Adakah orang paling pemberani
di dunia? Ada kok, namanya Felix
Baumgartner. Ia adalah seorang penerjun payung dengan julukan The Fearless Felix atau Felix tanpa takut.
Salah satu rekor terhebat yang pernah ia cetak ialah melakukan lompatan bebas dari
luar angkasa. Ia berada pada lapisan stratosfer bumi tepatnya pada ketinggian 39.050 m. Eits,
sebenarnya ia tidak benar-benar berani loh.
Buktinya, yaitu saat dalam proses pelaksanaan misinya itu. Penutup kepalanya
atau helm yang ia kenakan mengalami permasalahan teknis. Ia cukup ragu untuk
terus melanjutkan perjalanannya melintasi langit di atas bumi. Lalu apakah ia
menjadi trauma atau fobia terhadap ketinggian? Sebenarnya apa sih perbedaan
trauma dengan fobia?
Trauma
Trauma
adalah menghadapi atau merasakan sebuah kejadian atau serangkaian kejadian yang berbahaya, baik
bagi fisik maupun psikologis
seseorang, yang membuatnya tidak lagi
merasa aman, menjadikan
merasa tidak berdaya dan pelan dalam menghadapi bahaya.
Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa trauma bukan semata-mata gejala
kejiwaan yang bersifat individual. Trauma muncul sebagai akibat
dari saling keterkaitan
antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan. Trauma
dalam sebuah buku
yang dikeluarkan oleh American Psichyatric Association didefinisikan dengan sebuah kejadian atau serangkaian
kejadian yang mengancam
atau menimbulkan kematian atau luka yang berbahaya atau sebuah ancaman terhadap integritas psikologis
seseorang. Dan Poerwadarminta mendefinisikan masa lalu sama dengan
masa lampau atau lewat, yaitu
suatu situasi yang terjadi, menimpa atau dilakukan oleh individu pada masa lalu (Ilham, 2016).
Berbagai
peristiwa traumatik banyak terjadi di Indonesia, baik karena peristiwa alam
atau perilaku manusia. Konflik sosial merupakan salah satu peristiwa traumatik
yang sering terjadi di Indonesia. Bahkan, pada tahun 1997-2005 konflik antarkelompok
masyarakat sangat banyak terjadi sehingga
konflik itu menjadi musibah nasional bagi Indonesia. Penanganan trauma yang sangat popular dilakukan secara individu.
Melihat kasus konflik yang terjadi di Indonesia, penanganan dengan pendekatan
komunitas dianggap lebih penting (Latipun, 2014).
Penanganan
trauma dapat
berupa banyak hal, sebagaimana yang kerap
dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial dan pemberdayaan. Semua bentuk pendampingan
dan pelayanan yang diberikan kepada korban
kekerasan termasuk dalam kategori penanganan. Penanganan bisa berbentuk: pendampingan fisik (pengobatan fisik:
kesehatan), pendampingan
psikologis (pemberian terapi-terapi psikologis), pendampingan
psikologis dengan metode farmakoterapi (pengobatan dengan menggunakan media obat-obat: penenang dan lain-lain), serta pendampingan
hukum (pemberian bantuan kepada korban untuk mendapatkan
hak-haknya dan akan didampingi jika terdapat kasus yang perlu diperkarakan) (Ilham, 2016).
Baca Juga : Viral Creative Writing
Fobia
Rasa
takut berlebih yang dialami seseorang dalam ilmu psikologi dikenal dengan istilah
fobia. Fobia atau yang dalam bahasa Yunani disebut dengan phobos, adalah
rasa takut berlebih yang terjadi
pada seseorang yang berlangsung secara terus-menerus pada suatu objek yang
sifatnya irasional. Rafy (2004) dalam Rachmaniar (2015). menyatakan
bahwa fobia adalah ketakutan yang berlebih-lebihan terhadap benda-benda atau
situasi-situasi tertentu yang seringkali tidak beralasan dan tidak berdasarkan
pada kenyataan. Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau
fenomena. Menurut Dr. Rasdi Maslim dalam PPDGJ-III,
fobia terbagi menjadi tiga. Yaitu, agorafobia, fobia sosial dan fobia spesifik.
Banyak jenis fobia spesifik yang
ditemukan lebih dari 350 macam (Gersley, 2001 dalam Hendriyani dan Ahadiyah, 2012).
