Skip to main content

Elasmobranchii

 

Mengabdi untuk Mengisi CV?

berjuang
Berjuang

Siapa yang gak mau dapat ilmu dan pengalaman sekaligus berwisata? Apalagi kalau gratis. Duh, dambaan semua orang deh. Terutama buat mahasiswa yang katanya agent of change. Harus punya hard skills dan soft skills? Tak sulit rasanya mencari event pengabdian yang diadakan organisasi. Dengan target pelaksanaan di pelosok negeri dan yang paling di cari adalah ada kata fully funded. Dengan target ingin berkontribusi untuk Indonesia? Menjadi sosok yang bermanfaat? Sebenarnya kegiatan pengabdian sudah diterapkan di beberapa kampus dalam mata kuliah KKN (Kuliah Kerja Nyata). Seperti halnya KKN di Desa Penari yang sedang viral. Sayangnya kegiatan ini sudah ditiadakan di beberapa fakultas di Universitas Brawijaya, termasuk FPIK (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan). Nampaknya dengan alasan meringkas waktu perkuliahan agar kelulusan tidak terlalu molor. Maka program pengabdian hanya dapat diperoleh dengan mengikuti event diluar kampus atau proker (program kerja) yang dimiliki organisasi kampus. Atau berminat mengabdi dengan usaha sendiri? Lantas, apa sebenarnya makna dari pengabdian masyarakat?

Pemberdayaan atau pengabdian atau pembangunan masyarakat pada hakekatnya bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan agar lebih baik, lebih menyenangkan dan mengenakkan masyarakat dari keadaan sebelumnya. Kesejahteraan, itulah yang menjadi tujuan pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat selalu dikaitkan dengan masalah kemiskinan, yang dialami oleh sebagian masyarakat (Sirajuddin dan Iksan, 2017). Mengenakkan yang dimaksud adalah rasa “senang” yang diperoleh masyarakat. Bukan kesenangan pribadi namun kesenangan golongan termasuk desa.


Memang benar, pelaksanaan pengabdian selalu berhubungan dengan permasalahan kemiskinan. Oleh karena itu, pengabdian selalu dilaksanakan di wilayah pedesaan dengan tingkat perekonomian rendah hingga wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Pemberian label terhadap wilayah 3T dilihat dari mobilisasi atau akses transportasi, pendapatan masyarakat dan sebagainya. Padahal kawasan tersebut sebenarnya menyimpan potensi luar biasa. Mulai dari peluang pengelolaan wisata hingga agraria. Sayangnya, daerah yang berada jauh dari Pulau Jawa seringkali dicap “terpencil”.

Banyak organisasi yang menawarkan program pengabdian di daerah yang memiliki keindahan alam. Itu “nilai jualnya”, menarik perhatian masyarakat terutama mahasiswa untuk ikut serta mendaftar. Disamping melaksanakan kegiatan untuk membantu masyarakat setempat, peserta atau dengan nama kerennya adalah volunteer ini diberi reward dengan keelokan alam. Namun setelah pelaksanaan pengabdian apakah bisa relawan benar-benar meninggalkan lokasi pengabdian? Dengan artian program yang dijalankan benar-benar berjalan dan masyarakat mampu mengaplikasikan secara mandiri? Atau hanya saja mencari sertifikat pengabdian bahkan foto keren yang menunjukkan sedang mengajar di pedalaman? Jujur saja, minat tinggi untuk mengikuti program pengabdian apakah hanya untuk mempercantik CV? Orang yang sering mengikuti kegiatan pengabdian memang memiliki rasa kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Namun patut dipertanyakan, apa sebenarnya tujuannya? Apakah tidak punya tujuan hidup hingga seperti air yang bebas mengikuti arus kemana saja? Tak punya target yang perlu dicapai? Melalang buana ke berbagai daerah dengan minat mengabdi kepada masyarakat? Lalu sebenarnya apakah Anda mengenal tetangga Anda sendiri? Mengikuti kegiatan karang taruna setempat? Sebelum berbicara tentang Indonesia. Apa yang bisa Anda berikan untuk desa tempat tinggal atau tempat Anda dilahirkan?

Referensi:
Sirajuddin, D. dan M. Iksan. 2017. Pengembangan Home Industri Dampo’ pisang aneka rasa melalui KKN-PPM di Desa Bassiang Kecamatan Ponrang Selatan Kabupaten Luwu. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1 (1): 22-25.

Comments

Popular posts from this blog

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E