insang Hanyut

(Sumber: Google Image, 2018)

 

Menurut Miranti (2007), secara umum metode pengoperasian alat tangkap gill net terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1.    Persiapan yang dilakukan nelayan yaitu meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan es, dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan.

2.   Pencarian Daerah Tangkapan Ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti banyaknya gelembung-gelembung udara di permukaan perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengindikasikan adanya schooling ikan.

3.       Pengoperasian alat tangkap yang terdiri dari pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling). 4. Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.

 

c.   Jaring Insang Tetap

Jaring insang tetap adalah jaring insang yang dioperasikan untuk sementara waktu dengan menggunakan jangkar. Pemasangan jaring ini dapat bervariasi tergantung jenis ikan yang akan ditangkap. Dalam pengoperasiannya jaring ini bisa dilabuh (dipasang di dasar, lapisan tengah maupun di lapisan atas) tergantung dari tali yang menghubungkan pelampung dengan pemberat yang dipasang pada ujung terluar bawah dari jaring. Pada waktu tertentu jaring ini diangkat untuk diambil hasilnya (Ayodhyoa, 1981).

jaring-insang-tetap
Gambar 4. Jaring Insang Tetap

(Sumber: Google image, 2018)

 

Pada jaring insang tetap di bagian ujung jaring ataupun kedua ujungnya diikatkan tali jangkar, sehingga posisi jaring menjadi tertentu oleh letak jangkar. Pada sisi lain, gerakan turun naik dari gelombang akan menyebabkan pula gerakan turun naik dari pelampung, gerakan ini akan ditularkan ke tubuh jaring. Jika irama gerakan ini tidak seimbang, ditambah oleh pengaruh-pengaruh lainnya dapat menyebabkan terjadinya the rolling up of gillnet, yaitu peristiwa dimana tubuh jaring tidak lagi terentang lebar, tetapi menjadi membulat. Dengan demikian, jaring tidak berfungsi lagi sebagai penghalang/penjerat ikan (Sudirman dan Mallawa, 2004).

 

2.4 Analisis Ekonomi Produksi

Menurut Fadillah (2012) dalam Adela et al. (2016), ikan sebelah yang ada di TPI Asemdoyong cukup digemari meskipun belum termasuk ikan berekonomis tinggi, hal ini dikarenakan ikan Sebelah memiliki sisik yang keras dan harga yang relatif rendah padahal ikan Sebelah memiliki daging yang enak dan tebal, diolah dalam bentuk ikan segar dan diolah dengan cara diasap atau dibekukan, bisa juga diolah menjadi tepung ikan. Redjeki (2003) dalam Adela et al. (2016), menambahkan bahwa ikan Sebelah belum memberikan kontribusi yang bernilai ekonomis penting, tidak menutup kemungkinan pada masa mendatang bisa dijadikan sebagai komoditas ekspor maupun bahan konsumsi di dalam negeri. Hal ini mengacu pada pernyataan Redjeki (2003) dalam Adela et al. (2016). bahwa di Eropa ikan Sebelah merupakan ikan ekonomis yang bernilai ekspor tinggi. Untuk meningkatkan ekonomi produksi ikan sebelah dapat dilakukan produksi benih.

Dalam teknik memproduksi benih terdapat 2 cara, yaitu secara intensif atau secara ekstensif. Pembenihan secara ekstensif sendiri dilakukan dengan menyediakan tank dengan ukuran besar dan menyediakan pakan alami di dalam bak tersebut yang sekaligus sebagai tempat untuk pembenihan. Hal ini memiliki keuntungan yaitu dengan meminimalkan adanya tenaga yang dibutuhkan untuk merawatnya tetapi produksi dari benih sendiri tidak terkontrol. Sementara untuk budidaya intensif dilakukan dengan memisah antara tempat pembenihan dengan tempat budidaya pakan alami, sehingga dapat dilakukan adanya kontrol untuk benih-benih (Bachruddin, 2013).

