Magang Tambak |
Tambak? Kolam sama gak sih dengan tambak? Hihi, ku gak mau bahas pengertian tambak dong. Memilih Tambak Udang Vannamei dibandingkan jenis udang maupun ikan lain bukanlah tak beralasan. Sebelum menjamurnya budidaya udang vannamei di Indonesia. Pendahulunya, udang windu harus hengkang karena terinfeksi White Spot Virus. Selain itu budidaya udang vannamei dinilai lebih mudah dibandingkan udang windu. Pasar udang vannamei bukanlah lokal namun ekspor ke Amerika Serikat, Benua Eropa dan negara-negara maju lainnya. Tentunya proses budidaya udang vannamei memerlukan ketepatan dan ketelatenan. Karena keuntungan besar yang dijanjikan.
Berawal dari ajakan kakak tingkat satu organisasi,
yaitu Mbak Lisa. Aku memberanikan diri mengorbankan waktu libur semesterku
untuk magang selama 2 minggu. Awalnya aku takut, aku mengajak temanku, Ifa agar
tak sendirian yang angkatan 2015 pikirku saat itu. Pertama kalinya aku terjun
ke kolam ikan, yaitu saat Praktikum Dasar-Dasar Akuakultur. Membersihkan kolam,
mencabuti rumput, menabur pupuk kandang dan bertemu tamu tak terduga, yaitu
ular haha. Seperti kuli ya? Eitts, jangan salah, makanya anak perikanan strong
wkwk. Bukannya kapok, praktikum ini sebagai inspirasi diriku untuk magang di
tambak. Magang dilaksanakan pada Agustus 2016. But I’m sorry, aku lupa
tanggalnya :v maaf sifat pelupaku gak bisa hilang ☹.
Magang ini dilaksanakan selama 2 minggu.
Sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
yang mempelajari teknologi pengolahan produk perikanan. Cukup menjadi batu
kerikil yang mengganjal tentunya bagi para pembaca. Bagaikan langit dan bumi,
tak ada garis penghubung antara THP dengan tambak jika dilihat oleh orang awam.
Tapi Anda salah, walaupun THP yang mengolah. THP juga harus tau proses pemeliharaan
(budidaya) ikan sampai awal hingga masuk ke industri pengolahan. Mengapa? Agar mengetahui
kualitas bahan pangan (ikan) yang akan diolah sangatlah baik mutunya.
Bukan hanya itu, alasan magang ini karena nanti
setelah lulus kuliah. Seorang mahasiswa THP akan memperoleh gelar sarjana perikanan (S.Pi). Sekadar info,
di FPIK UB ada 6 prodi, Teknologi Hasil Perikanan (THP), Budidaya Perairan (BP),
Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Agrobisnis Perikanan (AP) dan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan (PSP) yang semuanya akan memiliki gelar sarjana perikanan. Serta satu
lagi Ilmu Kelautan (IK) yang memiliki gelar berbeda, yaitu S.Kel. So, dengan
gelar yang sama menuntut mahasiswa perikanan harus tau bahkan pandai dalam
segala bidang ilmu perikanan kelautan.
Tambak Udang |
Tambak ini terletak di kabupaten tempatku berasal, Probolinggo, tepatnya di Bayeman. Namun karena berada di perbatasan Kabupaten Probolinggo-Pasuruan yang jaraknya jauh dari rumahku. Maka
mengharuskanku untuk meninggalkan rumah dan stay di mess yang telah disediakan
ditengah tambak. Aku tak tahu menahu mengenai lokasi tambak ini. Aku
bermodalkan nekat saja (seperti biasa wkwk). Berangkat mengendarai motor dengan
bapakku. Karena aku belum bisa naik motor saat itu haha. Sesekali bertanya
kepada orang di Pasar Bayeman. Akhirnya kami menuju ke lokasi tambak. Cukup
takjub melihat mess yang berada di tengah tambak. Saat itu kami langsung
disambut oleh Mbak Lisa, Ifa dan beberapa kakak tingkat dari MSP 2014. Tambak tersebut
milik alumni BP FPIK UB, Pak Alim namanya. Saat itu kami langsung diperkenalkan
dengan Pak Topek sebagai teknisi, Pak Hadi dan kru tambak yang lain. Memiliki
sekitar 5 petak tambak dan yang beroperasi 3 tambak (aku sedikit lupa, sorry). Aku
yang dari THP pun tak tahu harus melakukan apa. Beruntungnya aku didampingi
kakak tingkat yang sungguh ramah dan mau membagikan ilmunya. Padahal saat itu
kami baru saja bertemu untuk pertama kalinya. Kami semua berusaha meminta
penjelasan mengenai prosedur kegiatan. Seperti melakukan pemberian pakan
sebanyak tiga kali sehari dan pengukuran kualitas air, seperti kecerahan, pH
dan salinitas.
Pesisir Bayeman |
Menjelang petang hari, kami biasanya menyempatkan diri
menikmati semilir angin pesisir pantai yang hanya berjarak 100 meter dari mess.
Saat malam hari adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu. Kami semua berkumpul
bersama, mengobrol, menonton TV yang hanya ada channel RCTI sehingga hanya bisa
menonton Sinetron Anak Jalanan 😊. Berkeluh-kesah
beratnya kehidupan di tambak. Bahkan beliau semua tidur di mess, pulang ke
rumah hanya untuk makan, mandi dan ganti baju. Kalau di tambak ada namanya
aerator atau kincir air yang terus berputar selama 24 jam. Mati sebentar saja,
udangnya bisa saja mati. Karena dengan adanya aerator ini salah satu fungsinya adalah
meningkatkan jumlah oksigen yang masuk atau terdifusi ke dalam air tambak. Yang
pastinya kita tau sejak dulu bahwa oksigen untuk proses respirasi pada makhluk
hidup. Dan katanya, biaya listrik untuk tambak semi intensif ini mencapai 30
jutaan perbulan. Wow, terkejut saat itu diriku ini. Belum biaya pakan, tenaga
kerja dan lainnya. Butuh modal banyak ya? Jelas dong, makanya jangan meremehkan
prospek bisnis perikanan hihi. Semenjak saat itu jelas saja diriku berkeinginan
memiliki tambak udang (aamiin).
Saat Pak Alim dan rekannya, Pak Agus memberikan materi
mengenai budidaya udang vannamei. Ada kata-kata mutiara dari Pak Agus yang selalu
saya ingat. Kurang lebih seperti ini katanya, “Bisnis UDANG itu kalau ditekuni akan menjadi UANG. Tapi kalau gagal
akan menjadi UTANG”. Tak selamanya budidaya udang selalu menghasilkan
keuntungan tetapi yang penting adalah ketelatenan. Saat udang terinfeksi
penyakit yang memaksa petambak untuk memanen dini dan menjual dengan harga
murah. Cara termudah adalah meminjam uang untuk modal memulai siklus kembali. Oh
ya, sayang sekali saat itu usia udang masih kecil, jadi kami tidak berkesempatan
memanen dan merasakan manis nan gurihnya udang vannamei huhu. Tak mengapa,
selain memperoleh ilmu dan pengalaman berharga. Satu hal yang melekat sampai
sekarang didiriku adalah kenang-kenangan kulit menjadi hitam 😊
Comments
Post a Comment