![]() |
Gelang Lombok |
Mahasiswa Teknologi
Hasil Perikanan (THP) tak bisa jauh dari laboratorium “katanya”. Dimana ada ngelab pasti ada anak THP. Uh
stigma itu benar tapi tak sepenuhnya dapat dipercaya 100%. Kegiatan yang
mewajibkan untuk ubek-ubek di
laboratorium mungkin yang mengacu dengan sebutan ini. Mulai dari maba sampai
skripsi pasti akan dilaksanakan di dalam laboratorium. Tapi karena keliaran dan
passion dalam diri seorang Melynda
ini yang terus menolak. Disaat teman-temanku begitu bersemangat di dalam lab.
Aku lebih suka mengeksplor diri “diluar”. Berada di laut, berinteraksi langsung
dengan masyarakat, itu yang kucari. Ingin rasanya terjun langsung dalam masyarakat, belajar budaya baru dan berusaha menjadi manusia yang sedikit saja bermanfaat.
Kegiatan itu mungkin kita kenal dengan nama pengabdian masyarakat. Semua organisasi
kampus yang ku tahu pasti punya
program pengabdian. Namun bukan itu yang kuinginkan, hanya sekadar melaksanakan
kewajiban, mencapai target dan membuat laporan pencapaian. Uh, terlalu memaksakan dan memunafikkan
diri. Maaf, tapi ini realita yang berkembang.
Akhirnya ku berusaha mencari informasi mengenai
pemberdayaan masyarakat. Begitu banyak program yang ditawarkan dari berbagai organisasi
di seluruh wilayah Indonesia hingga global. Bahkan dengan iming-iming fully funded, siapa yang tak tertarik? Sejak
2017 sudah apply dengan biaya pendaftaran yang cukup mahal bagi anak kos
sepertiku, yaitu 100.000 rupiah. Beberapa kali mendaftar dan interview,
semuanya nol. Kurang lebih lima kali aku mendaftar namun selalu gagal. Hmmm, harus
merelakan uang 500.000 rupiah saat itu. Sudah pasrah, tak punya uang lagi.. Ku
coba memantapkan diri mendaftar untuk terakhir kalinya. Benar saja akhirnya aku
bisa lolos program pengabdian masyarakat di Lombok.
![]() |
Naik Kapal Legundi |
Lombok? Tak pernah terbayangkan bisa kesana. Di tahun 2017
aku pernah bermimpi ingin ke Lombok. Dan Tuhan kabulkan di 2019, sungguh indah
rencananya. Semua gratis kecuali biaya transportasi dan seragam saja. Karena saat
itu tepat terjadinya kenaikan 100% biaya tiket pesawat. So, jelas saja, tak
memungkinkan untuk naik pesawat. Sempat berpikiran untuk tak jadi berangkat
karena tidak sanggup membeli tiket pesawat. Ternyata ada pilihan transportasi
lain, yaitu kapal laut. Duh, deg-degan rasanya, baru kali ini mau naik kapal
laut selama hampir 24 jam. Tapi ternyata peserta yang lolos mayoritas dari
Jawa. So, kami memutuskan berangkat bersama. Aku bersama Aman, Farchan, Marta
dan Linda berangkat dari Malang. Ini baru pertamakalinya bagi kami untuk saling
mengenal. Namun mudah saja bagi kami untuk menjadi akrab. Berangkat menaiki
kereta api menuju Surabaya. Karena Pelabuhan Tanjung Perak sebagai titik kumpul
kami bersepuluh. Termasuk Ocha, Farhan, Galih, Haris dan Wulan. Kami menumpangi
Kapal Legundi. Awalnya pikiran jelek selalu muncul, mulai dari kapal tenggelam
dan terkena tsunami :/. Takut kurang air, gak bisa mandi dan lain sebagainya.
Ternyata dugaanku salah, kapalnya sangat nyaman. Jangan pikir seperti kapal
ikan yang kecil!!!
Baca Juga : Satu Meja
![]() |
Tim Pengabdian Masyarakat |
Sesampainya di Lombok, kami disambut begitu hangat
oleh penyelenggara, National Social Field
Project (NSFP). Dan tak disangka, semua panitianya adalah mahasiswa
Pendidikan Dokter Universitas Mataram. OMG, aku terkejut, cobaan apalagi ini,
semakin inget sama cita-cita wkwk. Sempat gak PD juga harus bersanding dengan
para calon dokter. Mengetahui lokasinya berada di Lombok. Pasti semua akan
berpikiran kegiatan pengabdian ini di daerah pantai. Anda salah!! Kegiatan ini
dilaksanakan di kawasan dataran tinggi Lombok
Tengah. Pasti kalian bertanya-tanya, lantas apa yang kulakukan disana?
Seorang mahasiswi perikanan di pegunungan? Sebelumnya aku pun sempat bingung. Namun
karena ini kerja tim semua begitu mudah.
![]() |
NSFP Lombok |
Teman-teman yang lain memilih menaiki pesawat, yaitu Ifa,
Mas Iki, Reza, Mbak Hida, Christi, Mas Arifka, Mas Surya dan Mas Satya. Kecuali
Rany yang memang kuliah di Lombok. Sebenarnya pengabdian ini dilaksanakan pada
tahun 2018. Namun karena terdapat peristiwa gempa bumi di Pulau Lombok.
Akhirnya harus diundur hingga Februari 2019. Kami dibagi menjadi 4 divisi,
yaitu kesehatan, pendidikan, ekonomi kreatif dan sosial lingkungan. Tentunya
aku bergabung pada divisi sosial lingkungan. Kami saling membantu semampu kita,
tak melihat dari divisi mana kita berasal. Ada hal menarik nan menggelitik
bagiku saat proses pemasangan tiang bendera. Ini merupakan tugas divisiku. Para
calon dokter itu begitu lincah membantu mengaduk adonan semen. Stigma selama
ini yang berkembang tentang dokter yang selalu menjaga kebersihan alias takut
kotor. Hal ini tak sepenuhnya benar. Mereka dengan cekatan bekerja. Sungguh
luar biasa!! Lantas alasan apa yang membuat diriku tak merindukan Lombok?
Dibalik lima kali kegagalan, ada satu kemenangan yang sangat
indah.
Berdamailah dengan dirimu!
Berdamailah dengan dirimu!
#RaiNglentek
#Nggilani
#Hina
Comments
Post a Comment