Maukah kau menjadi istriku? Maukah kau mendampingiku
untuk melangkah hingga puncak kesuksesan? Maukah kau menjadi ibu dari anak-anak
kita nanti?
Mendengarkan kalimat-kalimat diatas, seketika para single sejati alias jomblo ngenes (jones), hatinya akan dibuat klepek-klepek. Apalagi yang melamar
adalah pangeran tampan, gagah berani nan kaya raya turun dari kahyangan seperti
artis k-pop yang imut-imut. Duh, bagaikan tertimpa durian runtuh saja.. Eitss,,,
bangun-bangun, sudah pagi, jangan kebanyakan tidur, jadinya mimpi yang
aneh-aneh (ibu yang sedang membangunkan anaknya dengan menyiramkan air). Yah…
selesai deh mimpinya..
Membicarakan pernikahan adalah salah satu hal paling
dinantikan para pemuda pemudi yang sudah melewati masa pubertas. Berangan-angan
dan bertanya-tanya, siapakah kelak jodohnya, seperti apa wajahnya, pandai nggak?
Alhasil topik pembicaraan pernikahan selalu menjadi nomer satu. Dan muncullah celetukan, “Aku Pingin Nikah”. Saat di masa perkuliahan, tidak hanya soal
akademik, organisasi atau nongkrong-nongkrong
saja yang menjadi kegiatan rutin. Herannya, entah mengapa selalu berada di
lingkaran pertemanan yang tertarik membahas pernikahan. Mulai dari maba
(mahasiswa baru), apalagi di semester tua yang berkutat dengan skripsi dan
serasa ingin segera lulus lalu langsung nikah saja. Melihat foto bayi
menggemaskan langsung kepikiran ingin punya banyak anak apalagi anak kembar..
Baca Juga : Jangan Jadi Sampah
Pernikahan dianggap sebagai jalan untuk melarikan diri. Terbebas dari kewajiban, terutama perempuan, tidak ada tuntutan untuk
mencari nafkah. Saat berselancar di dunia maya, tak sengaja menemukan sebuah
artikel dari Liputan6.com yang berjudul “Di
Dunia Orang Indonesia yang Paling Kebelet Nikah?”. Walaupun judulnya diakhiri
tanda tanya, seketika kata miris yang terlintas di pikiran. Lalu apakah benar
seperti itu kenyataannya? Bicara
soal menikah, setiap negara ternyata punya statistik masing-masing untuk usia
pernikahan pertama. Dilansir dari Wikipedia, negara dengan penyandang
rata-rata usia pernikahan pertama termuda adalah Chad, yakni 19,2 tahun. Sementara
negara dengan rata-rata usia pernikahan pertama tertua adalah
Islandia, yaitu 33,7 tahun. Bagaimana
dengan Indonesia? Berikut usia rata-rata pernikahan di beberapa negara:
a. Korea Selatan, usia rata-rata
pernikahan laki-laki adalah
32,6 tahun dan perempuan adalah
30 tahun. Rata-ratanya adalah 31,1 tahun.
b. Cina, usia rata-rata pernikahan laki-laki
adalah 25,8 tahun dan perempuan adalah
23,8 tahun. Rata-ratanya adalah 24,8
tahun.
c. Malaysia, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 28
tahun dan perempuan adalah
25,7 tahun.
Rata-ratanya adalah 26,9
tahun.
d. India, usia rata-rata pernikahan laki-laki
adalah 26 tahun dan perempuan adalah
22,2 tahun. Rata-ratanya adalah 24,1
tahun.
e. Inggris, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 33,1 tahun dan perempuan adalah 30 tahun.
Rata-ratanya adalah 31,6
tahun.
f. Perancis, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 33,1 tahun
dan perempuan adalah
30,8 tahun, Rata-ratanya adalah 31,9 tahun.
g. Norwegia, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 34,4 tahun dan perempuan adalah 31,6 tahun. Rata-ratanya adalah 33 tahun.
h. Amerika, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 29 tahun dan perempuan adalah 27 tahun. Rata-ratanya adalah 28 tahun.
i. Meksiko, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 29 tahun dan perempuan adalah 26 tahun. Rata-ratanya adalah 27,5 tahun.
j. Thailand, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 24,4 tahun dan perempuan adalah 21 tahun. Rata-ratanya adalah 22,7 tahun.