Fobia
spesifik merupakan sebuah ketakutan
berlebih yang dimiliki individu terhadap
objek atau situasi tertentu. Halgin dan
Whitbourne (2009) dalam Arfian dan Sriningsih (2015) mengungkapkan bahwa fobia
spesifik adalah ketakutan irasional dan menetap
pada objek khusus, aktivitas, dan situasi
yang menyebabkan respons kecemasan secara tiba-tiba, menyebabkan gangguan signifikan dalam performa dan menghasilkan perilaku menghindar. Fobia spesifik adalah salah satu gangguan psikologis yang umum dialami sekitar 7 sampai 11% dari populasi umum (Nevid et al., 2005 dalam Arfian dan Sriningsih (2015)). Halgin
dan
Whitbourne (2009) dalam Arfian dan Sriningsih (2015) mengungkapkan bahwa fobia spesifik dialami rata-rata 13,2% dalam sampel komunitas.
Salah satu contoh fobia spesifik
adalah pediophobia. Pediophobia adalah suatu ketakutan terhadap boneka atau anak-anak.
Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani yaitu paidion yang berarti “anak
kecil” (Hendriyani dan Ahadiyah, 2012). Ada juga fobia terhadap kucing. Ternyata banyak orang yang
takut terhadap hewan lucu yang satu ini. Orang yang fobia kucing
khawatir akan
dicakar
atau mencakar benda-benda di sekitarnya, membuat terkejut, senang mencuri
makanan, membuang kotoran di berbagai tempat dan mengotori tempat dengan
bulu-bulunya (Wima, 2015 dalam Arief et al., 2017).
Apa fobia terkonyol yang pernah kamu dengar? Merupakan sebuah pertanyaan yang sempat diajukan di Quora.
Ternyata banyak juga orang yang mempunyai fobia tak biasa cenderung tidak
wajar. Salah satunya fobia sekolah
yang mungkin akan dialami kita semua para “perusuh” di sekolah. Menurut Safithry
(2015) siswa dapat mengalami school
refusal,
yaitu
kejadian dimana seorang anak mengalami keengganan
untuk datang ke sekolah karena suatu sebab. School refusal ini kasus
yang masih ringan dibandingkan dengan fobia sekolah. Fobia sekolah/school
phobia biasanya lebih sering disertai dengan gejala fisik misalnya
tiba-tiba sakit kepala, muntah, sakit perut dan perasaan tegang, takut yang
berlebihan ketika akan masuk sekolah. School refusal yang kurang
ditangani dengan baik biasanya akan berkembang menjadi fobia sekolah. Ada juga fobia menggelitik para siswa yang seketika pura-pura mencatat saat guru akan bertanya
(termasuk penulis sendiri). Menurut Atrup dan Fatmawati (2018), fobia ini ditunjukkan dengan gejala saat ketika ditunjuk guru untuk maju kedepan menjawab soal yang diberikan, siswa lebih memilih untuk tetap diam dan tidak mau menjawab, kemudian ketika ada seminar atau penyuluhan pada sesi tanya jawab biasanya siswa enggan untuk bertanya. Di sini, siswa yang enggan atau takut untuk berbicara di depan umum biasa
disebut dengan glossophobia.
Prinsip dasar penerapan hipnosis teknik regression therapy dijelaskan Gunawan
(2012) dalam Atrup dan Fatmawati (2018), bahwa teknik ini digunakan dengan membawa konseli mundur ke masa lampau guna menemukan akar masalah dan melakukan terapi. Setelah akar masalahnya ditemukan, baru dilakukan terapi. Terdapat empat tahap dalam teknik regression therapy, yaitu tahap persiapan, regresi (mundur ke masa lalu), menangani abreaction dan pembelajaran ulang bawah sadari.
Sebagai seseorang yang pernah
belajar di fakultas dengan aktivitas “katanya identik jalan-jalan mulu”. Serta semua mahasiswanya pandai
berenang bahkan menyelami lautan. Ternyata penulis pernah mengalami momen
terburuk hampir tenggelam karena sebuah kecorobohan diri-sendiri di masa lalu.
Trauma berakibat pada fobia. Malu rasanya kuliah perikanan tetapi gak bisa berenang. Dengan terpaksa harus
melawan rasa takut. Beruntungnya memiliki orang-orang baik di sekitar yang terus
memberi support bahkan pelatihan
renang gratis. Walaupun penuh rasa khawatir dan ketakutan yang menghantui.
Akhirnya sudah tak ada lagi yang namanya takut tenggelam. Kalau tenggelam dan mati, ya sudah pasrah dong. Mau gimana lagi?
