Probolinggo, 22 April 2021
Hai, bagaimana kabarmu?
Masih ingatkah kamu kepada diriku? Sepucuk surat yang engkau tuliskan saat itu. Karena kegundahanmu yang terus-menerus melanda. Dahulu kau begitu muda, usiamu baru 23 tahun. Semangatmu sangat membara diiringi dengan impian besar menaklukan dunia.
Namun saat kau menemukanku sekarang, kamu dalam keadaan tua dan rapuh. Usiamu telah menginjak separuh abad lebih, tepatnya 73 tahun. Iya, 50 tahun telah berlalu. Lantas bagaimana keadaanmu?
Aku tahu bahwa engkau telah rentan tak berdaya mencoba bertahan hidup di penghujung waktumu. Tapi, aku ingin mengingatkanmu akan janji-janji yang pernah engkau ucapkan dulu.
Bukankah dulu engkau pernah berkata untuk menyelamatkan bumi? Betul, tempat engkau tinggal saat ini. Ingatlah bahwa kamu dilahirkan di bumi dan kamu pun akan menghabiskan sisa waktumu juga di bumi yang ikut menua ini. Kau tahu bahwa manusia terus berlomba-lomba untuk mencari planet lain sebagai alternatif tempat tinggal baru. Namun percayalah bahwa bumi adalah satu-satunya rumah untuk kembali.
Sudah berapa tahun kamu merasakan bahwa bumi terus terasa panas? Bukankah saat itu kamu tahu bahwa suhu bumi meningkat sebesar 1,5 derajat celcius. Angka yang kecil tapi cukup membuatmu terus mengeluh karena kegerahan. Bagaimana sekarang, di tahun 2071, apakah engkau berhasil menyelamatkan bumi? Apakah bumi semakin memanas ataukah sudah mulai rimbun oleh pepohonan?
Berbicara soal pepohonan, apakah hutan sebagai paru-paru dunia telah hilang seluruhnya saat ini? Dulu di negaramu, 4,4 juta hektar hutan terbakar dalam waktu 4 tahun. Apakah sekarang kamu berjaya mampu menghijaukan kembali lahan yang gosong akibat api-api liar itu? Kamu yang selalu dengan bangga menganggap dirimu sebagai pejuang lingkungan. Apakah benar-benar mampu membuktikan janji-janji yang kau ucapkan?
Kamu dulu berikrar untuk terus menanam di sepanjang hidupmu. Apakah impian itu tenggelam dengan semakin banyaknya milyaran jumlah manusia di bumi? Kamu telah menumpang hidup lama di bumi ini. Kamu sudah beranak-pinak dengan anak cucumu. Iya, tanpa disadari bahwa kamu semakin membuat bumi terasa sesak.
Harapanmu untuk bumi akan selalu sama dengan semua manusia yang masih bernapas. Engkau selalu berdoa agar hutan serta bumi selalu indah, sejuk, ASRI, dan Alam Sehat Lestari. Namun bumi tempat kau berpijak tak bisa reinkarnasi, tak bisa membuat perubahan sendiri. Hanya orang-orang peduli dan tergerak hatinya yang bisa menyelamatkan bumi dan hutan termasuk dirimu.
Tak hanya kebakaran hutan, ‘monster’ sampah buatan manusia juga terus menghantui bumi. Sampah yang tiap hari manusia hasilkan jumlahnya tak pernah habis bahkan menutupi permukaan bumi. Sampah tidak sebatas muncul di daratan saja, tetapi telah melalang buana menuju hamparan samudera. Kau pun tahu bahwa plastik juga telah mencapai dasar lautan paling dalam, Palung Mariana. Ikan-ikan yang kamu makan juga harus tersiksa karena terlilit plastik pembungkus sabun yang kau buang.