k. Jepang, usia rata-rata pernikahan laki-laki adalah 30,9 tahun dan perempuan adalah 29,3 tahun. Rata-ratanya adalah 29,7 tahun.
l. Jerman, usia rata-rata pernikahan laki-laki
adalah 33,4 tahun dan perempuan adalah
30,9 tahun. Rata-ratanya adalah 32,2
tahun.
m. Brazil, usia rata-rata pernikahan laki-laki
adalah 28 tahun dan perempuan adalah
26 tahun. Rata-ratanya
adalah 27 tahun.
n. Mesir, usia rata-rata pernikahan laki-laki
adalah 33,6 tahun dan perempuan adalah
27,9 tahun. Rata-ratanya
adalah 30,8 tahun.
o. Terakhir,
rata-rata usia pernikahan di Indonesia untuk laki-laki adalah 25,7 tahun dan untuk perempuan adalah 22,3 tahun. Dengan
rata-rata 24 tahun.
Itulah beberapa usia pernikahan
pertama di masing-masing negara. Tentunya ada banyak faktor yang memengaruhi
angka ini, misalnya kemajuan ekonomi dan
prioritas masyarakat. Negara-negara
maju biasanya punya angka usia pernikahan pertama yang lebih tua dibanding
negara berkembang. Walaupun Indonesia bukanlah negara
yang memiliki rata-rata usia pernikahan yang terlalu muda. Namun keadaan di
masyarakat saat ini nampaknya terbawa trend
untuk menikah muda.
Sedang viralnya Menikah Muda, mengajak para remaja untuk hijrah menikah
dibandingkan pacaran. “Aku sendiri tidak
sepenuhnya mendukung”. Mendukung untuk lebih memilih menikah dibandingkan
berbuat maksiat sih iya. Namun kurang setuju dengan ajakan menikah muda,
mengapa? Pernikahan itu tak semudah yang
dibayangkan. Apakah sudah siap kebebasannya
terenggut? Yang biasanya bisa hang out
kemana saja maka kali ini harus beres-beres rumah. Yang biasanya foya-foya
menghabiskan uang jajan dari orang tua. Sekarang harus bisa menghasilkan uang sendiri
untuk membeli popok dan susu anak.
Momen pernikahan bukan lagi dianggap sebagai momen sakral. Karena begitu mudahnya
orang berujar mengungkapkan janji cinta
sehidup semati. Namun pada akhirnya mengucapkan kata perpisahan. Menikah tak seperti memilih baju yang bisa asal-asalan. Menikah itu untuk
seumur hidup. Namun realitas yang ada, di saat tingkat pernikahan muda yang tinggi, dibarengi dengan tingkat perceraian yang membuat kita geleng-geleng
kepala pula. Merujuk data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tingkat perceraian
keluarga Indonesia dari waktu ke waktu memang semakin meningkat. Pasca
reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga
Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian
mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai
18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang
bercerai tahun itu. Melihat tingginya angka perceraian, akhirnya DPR akan mengesahkan revisi UU Perkawinan No 1/1974 dalam
rapat paripurna dan menyepakati usia minimum nikah bagi laki-laki dan perempuan
jadi 19 tahun.
Pernikahan bukanlah ajang kompetisi. Dimana ada
teman yang menikah, kita juga ingin segera menikah. Alhasil kesiapan cukup
rendah. Mulai dari ekonomi yang belum stabil hingga mental yang masih
terombang-ambing. Menikah bukan hanya bermodalkan kata cinta sama cinta. Tapi
kan, nanti bisa berjuang bareng? Hallo, tolong dong pikirannya maju kedepan… Untuk
apa berlomba-lomba segera menikah? Biar bisa punya temen ke kondangan? Berharap
segera menimang buah hati? Menikah itu
menyatukan segala aspek, mulai dua keluarga hingga karakter setiap
pasangan. Karena kurang kesiapan itulah, perceraian yang menjadi jalan keluar. Belum
siap menghadapi masalah dan belum bisa saling menahan ego masing-masing. Alhasil
banyak buah cinta yang menjadi korban. Perceraian dini menjamur. Anak yang tak pernah diharapkan untuk lahir
ke dunia yang pada akhirnya memperoleh dampaknya. Kehilangan salah satu
sosok orang tua, tumbuh dengan kekurangan kasih sayang dan sebagainya. Banyak sudah
kita saksikan bukti “rusaknya” anak karena ketidakbecusan orang tua. Banyak
anak banyak rejeki? Mungkin ungkapan itu pantas diterapkan di zaman bapak ibu
kita. Saat ini kita sudah merasakan dampak climate
change kan, akibat pertumbuhan populasi manusia yang jumlahnya hingga
miliaran? Duh,,, semakin melebar nih pembahasannya…
Di saat maraknya pernikahan muda, tingkat pendidikan
di Indonesia terus mengalami kemerosotan.