 

2.5 Kandungan Gizi

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang biasanya dipakai lauk sejak beberapa abad yang lalu. Bahan pangan ini mempunyai komposisi utama, yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan mental. Penilaian gizi seseorang lebih dikenal dengan status gizi. Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun sumber daya manusia dipengaruhi oleh status gizi masyarakatnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah pengetahuan individu tersebut tentang gizi (Alfyan, 2010).

Menurut Auliana (2001), beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh makhluk hidup terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari seperti ikan. Menurut Ciptanto (2010), nilai gizi ikan sangatlah baik karena mempunyai nilai cerna dan nilai biologis yang lebih tinggi dibanding daging hewan lain. Ikan mengandung protein dengan asam amino esensial sempurna. Daging ikan terdiri dari 15-24 % protein, 1-3 % glikogen/karbohidrat, 1-22 % lemak, 66-84 % air, dan bahan organik lain sebesar 0,8-2 %.  

a.   Protein

Ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari protein hewani yang diperlukan manusia. Kandungan protein ikan relatif, yaitu antara 15-25% bb. Selain itu, protein ikan tersusun dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan tubuh manusia. Protein ikan banyak mengandung asam amino esensial. Kandungan asam amino dalam daging ikan sangat bervariasi tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi hanya sedikit kandungan triptofannya. Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, sarkoplasma dan stroma. Komposisi ketiga jenis protein pada daging ikan tersebut sangat mudah mengalami kerusakan atau denaturasi yang disebabkan oleh proses pengolahan (Sulastri, 2004).

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin dan tropomiosin, serta atomiosin yang merupakan gabungan aktin dan miosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi, terutama dari aktomiosin. Pada umumnya protein yang larut dalam garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air.

Sarkoplasma sebagai protein terbesar kedua mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air yang disebut miogen. Miogen terdiri dari albumin, mioalbumin dan mioprotein. Kandungan sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi selain tergantung dari jenis ikannya juga tergantung habitat ikan tersebut. Pada umumnya ikan pelagis mempunyai kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal.

Stroma merupakan bagian terkecil dari protein yang membentuk jaringan ikat. Protein ini tidak dapat diekstrak dengan air, larutan asam, larutan alkali atau larutan garam pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Stroma terdiri dari kolagen dan elastin. Keduanya merupakan protein yang terdapat di bagian luar sel otot. (Sulastri, 2004). Protein ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah atau mengalami denaturasi jika kondisi lingkungannya berubah. Apabila larutan protein tersebut diasamkan hingga mencapai pH 4,5-5 maka akan terjadi proses pengendapan atau salting out. Sebaliknya, apabila dipanaskan seperti dalam pemasakan atau penggorengan, protein ikan akan mengalami penggumpalan atau koagulasi. Protein juga dapat mengalami denaturasi apabila dilakukan pengurangan kandungan air, baik selama proses peneringan ataupun pembekuan.

 

b.     Lipid

Ikan biasanya diklasifikasikan berdasarkan kandungan lipidnya. Lipid adalah kelompok komponen makanan yang biasanya dikenal sebagai fosfolipid, triasilgliserol, sterol, lilin, dan lainnya yang merupakan senyawa tidak larut air. Ikan digolongkan sebagai ikan berlemak rendah jika mengandung lipid kurang dari 2%; ikan berlemak sedang mengandung 2−5%. Lemak dalam bentuk cair pada suhu kamar disebut minyak. Lipid yang banyak dijumpai pada lemak adalah triasilgliserol atau trigliserida, yang terdiri dari tiga asam lemak yang diesterifikasi terhadap gliserida sebagai penyanggah. Asam lemak penyusun trigliserida bervariasi dalam panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan. Struktur trigliserida pada lipid dapat dilihat pada Gambar 1.2. Lipid pada ikan memiliki asam lemak omega-3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber lainnya. Asam lemak omega-3 memiliki kemampuan di dalam mengurangi risiko dari penyakit jantung. Energi umumnya disimpan dalam bentuk trigliserida.

