Skip to main content

Elasmobranchii

 

Kepiting Olok Probolinggo

kepiting

Kawasan khas pesisir, tak heran jika Probolinggo dianugerahi sekali lagi potensi perikanan. Ya, kepiting. Pecinta seafood pastinya tak asing dengan si pemilik cangkang keras. Untuk orang-orang yang menyukai hal-hal berbau praktis tentunya akan mengeluh saat mengkonsumsi hewan yang satu ini. Namun tak perlu bersedih, karena Probolinggo memiliki kepiting olok. Bukan mem-bully atau mengolok kepiting dengan sebutan “dasar si keras” dasar mata duitan (Tuan Krab di Spongebob Squarepants). Namun ini olok yang berarti muda atau lembek. Menurut Delang (2016), olok adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat Probolinggo untuk menyebut kepiting muda yang terdampar di pantai. Jumlah produksi tambak budidaya kepiting di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2013 sebesar 136.830 kg (BPS, 2014). Istilah kepiting olok selama ini lebih dikenal dengan kepiting soka. Lalu bagaimanakah kelezatan kepiting olok ini?


Kepiting soka merupakan hasil kepiting bakau yang sedang mengalami ganti kulit (molting). Proses kepiting bakau menjadi kepiting soka akan ditandai dengan tumbuh, berkembang tubuh kepiting. Nurdin dan Armando (2002) dalam Kotimah et al. (2018), “kepiting soka adalah nama lain dari kepiting lunak dan juga kepiting lemburi”. Lunaknya cangkang yang dimiliki kepiting ini bukan karena jenis kepitingnya, disebabkan kepiting sedang melewati tahap ganti kulit (molting).


Baca Juga : Mengembangkan Ide


JENIS KEPITING OLOK

Produk kepiting soka soft shelling crab mulai dikenal oleh masyarakat Amerika pada tahun 1980-an yang berkembang untuk budidayanya pada tahun 1990, kemudian diikuti oleh negara Thailand dan Vietnam serta Indonesia pada akhir tahun 1990-an. Di Makassar sendiri kepiting soka atau molting dan sering disebut kulit lunak sudah pernah mengisi restoran di kota angin Mamiri ini pada tahun 1980 an yang didapat dari hasil tangkapan alam sehingga sangat terbatas. Setelah budidaya di tambak berkembang mulai dari Medan dan Jawa akhirnya sampai juga ke pembudidaya tradisional di Sulawesi Selatan (Cahyono dan Mulyani. 2011). 

kepiting-soka

Kepiting soka

(Sumber: Permadi dan Juwana, 2016)


Kepiting bakau (Scylla serrata ForsskÃ¥l, 1775) merupakan salah satu komoditas perikanan penting di Indonesia sejak awal tahun 1980-an (Wijaya et al., 2010 dalam Wicaksono et al., 2014). Produksi kepiting bakau meningkat sebanyak 14,3% per tahun selama satu dekade (1985-1994). Pada tahun 1994, produksi kepiting bakau ini mencapai 8.756 ton dengan 66,7% berasal dari penangkapan dan 33,3% berasal dari budidaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1985–1994 dalam Wicaksono et al., 2014). Pada tahun 2008, produksi kepiting bakau mencapai 26.628 ton dan mengalami peningkatan sebanyak 7,32% pada tahun 2012 dengan volume mencapai 33.910 ton (Kementerian Kelautan Perikanan, 2012 dalam Wicaksono et al., 2014).


BUDIDAYA KEPITING OLOK

  1. Metode Sangkar Massal

budidaya-kepiting-olok


Keterangan:

  1. Teknologi budidaya kepiting soka sistem massal yang dilengkapi dengan kolam moulting. Kastrasi dengan memotong semua kaki dan memotong ujung capit. Kaki belakang dan capit tidak dipotong. 

  2. Sangkar massal berisi kepiting kelas C.

  3. dan d) Monitoring dan kepiting yang sedang ganti kulit (tanda panah) di kolam moulting 

(Sumber: Suswanto dan Mulyadi, 2011 dalam Suswanto dan Munir, 2018)


Pemeliharaan pada sangkar massal merupakan fase pengumpulan energi untuk pemulihan dari perlukaan pemotongan kaki/kastrasi sekaligus untuk pertumbuhan menuju kepiting dewasa. Oleh karena itu, fase ini menentukan kuat atau lemahnya kepiting saat melewati proses ganti kulit. Berdasarkan lamanya penyembuhan maka kepiting dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu ukuran kecil (maksimal 0,7 ons atau berisi 14-15 ekor/kg); ukuran sedang (maksimal 1 ons atau berisi 10 ekor) dan ukuran besar (maksimal 1,5 ons atau berisi 8 ekor/kg). Masing-masing ukuran membutuhkan masa persiapan ganti kulit berturut-turut 14, 17 dan 21 hari perawatan setelah kastrasi. Hal ini penting diketahui karena menentukan waktu pemindahan kepiting dari sangkar massal ke kolam moulting. Ukuran kepiting lebih dari 0,7 ons tidak disarankan untuk dijadikan bibit kepiting soka.