Selain, pernah tenggelam, orang
terdekat mengetahui bahwa penulis juga trauma terhadap motor. Lucu kan? Silakan tertawa. Bukan takut
bertemu motor atau bahkan enggan menaikinya. Jangan salah, sudah berkelana
melalang buana dengan motor bahkan yang terjauh dari Malang ke Tuban. Tapi sayangnya
hanya sebagai orang yang dibonceng. Ya. Takut nyetir motor sendiri. Karena peristiwa kecelakaan berkali-kali yang
pernah dialami. Mulai dari kejadian jatuh tak terhitung jumlahnya, hampir menabrak
orang membawa rumput dan mencium bagian belakang mobil pick up. Jika sedikit saja lengah akan menyebabkan kematian bagi kambing
yang seenaknya menyeberang jalan tanpa melihat rambu-rambu lalu lintas. Padahal
saat itu hanya menjadi orang yang dibonceng bukan berperan sebagai pengemudi.
Namun apes lagi apes lagi, nasib. Ditambah pula dengan berita-berita pengemudi motor
yang tewas terlindas truk bertebaran setiap hari serta disodorkan bukti videonya.
Makin menjadi-jadi rasa takut dan
kepikiran jika terlindas, uh. Tentunya banyak candaan dan hinaan yang diterima.
Mulai dari cemen, ngerepotin aja kalau gak bisa naik motor
sendiri hingga umpatan pun sering dilontarkan orang disekitar. Bukan tak mau
melawan ketakutan. Atau bahkan tak pernah ada usaha loh! Pertamakalinya berusaha belajar naik motor malah jatuh tersungkur masuk ke dalam got, apes lagi kan. Hingga bertahun-tahun
lamanya berselimut rasa takut.
Saat anak muda sibuk bergabung
dengan geng motor serta dengan bangganya ikut meramaikan lomba adu balap liar
motor yang dibelikan orang tuanya. Atau sibuk memodifikasi suara knalpot agar
semakin cempreng dan mem-blayer gas motor. Penulis hanya bisa terperosok
ke dalam got. Alhasil motor bebek tua satu-satunya milik keluarga harus
kehilangan sayap di kanan-kirinya. Mungkin ini adalah aib tetapi tak ada salahnya
berbagi. Namun dengan penuh tekad, penulis sedang belajar nyetir motor saat ini (doakan segera cakap dan selamat ya). Penulis
sebagai bukti, artinya orang bisa melawan ketakutannya bukan hanya dengan modal
niat dari dalam diri. Namun juga peran orang-orang disekitarnya yang terus
menguatkan, mendorong bahkan menemani untuk menghilangkan perasaan takut itu. Mulai
dari trauma akibat kekerasan fisik, psikis termasuk seksual. Karena hal itu
merupakan sesuatu yang memalukan, banyak yang lebih memilih untuk menutupnya
rapat-rapat. Speak up, guys!
Referensi:
Arfian, M. Y. dan Sriningsih. 2015. Efikasi diri remaja putri dengan fobia spesifik. InSight. 17 (2): 141-150.
Arief, M. P. Satiadarma dan D. Suryadi. 2017. Penerapan art
therapy dalam mengatasi fobia kucing pada individu dewasa. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni. 1 (2): 1-10.
Atrup dan D. Fatmawati.
2018. Hipnoterapi
teknik regression therapy untuk menangani penderita glossophobia siswa sekolah menengah pertama. Jurnal Pinus. 3 (2): 138-149.
Hendriyani, R. dan A. Ahadiyah.
2012. Faktor-faktor
yang menyebabkan pediophobia (studi kasus
pada penderita pediophobia). Jurnal Psikologi Ilmiah Intuisi. 4 (2):
1-10.
Ilham, L. 2016. Penanganan perempuan korban trauma masa lalu di Lembaga Kiprah Perempuan (Kipper) Yogyakarta. Skripsi. Prodi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Latipun. 2014. Pemulihan trauma
berbasis komunitas: pengalaman Indonesia dalam intervensi trauma massal. Jurnal Sains dan
Praktik Psikologi.
2
(3): 278-285.
Rachmaniar. 2015. Komunikasi
terapeutik orang tua dengan anak fobia spesifik. Jurnal Kajian Komunikasi. 3 (2): 93-111.
Safithry, E. A. 2015.
Penerapan play
therapy untuk meningkatkan perilaku bersekolah pada anak dengan school
refusal behavior (SRB). Jurnal
Anterior. 15 (1): 30-38.
Comments
Post a Comment