Terdapat dua jenis asam lemak omega-3 penting, yaitu asam eikosapentanoat (C20:5) yang biasa dikenal dengan EPA (eicosapentaenoic acid) dan asam dokosaheksaenoat yang dikenal sebagai DHA (docosahexaenoic acid). EPA adalah khas ditemukan pada alga laut, sedangkan DHA berasal dari zooplankton. Proporsi antara kedua jenis asam lemak tersebut sangat tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan. Kandungan lipid ikan dapat menggambarkan suhu tempat hidupnya, ikan dari perairan dingin kandungan lipidnya dapat mencapai tiga kali dari yang terdapat pada perairan hangat. Pada individu ikan, kandungan lipid meningkat dari ekor ke kepala dengan peningkatan deposisi lemak pada perut dan daging merah. Beberapa jenis ikan kandungan lemaknya dipengaruhi oleh siklus bertelurnya.

Pada ikan berlemak rendah, jumlah trigliserida yang disimpan dalam daging sedikit, tetapi sering hatinya mengandung lemak yang tinggi dan dapat dipakai sebagai sumber vitamin A dan D yang baik. Lipid pada daging juga berkontribusi terhadap flavor dari ikan. Lipid sendiri memiliki sedikit rasa, tetapi peran pentingnya adalah kecenderungan untuk menghasilkan flavor yang tidak diinginkan akibat pengaruh dari lingkungan, seperti terjadinya ketengikan akibat reaksi oksidasi.

 

c.           Karbohidrat

Ikan mengandung karbohidrat dalam jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan tanaman. Karena kandungannya yang sangat kecil maka dapat diabaikan, tetapi memiliki konsekuensi yang sangat penting terhadap mutu ikan selama pengolahan. Sebagian besar karbohidrat di otot ikan adalah glikogen yang merupakan polimer glukosa. Otot dari ikan atau krustasea hidup mungkin mengandung 0,1–1,0% glikogen. Moluska mempunyai kandungan glikogen yang tinggi, biasanya sekitar 1–7%, tetapi bervariasi menurut musim dan menurun secara cepat setelah mati, khususnya selama stres dan meronta ketika ditangkap. Pada sebagian besar spesies, produk dekomposisi glikogen adalah glukosa, gula fosfat dan asam piruvat, serta asam laktat. Beberapa spesies moluska menghasilkan campuran alanin, asam suksinat, dan oktopin.

 

d.           Energi

Perhitungan dengan menggunakan data komposisi ikan adalah cara yang paling mudah di dalam menentukan nilai energinya. Energi yang dihasilkan oleh 1 g lemak adalah 9 kkal, 1 g karbohidrat menghasilkan 3,75 kkal dan 1 g protein menghasilkan 4 kkal. Akan tetapi, jenis lipid pada ikan sering menghendaki modifikasi nilai kalorinya. Nilai energi bagian yang dapat dimakan dari berbagai spesies ikan pada umumnya berkorelasi dengan kandungan lipid. Ikan berlemak rendah mengandung sekitar 80 kkal per 100 g bagian yang dapat dimakan, ikan berlemak sedang 100 kkal/100 g, dan ikan berlemak tinggi 150–225 kkal/100g. Shellfish dan ikan berlemak rendah lebih tergantung terhadap sifat lipid dari pada kandungan lipid total untuk kontribusinya terhadap densitas kalori. Energi sterol lebih tinggi dibandingkan dengan energi fosfolipid dan monogliserida. Semakin tinggi lipid fosfolipid, semakin rendah kontribusi energi sebenarnya. Fosfolipid merupakan kandungan mayoritas lipid pada jaringan udang. Lemak daging cumi-cumi dan lobster memberikan kontribusi energi yang lebih rendah dibandingkan lemak daging tiram, kepiting dan udang penaeid. Kadar air yang lebih tinggi pada moluska dan krustasea dapat mengurangi kontribusi energinya dibandingkan dengan ikan.