kolam-moulting-kepiting

Teknik budidaya kepiting soka menggunakan sangkar massal disertai kolam

moulting 

(Sumber: Suswanto dan Mulyadi, 2011 dalam Suswanto dan Munir, 2018)


  1. Metode Popeye

Tahap persiapan meliputi persiapan wadah yaitu basket yang digunakan berukuran 25 x 16 x 15 cm sebanyak 48 buah dimana pada bagian bawah basket dipasang jaring dengan tujuan menjaga dan menahan sisa pakan yang tidak termakan agar tetap di dalam basket. Tahap persiapan hewan uji kepiting bakau yang akan digunakan adalah kepiting bakau yang berjenis kelamin jantan dan betina dengan bobot awal setelah dilakukan metode popeye (pemotongan kaki jalan) kepiting yaitu 70,83±0,57 g/ekor. dalam setiap perlakuan dan ulangan menggunakan 4 ekor kepiting, yang terdiri dari 2 ekor kepiting jantan dan 2 ekor kepiting betina jumlah keseluruhan kepiting yang digunakan adalah sebanyak 48 ekor. Tahap persiapan pakan uji ikan petek, keong mas, usus ayam dicuci dengan menggunakan air bersih kemudian dilakukan pemotongan ukuran kira-kira 1-3 cm masing-masing berat pakan sesuai dengan berat yang disesuaikan dengan bobot biomassa kepiting. Proses pemanenan kepiting bakau cangkang lunak dilakukan secara bertahap dan selektif dengan waktu pengontrolan pada saat panen yaitu pagi hari pukul 08.00 dan sore hari 16.00 dan malam hari pukul 22.00 - 00.00 WIB. Kepiting yang sudah mengalami molting atau ganti cangkang harus segera diangkat dan dilakukan pengambilan data. Pengamatan pada penelitian ini berakhir ketika terjadi molting atau ganti cangkang pada kepiting yang diuji. Kemudian diikuti oleh kepiting berikutnya yang dipanen secara parsial (Wahyuningsih et al., 2015).


KEPITING OLOK DI PROBOLINGGO

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu kabupaten penghasil kepiting Bakau. Tercatat ada 19 pengepul kepiting yang tersebar di beberapa kecamatan di Probolinggo (Hari Purnomo, Kabid Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Probolinggo, komunikasi personal). Menurut Purwati dan Suyarso (2012) dalam Permadi dan Juwana (2016), Kabupaten Probolinggo merupakan lokasi yang memenuhi syarat untuk melakukan aktivitas budidaya kepiting karena stok kepiting alami tersedia sepanjang tahun. Selain itu, stok ikan rucah tersedia dari tambak-tambak di Probolinggo. Menurut Mahmud dan Mamun (2012) dalam Permadi dan Juwana (2016), lokasi budidaya kepiting yang baik adalah daerah yang memiliki ketersediaan kepiting secara alami, mempunyai alur pemasaran yang potensial untuk kepiting, dan kemudahan dalam jalur transportasi air maupun darat.

olahan-kepiting-olok

Olahan kepiting olok 

(Sumber: https://www.idntimes.com/food/dining-guide/maria-liana/5-kuliner-khas-probolinggo-lezatnya-bisa-bikin-ketagihan-exp-c1c2)


Budidaya kepiting olok tersebar dari Desa Curahsawo, Kecamatan Gending hingga Kecamatan Kraksaan, Probolinggo. Untuk mencicipi kepiting olok, kamu wajib menelusuri Kota Probolinggo untuk membandingkan harga dan tentu saja rasa. Namun, kedai-kedai seperti Rumah Makan Taman Air Handayani atau Kepiting Kraksaan Arto Moro di kawasan Panglima Sudirman bisa jadi referensi utamanya (Sathya, 2019).


KANDUNGAN KOLESTEROL

Membicarakan kepiting tak lengkap rasanya jika tak mengetahui kandungan kolesterolnya. Seringkali kepiting menjadi pantangan bagi orang yang sensitif dengan kolesterol. Menurut Karim (2005) dalam Pramudya et al. (2013), berdasarkan hasil analisis proksimat diketahui bahwa daging kepiting bakau mengandung protein 44,85-50,58%, lemak 10,52-13,08% dan energi 3.579-3.724 kkal/g. Selain itu, daging kepiting diduga memiliki kandungan kolesterol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syafiq (2008) dalam Pramudya et al. (2013) dan U.S. Department of Agriculture, kepiting mempunyai kandungan kolesterol masing-masing sebesar 76 mg/100g dan 78 mg/100g.


