Tak pernah terbayangkan sebelumnya untuk kuliah di perikanan. Jangankan pegang ikan. Suka hewan aja nggak, sekeluarga tidak pernah memelihara hewan. Cita-cita saat sekolah terus berganti-ganti mulai dari pramugari bahkan TNI. Aku sadar diri kok ku tak punya wajah rupawan dan body aduhai. Jadi ku pendam saja cita-cita tak masuk akal itu. Saat SMP aku suka fisika bahkan sampai mengikuti beberapa olimpiade walaupun tak pernah juara, ngenes sekali. Tidak menyangka kan? Sama. Sekarang lihat rumus fisika langsung migrain. Saat kelas sembilan, entah apa yang merasukiku. Aku ingin menjadi dokter anak atau dokter jantung. Aku begitu suka biologi dan anak kecil. Hal ini juga didukung salah satu guru favoritku, semakin semangat belajar dong. But I knew, saya sadar dirilah ya. Biaya pas-pasan, sekolah juga di desa mimpi terlalu tinggi ya imposible lah. Saat menggema quote yang berbunyi, “raihlah mimpi setinggi langit”. Salah satu guru SMP ku yang anti mainstream berkata “raihlah mimpi setinggi langit-langit atap saja, yang mudah digapai, karena kalau jatuh gak akan terlalu sakit, kalau jatuhnya dari langit maka bisa mati”. Benar juga kan? Aku tau maksut beliau bukan menurunkan semangat juang muridnya. Namun kita sebagai manusia selain usaha dan doa juga harus melihat realitas yang ada. Yapppp!!
Bukan dari keluarga pemilik Microsoft maupun Google. Kesempatan dapat uang saku saat sekolah saja masih bisa diitung dengan jari. Ku pasrahkan sajalah hmmm. Masih beruntung lulus SMA pada zaman Program Bidikmisi yang saat itu begitu tenar. Mbakku juga mendapatkan beasiswa bidikmisi di Peternakan UB 2011. Saat pendaftaran SNMPTN, aku memilih jurusan Psikologi dan Biologi di salah satu PTN di Surabaya. Entah aku ingin mempelajari ilmu psikis manusia yang sungguh luar biasa. But ibuku kurang sreg, katanya terlalu jauh. Padahal cuma 2-3 jam dari Probolinggo, OMG. And yeah, berkat salah satunya kurangnya restu itu. Benar saja aku tak diterima. Nangis? Oh jelas, seharian nangis. Jangan dihujat, maklum masih polos.
Setelah itu, ibuku memaksaku untuk ikut tes SBMPTN, tapi aku tak mau, aku menyerah, aku takut gagal lagi. Namun temanku, si L yang juga menyemangati aku. Oke kuputuskan ikut tapi aku mengatakan kepada mereka, jangan berharap banyak. Saat pendaftaran, salah satu guru di SMA ku memyarankan untuk memilih jurusan “yang gak neko-neko”. Seperti pertanian, perikanan dan peternakan. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya, aku tak bermaksud menghina 3 jurusan lalapan (katanya) ini. Tapi ini realitas yang ada di mata masyarakat kita. Akhirnya ku pilih Ilmu Kelautan di pilihan pertama, karena alasannya aku suka laut. Pilihan kedua Teknologi Hasil Perikanan karena ada kata teknologi, pasti seperti teknik yang bikin alat-alat. Sungguh pendek pikiranku saat itu serta memang tidak lagi berkeinginan untuk kuliah. Alasanku memilih Perikanan tak begitu “gila”
jika dibandingkan dengan alasan sebagian teman-temanku. Mulai dari pemilihan
jurusan yang sepenuhnya pilihan dari temannya. Hingga ada yang terburu-buru
memilih jurusan karena digertak teman untuk segera pergi dari warnet. Atau
karena salah menge-klik jurusan pun ada. Sangat menggelitik memang. Dan yang terakhir tetap biologi yang menjadi keinginan. Btw maaf tak kutemukan lembar pendaftarannya. Selain itu, ibuku menyuruhku mengikuti tes tulis di salah satu sekolah vokasi di Jawa Timur. Aku mendaftar bersama temanku, sebut saja si M. Karena juga menerima mahasiswa beasiswa bidikmisi. Semua menyarankan memilih pertanian. Namun aku kekeuh memilih Prodi Gizi Klinik di pilihan pertama, Pertanian di pilihan kedua dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di pilihan terakhir.