 

e.           Vitamin

Vitamin dalam jaringan ikan, walaupun terdapat dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator yang sangat penting bagi proses metabolik. Terdapat dua jenis vitamin pada ikan, yaitu vitamin larut air dan vitamin larut lemak. Kandungan vitamin ikan dipengaruhi oleh metode penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Vitamin larut air yang terdapat pada ikan adalah kompleks vitamin B1 (thiamin, aneurin), B2 (riboflavin), B6 (adermin, piridoksin), Bc (asam folat), B12 (sianokobalamin, kobalamin, vitamin anti anemia, faktor pertumbuhan), BT (karnitin), vitamin H (biotin)dan PP (asam nikotinat, niasin), inositol dan asam pantotenat, dan sejumlah kecil vitamin C (asam askorbat, faktor antiscorbutic). Vitamin B12 ikut berperan di dalam proses biosintesa protein. Vitamin larut lemak pada ikan adalah vitamin A (vitamin antixerophthalmic, vitamin pertumbuhan), vitamin D3 (vitamin anti-rachitis) dan vitamin E (tocopherol, faktor anti-sterility). Kandungan vitamin A ikan jauh lebih banyak dibandingkan hewan lainnya sehingga dapat dipakai sebagai sumber vitamin A.

 

f.           Mineral

Kandungan total mineral pada daging mentah ikan dan invertebrata adalah 0,6–1,5%. Komponen mineral yang terkandung dalam makanan dibedakan atas makroelemen dan mikroelemen. Kandungan makro elemen dalam daging ikan dan invertebrata laut (dalam mg/100g) adalah natrium: 25−620, kalium: 25−710, magnesium: 10−230, kalsium: 5−750, besi: 0,01−50, fosfor: 9−1100, sulfur: 100−300 dan chlorin: 20−500. Mineral mikro elemen penting yang terdapat pada ikan adalah fluoride (1−4 μg/g), iodin (ikan laut: 0,3−3,0 μg/kg dan ikan air tawar: 0,02−0,04 μg/g), selenium (0,7 μg/g), copper (0,7−79,3 μg/g), zinc (4,6−844 μg/g), chromium (0,1 μg/g), cobalt (0,2−1,5 μg/g), dan molybdenum (0−3,0 μg/g).

Selain kandungan diatas, ikan merupakan sumber bioaktif peptida. Senyawa bioaktif peptida banyak ditemukan pada daging ikan dari berbagai macam spesies (Kadam and Prabhasankar, 2010 dalam Susanto dan Fahmi, 2011). Venugopal (2010) dalam Susanto dan Fahmi (2011), menambahkan bahwa limbah pengolahan ikan dan ikan ekonomis rendah merupakan sumber terbaik senyawa bioaktif peptida. Sumber peptida pada ikan sebelah, yaitu Gastrin dan CGRPs.

 

2.6 Pemanfaatan

  1. Food Agriculture Organization (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfaatan, sumberdaya perikanan dibagi menjadi 6 (enam) kelompok : 1. Unexploited: stok ikan belum tereksploitasi, sehingga aktivitas penangkapan .ikan sangat dianjurkan guna memperoleh manfaat dari produksi.

  2. Lightly exploited: sumberdaya ikan baru tereksploitasi dalam jumlah sedikit .(< 25% dari MSY).

  3. Moderately exploited: stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. CPUE mungkin mulai menurun.

  4. Fully exploited: stok sumberdaya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. .CPUE pasti menurun.

  5. Over exploited: stok sumberdaya sudah menurun karena tereksploitasi .melebihi MSY.

  6. Depleted: stok sumberdaya ikan dari tahun ke tahun mengalami penurunan .secara drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan.

 

Penganekaragaman atau diversifikasi pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Diversifikasi ini bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam berkembag sehigga selalu ada alternatif dan penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi. Selain diversifikasi pangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya serap pasar, atau dengan kata lain meningkatkan permintaan serta menciptakan alternatif lebih banyak bagi para pengolah hasil perikanan untuk mengembangkan usahanya  (Agustini dan Fronthea, 2008).

Diversifikasi ada dua macam, yaitu: pertama, diversifikasi horizontal yaitu pemanfaatan berbagai jenis ikan untuk diolah menjadi produk olahan tertentu. Pemanfaatan berbagai jenis ikan terutama untuk jenis ikan yang kurang ekonomis seperti ikan beloso, ikan kuak. Kedua, diversifikasi vertikal yaitu pemanfaatan jenis ikan tertentu menjadi beberapa jenis produk olahan. Hal ini dapat dilakukan misalnya pada saat terjadi musim atau panen ikan yang berlimpah misalnya ikan tongkol, ikan nila, gabus, cucut yang dapat diolah menjadi produk misalnya bakso ikan yang sangat digemari oleh masyarakat.