Berdasarkan hasil penelitian Pramudya et al. (2013), kepiting jantan yang berasal dari Pemalang maupun Demak memiliki kandungan kolesterol yang lebih besar dibandingkan dengan kepiting betina, masing-masing sebesar 66,67 mg/100g dan 61,67 mg/100g pada kepiting jantan dan 64,67 mg/100g dan 58,33 mg/100g pada kepiting betina. Hal ini diduga kepiting jantan memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan kepiting betina. Sehingga aktivitas makannya lebih besar dibandingkan kepiting betina. Selain itu, energi yang tersimpan dalam tubuh kepiting jantan hanya digunakan untuk pertumbuhan dan pembesaran capit. Sedangkan pada kepiting betina, energi yang tersimpan dalam tubuh selain untuk pertumbuhan juga digunakan untuk moulting dan persiapan dalam proses pematangan gonad. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Gunamalai et al. (2003) dalam Pramudya et al. (2013), hormon steroid utama pada arthropoda fungsi utamanya digunakan sebagai hormon moulting, mengatur fungsi fisiologi, seperti pertumbuhan dan reproduksi.


KANDUNGAN GIZI

Komposisi proksimat setiap fase molting (intermolt, premolt, molt dan post molt) kepiting uji menunjukkan bahwa protein memiliki persentase terbesar dari nutrisi lainnya dengan persentase 34.53 – 64.41 %. Lemak dengan persentase 8.25 – 13.88 %, serta karbohidrat 0,88 - 13.66 %. Hal ini menunjukkan bahwa kepiting membutuhkan protein dalam jumlah yang besar pada setiap fase molting. Persentase protein dan karbohidrat menunjukkan perubahan persentase yang besar, sedangkan lemak menunjukkan perubahan persentase yang tidak jauh berbeda.


Referensi:

BPS Kabupaten Probolinggo. 2014. Profil Kabupaten Probolinggo Tahun 2014. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Probolinggo.

Cahyono, I. dan S. Mulyani. 2011. Usaha diversifikasi budidaya kepiting soka dan bandeng (Chanos chanos) di tambak tradisional. Jurnal Balik Diwa. 2 (1): 26-30.

Delang, T. T. 2016. Budaya, makanan dan ciri khas Kota Probolinggo. http://tiaratanjung.student.umm.ac.id/page/2/. Diakses pada 23 April 2020 pukul 23:30 WIB.

Katiandagho, B. 2012. Komposisi nutrien tubuh pada kepiting bakau (Scylla spp.) yang diberi stimulan molting. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan. 5 (2): 78-82.

Kotimah, R. K., Isnaini dan Fauziyah. 2018. Analisis usaha budidaya kepiting soka (Scylla serrata) di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Maspari Journal. 10 (1):17-26.

Permadi, S. dan S. Juwana. 2016. Penetapan kebutuhan harian pakan ikan rucah untuk penggemukan kepiting bakau Scylla paramamosain di keramba jaring dasar. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 1 (1): 75-83.

Pramudya, T. P., C. A. Suryono dan E. Supriyantini. 2013. Kandungan kolesterol kepiting bakau (Scylla serrata) jantan dan betina pada lokasi yang berbeda. Journal of Marine Research. 2 (1): 48-53.

Sathya, A. 2019, Kepiting olok, kuliner laut khas Probolinggo yang bikin ketagihan. https://www.pegipegi.com/travel/kepiting-olok-kuliner-laut-khas-probolinggo-yang-bikin-ketagihan/. Diakses pada 23 April 2020 pukul 23:30 WIB.

Suswanto, I. dan A. M. S. Munir. 2018. Budidaya kepiting soka dengan metoda sangkar massal. Jurnal Pengabdi. 1 (1): 7-16.

Wahyuningsih, Y., Pinandoyo dan L. L. Widowati. 2015. Pengaruh berbagai jenis pakan segar terhadap laju pertumbuhan dan kelulushidupan kepiting bakau (Scylla serrata) cangkang lunak dengan metode popeye. Journal of Aquaculture Management and Technology. 4 (2): 109-116.

Wicaksono, D. L., M. Zainuri dan Widianingsih. 2014. Pengaruh pemberian pakan alami yang berbeda terhadap pertumbuhan kepiting soka di tambak Desa Mangunharjo Kecamatan Tugu. Journal of Marine Research. 3 (3): 265-273.

Comments

Popular posts from this blog

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E