Baca Juga : Bayar Utang!!! Ini Hasil Survei
Baca Juga : Bayar Utang!!! Ini Hasil Survei
Wow, saat tes SBMPTN tiba, aku yang tak seberuntung teman-temanku yang ikut les sampai biayanya berjuta-juta. Aku yang mengandalkan soal SBMPTN tahun lawas dan soal dari internetan di warnet. Benar saja, soal TKD (kalau gak salah namanya, yang soalnya MIPA), aku cuma bisa mengerjakan 12 soal, matematika tidak diisi sama sekali. Saat mengumpulkan lembar jawaban, melihat sebelah bangkuku, lembar jawabannya penuh. Langsung menciut dong kepercayaan diriku, ya sudahlah jalan satu-satunya pasrah. Sedangkan saat tes di sekolah vokasi, soalnya entah mengapa begitu mudah, dari 90 soal, aku mampu mengerjakan 70 soal. Tapi aku gak mau terlalu percaya diri lagi. Takut merasakan sakit saat pengumuman SNMPTN. Selama penantian pengumuman, petugas survei dari UB dan yang satunya juga tentu ke rumah.
Menunggu hasil tes yang jelas sangat tidak dapat diharapkan. Aku tak berdiam diri. Aku melamar kerja kesana kemari, ikut job fair dan tes sana sini. Memang aku sudah tak ada keinginan untuk kuliah, aku ingin kerja saja, biar bisa punya uang. Pengalaman interview pertama kali dengan saingan usia 25 tahun keatas. Sedangkan aku yang hanya lulusan SMA umur 17 tahun dan tak punya pengalaman apa-apa. Jelas aku pasrah kesekiankalinya. Pernah juga ditawari mengajar dan juga pernah tes di koperasi dengan soal akuntansi. Aku yang dari SMA jurusan IPA jelas pusing tujuh keliling saat mengerjakan.
Yakk pengumuman tes vokasi tiba. Ku ingat betul saat itu, saat selesai sholat subuh. Kuberanikan men-download pengumuman kelulusan seleksi. And boom, aku diterima di jurusan gizi klinik. Alhamdulillah, aku sungguh bahagia. Sekeluarga bersuka-cita. But, ternyata pengumuman lolos seleksi dan lolos bidikmisi berbeda file. Aku download file yang satunya and ternyata aku gak lolos bidikmisi. Artinya aku harus bayar UKT yang saat itu dipukul rata 6 juta. Doooor, uang siapa buat bayar setiap bulannya. Nangis lagi? Jelas. Keluargaku bertanya-tanya kenapa kok gak lolos bidikmisi. Untungnya aku masih menyimpan nomer hp orang yang datang menyurvei dan alasannya adalah: “masih banyak yang kurang mampu dibandingkan keluarga ibu”. Ya aku tau alasannya, sepertinya karena rumahku lumayan bagus. Karena rumah bagus maka orang kaya gitu? Hmmm, sudahlah, ikhlaskan, bukan rezeki. Jangan membuka luka lama lagi..
Lolos Seleksi Perguruan Tinggi |
Pengumuman SBMPTN pun tiba, aku tak berani membuka. Aku sudah gak peduli dengan hasilnya. Sudah gagal keduakalinya ya. Saat itu bulan puasa, aku pergi sholat tarawih di musholla. Dan saat pulang ternyata mbakku yang membuka pengumuman dan hasilnya. Ya aku lolos di pilihan kedua. Aku tak senang sama sekali, jujur saja. Aku gak mau kuliah perikanan, mau jadi apa, sudahlah lepaskan, aku mau kerja saja. Oh tak semudah itu, aku didesak banyak pihak karena perjuanganku sudah sejauh ini. Jangan sia-siakan kesempatan katanya.
Lolos SBMPTN |
Oke, dengan rasa ikhlas maka aku resmi menjadi Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Brawijaya 2015.
Comments
Post a Comment