Surimi merupakan istilah dalam Bahasa Jepang untuk daging lumat dan jaringan ikan yang dicuci. Produk surimi secara komersial dibuat dengan alat pemisah mekanik untuk memisahkan daging lumat ikan dari tulang dan kulit, diikuti dengan pencucian (sampai dengan tiga kali) dengan air atau larutan garam. Proses pencucian menghilangkan sebagian besar komponen yang larut dalam air, darah (pigmen), penyebab bau dan lemak (Saliada, 2017). Secara teknis semua jenis ikan dapat dijadikan surimi. Meskipun begitu, ikan yang berdaging putih, tidak berbau lumpur dan mempunyai kemampuan pembentukan gel yang bagus yang akan memberikan hasil surimi yang lebih baik.

Surimi dengan derajat putih yang paling tinggi dan kekuatan gelnya paling baik. Kriteria mutu yang digunakan sebagai acuan pada penelitian ini adalah tingkatan kekuatan gel, derajat putih dan uji gigit berdasarkan standar mutu surimi pada pengujian kamaboko. Standar mutu ini ditetapkan oleh Surimi Workshop di Seattle, Jepang pada tahun 1984. Standar tersebut membagi mutu surimi menjadi enam grade surimi (Wijayanti, 2012 dalam Hamdani, 2015).

Pencucian lumatan daging ikan selama proses pembuatan surimi dapat menghilangkan protein sarkoplasma dan meningkatkan konsentrasi protein miofibril yang memegang peranan penting dalam kemampuan membentuk gel. Keberadaan protein sarkoplasma meskipun dalam jumlah kecil dapat berpengaruh terhadap kekuatan gel surimi yang dihasilkan (Chaijan, 2004 dalam Hamdani, 2015). Park dan Morrissey (2000), proses pencucian merupakan tahapan kritis pada pembuatan surimi. Air digunakan untuk menghilangkan protein sarkoplasma, darah, dan lemak dari daging lumat ikan. Proses pencucian akan mempengaruhi karakteristik kekuatan gel dan derajat putih surimi yang dibuat.

surimi-ikan

Gambar 5. Surimi Ikan

(Sumber:Google Image, 2018)




3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

  1. Ikan Sebelah (Psettodes erumei) termasuk jenis ikan demersal yang tingkat permintaan pasar yang cukup tinggi namun belum memberikan kontribusi yang bernilai ekonomis penting.

  2. Ikan sebelah merupakan ikan demersal dengan distribusi yang luas, meliputi Teluk Persia dan pantai timur Afrika sampai Jepang, pantai utara sampai selatan Australia dan Indo-Pasifik.

  3. Hasil tangkapan ikan Sebelah (Psettodes sp.) di Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur sebanyak 39,68 kg/km2.

  4. Ikan Sebelah cukup digemari meskipun belum termasuk ikan berekonomis tinggi karena memiliki harga yang relatif rendah padahal dagingnya enak dan tebal.

  5. Ikan Sebelah kaya akan protein dan senyawa bioaktif peptida, yaitu Gastrin dan CGRPs.

  6. Secara teknis semua jenis ikan dapat dijadikan surimi termasuk ikan sebelah.

 

3.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai ekonomis dari Ikan Sebelah (Psettodes erumei).

DAFTAR PUSTAKA

Adela, S., A. Ghofar dan Djuwito. 2016. Komposisi ikan yang tertangkap dengan cantrang serta aspek biologi ikan sebelah (Psettodes erumei) di TPI Asemdoyong, Pemalang. Diponegoro Journal of Maquares Management of Aquatic Resources. 5 (1): 52-61.

Agustini, T, W., Fronthea, S. 2008. Pemanfaatan hasil perikanan sebagai produk bernilai tambah dalam upaya penganekaragaman pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14 (1): 74-81.

Alfyan, M. T. 2010. Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Status Gizi Siswa di SMA Harapan 1 Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan

Auliana, R.. 2001. Gizi dan Pengolahan Pangan. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.