Nilai PISA sudah keluar dan yang cukup menyedihkan adalah
Indonesia masih belum beranjak dari papan bawah. Berturut-turut, nilai untuk
Membaca, Matematika, dan Sains dari hasil tes di 2018 adalah 371, 379, dan 396.
Nilai ini mengalami penurunan dibanding tes di tahun 2015, di mana
berturut-turut Membaca, Matematika, dan Sains kita meraih skor 397, 386, 403. Apa itu PISA? PISA
yang singkatan dari Programme for International Student Assessment atau Program
Penilaian Pelajar Internasional. Program ini dibuat untuk menguji performa
akademis anak-anak sekolah secara rata-rata di setiap negara. PISA diselenggarakan
oleh OECD (Organization for Economic
CO-operation and Development). Padahal di lain sisi, seringkali
kita mendengar kabar bahwa anak bangsa selalu menjuarai kompetisi olimpiade matematika.
Apa hubungan
pernikahan dengan pendidikan? Pendidikan berfungsi untuk menunda perkawinan. Analisis terhadap perempuan pernah kawin berdasarkan data Susenas dari tahun 2008-2012 menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang
lebih rendah berhubungan dengan prevalensi perkawinan usia anak yang lebih tinggi. Selain itu dengan adanya pendidikan yang lebih
tinggi akan menjamin kesiapan mental yang tinggi pula untuk menikah. Baik itu
siap memiliki pasangan hingga siap mendidik anak. Yang kebelet nikah, apakah sudah siap
mendidik seorang anak? Bukan hanya bisa membelikan banyak mainan, baju
bagus, fasilitas lengkap dan sekolah mahal saja. Orang tua sebagai guru pertama yang harus mampu mengajar terutama
nilai-nilai moral. Mengajar bukanlah
tugas seorang guru saja, orang tua adalah yang utama.
Jangan ikutan trend!! Jika memang belum mampu, maka jangan menikah dulu. Bukankah
jodoh sudah digariskan keberadaannya? Lantas mengapa masih seperti cacing
kepanasan ngebet nikah? Kalau dirasa sudah siap finansial, kesehatan dan mental. Monggo silakan di
gas untuk menikah.. Karena tak ada standar resmi usia pantas untuk menikah. Jadi
menikahlah jika memang sudah siap.
Catatan: foto diatas hanya reka adegan proses lamaran.
Referensi:
Badan Pusat Statistik.
2016. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan
Usia Anak di Indonesia, Berdasarkan
Hasil Susenas 2008-2012 dan Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik: Jakarta.
Dewabrata, M. 2019. Hasil PISA 2018 resmi diumumkan,
Indonesia alami penurunan skor di setiap bidang. https://www.zenius.net/blog/23169/pisa-20182-2019-standar-internasional. Diakses pada 2 Januari 2020 pukul 16:00 WIB.
Hutasoit,
M. 2018. Fakta di
balik tingginya angka perceraian di Indonesia. https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia. Diakses pada 2 Januari 2020 pukul
16:00 WIB.
Maharani, T. 2019. Revisi UU Perkawinan disahkan
DPR hari ini, usia minimal nikah jadi 19 tahun. https://news.detik.com/berita/d-4708125/revisi-uu-perkawinan-disahkan-dpr-hari-ini-usia-minimal-nikah-jadi-19-tahun.
Diakses pada 2 Januari 2020 pukul 16:00 WIB.
Maharsi, A. L. 2019. Cek Rata-rata usia menikah di
15 negara ini, kamu termasuk nikah cepat atau telat nih?. https://www.hipwee.com/wedding/cek-rata-rata-usia-menikah-di-15-negara-ini-kamu-termasuk-nikah-cepat-atau-telat-nih/. Diakses pada 2 Januari 2020 pukul 16:00 WIB.
Syarifah, F. 2017. https://www.liputan6.com/health/read/3158064/di-dunia-orang-indonesia-yang-paling-kebelet-nikah. Diakses pada 2 Januari 2020 pukul 16:00 WIB.
Comments
Post a Comment