Ayodhoya, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. 97 hal.

Azmi, N., Yunashfi., dan A. Muhtadi. 2015. Struktur komunitas nekton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara

Barokah, L., A. Solichin dan D. Suprapto. 2016. Aspek biologi ikan sebelah (Psettodes erumei) yang tertangkap dan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tawang Kabupaten Kendal. Diponegoro Journal of Maquares Management of Aquatic Resources. 5 (4): 216-223.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 1-159.

Fishbase. 2014. Fishbase : Family of Trichiurus. https://www/fishbase.org. Diakses pada 19 November 2018.

Genisa, A.S. 1999. Pengenalan jenis-jenis ikan laut ekonomi penting di Indonesia.Oseana. 24 (1):17-38.

Hamdani, M. 2015. Karakterisasi surimi segar ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan aplikasinya untuk pembuatan kamaboko. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Juliani. 2013. Estimasi potensi sumberdaya ikan di perairan Kecamatan Teluk Pandan, Sangatta Selatan, Sangata Utara dan Bengalon Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18 (2): 56-67.

Minggawati, I., Lukkas. 2015. Tingkat kematangan gonad ikan lais yang tertangkap di rawa banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 4 (2): 40-44.

Miranti. 2017. Perikanan gillnet di pelabuhan ratu. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK, IPB.

Mokoginta,I. 1998. Pematanngan gonad induk ikan kelemak (Laptobarbus hovenii) melalui teknik pengelolaan makanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Mulyana, Deddy. 2012. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nontji, Anugrah., 1993. Laut Nusantara. Cetakan Kedua. Djambatan. Jakarta.

Park, J.W. dan Morrissey, M.T. 2000. Manufacturing of surimi from light muscle fish. Didalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York (US): Marcell Decker Inc. hal 23-58.

Pujianti, P. Suminto dan D. Rahmawati. 2014. Performa kematangan gonad, fekunditas dan derajat penetasan udang windu (Penaeus Monodon Fab.) melalui subtitusi cacing laut dengan cacing tanah. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3 (4) 158-165

Purba, W. K. D., Y. Hanani D. dan N. A. Yunita D. 2015. Studi identifikasi kandungan formalin pada ikan teri nasi asin di pasar tradisional dan pasar modern Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal). 3 (3).

Saliada, F., H. Onibala. Dan N. Taher. 2017. Karakteristik surimi yang dibuat dari hasil pencucian daging ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L) dengan air dingin (±4oC).

Setiarbi, B. 2013. Ikhtiology. Online pada (https://www.slideshare.net). Diakses pada 19 November 2018.

 Setyohadi. 2011. Jenis-Jenis Ikan Bersirip (Finfish): Ikan Sebelah, Indian Halibuts, Spiny Turbot-Psettodidae.

Sibagariang, R. D., M. B. Mulya dan Desrita. 2014. Potensi, tingkat pemanfaatan dan keberlanjutan ikan sebelah (Psettodes spp.) di Perairan Selat Malaka, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. 124-131.

Sinaga, Yusuf. 2009. Gastroenteritis Akut. Diunduh dari https://pustakakedokteran.com/gastroenteritis-akut. Diakses pada 19 November 2018.

Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Sulistiono, C. Sari dan M. Brodjo. 2009. Kebiasaan makanan ikan lidah (Cynoglossus lingua) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 14 (3):184-193.

Supeni, MG. 2010. Empati perkembangan dan pentingnya dalam kehidupan bermasyarakat. Jurnal Psikologi. 40 (1):60-71.

Susanto, E. dan A. S. Fahmi. 2011. Senyawa fungsional dari ikan: aplikasinya dalam pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 (4): 95-102.

Wiadnya, D. G. R. dan D. Setyohadi. 2014. Sumberdaya Ikan. Universitas Brawijaya. Malang.

 


Oleh: Chintiasari C, Nur Asri Puspitasari, Melynda Dwi Puspita, Nurul Burhanul Fitroh, Arwin Adiwinata, Ahmad Naswa, M. Ridzky Pratama H. dan Bicky Arviyanto.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E