Kamu begitu rakus hingga terlupa bahwa sampah makanan juga berton-ton jumlahnya. Satu orang bisa menghasilkan 300 ton sampah makanan setiap tahunnnya. Padahal kamu tahu sendiri bahwa banyak orang diluar sana yang masih kelaparan. Ancaman gas-gas rumah kaca yang beracun itu bukan hanya berasal dari asap kendaraan bermotor. Gas metana pada makanan busuk menjadi lebih ganas daripada karbon dioksida.
Tahun 2018 lalu, engkau pernah mengunjungi hutan trembesi di ujung Pulau Jawa. Aroma kesegaran oksigen yang diberikan pepohonan trembesi seakan membuatmu melayang ke awan. Rindang berbagai jenis tumbuhan menghiasi hutan mangrove di sisi selatan Bumi Arema juga membangkitkan ragamu. “Keindahan ini janganlah jadi kenangan”, ucapmu saat itu.
Sudahlah, tak akan ada habisnya jika aku terus mengingatkanmu kepada masalah-masalah yang diciptakan manusia. Kini saatnya aku menegurmu, sudah sejauh mana peranmu melindungi hutan dan bumi?
Selama ini sampah selalu berlabuh kepada TPA bahkan lautan. Peran kecilmu dalam memilah sampah tentunya menjadi wujud nyata kecintaanmu terhadap bumi. Cukup terapkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di kehidupan sehari-hari. Kurangi penggunaan barang-barang yang berpotensi menjadi sampah dan makan secukupnya (reduce). Bersikaplah kreatif dengan memakai barang kembali (reuse). Serta melakukan daur ulang terhadap sampah yang kau hasilkan (recycle). Ingatlah bahwa hingga saat ini hanya 9% sampah yang berhasil di daur ulang di Indonesia.
Kamu juga bisa memanfaatkan sampah organik menjadi kompos ataupun eco-enzym. Sisa sayur-sayuran dan buah-buahan dari dapurmu bisa kau oleh menjadi larutan pembersih atau pupuk ramah lingkungan. Cukup menambahkan gula aren dan air, kamu sudah berperan menyelamatkan alam dari sampah.
Hei, aku tahu, di masa ini perkembangan teknologi begitu pesat. Tapi, ternyata dunia IT menjadi sektor penyumbang karbon terbesar dunia. Mengirim email yang menurutmu ramah lingkungan karena tidak membutuhkan media kertas itu. Nyatanya setiap email yang dikirimkan diduga akan menambah 4 gram CO2 di atmosfer. Selain itu, hiburan yang kau dapatkan dari menonton TV selama dua jam, juga menghasilkan 440 gram CO2 (layar plasma 24 inci). Hal ini setara dengan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan saat mengendarai mobil berjarak 1,6 km. Jadi, bijaklah memanfaatkan gadget-mu!
Oh ya, apakah saat ini bumi masih dilanda bencana kekeringan? Dulu kau begitu serakah menggunakan air. Kau pun sudah tahu bahwa setiap orang membutuhkan air bersih sebanyak 60 liter/hari. Namun aku yakin bahwa kamu telah berusaha menjaga sumber air agar terus mengalir. Salah satunya dengan tetap menanam pohon. Kamu tahu bahwa satu pohon mampu menunjang persediaan oksigen bagi dua orang. Selain itu, pohon juga menjadi penyimpan cadangan air dalam tanah.
Aku sadar bahwa keinginanmu sungguh besar terhadap bumi dan hutan.
Tetapi terkadang kamu merasa lelah melanjutkan perjuanganmu sendiri. Hei,
sebenarnya kamu bisa melakukan Adopsi
Bibit Pohon di ASRI. Cukup
mendonasikan uang berkisar 75-100 ribu rupiah, kamu sudah berkontribusi menanam
pohon buah dan pohon kayu keras di hutan hujan tropis Kalimantan.
Rasa cintamu kepada hutan bisa ditunjukkan dengan selalu giat mempelajari segala seluk beluk tentang rimba. Menjaga hutan melalui upaya konservasi, bukan berarti tidak boleh memanfaatkannya sama sekali. Namun kamu harus tetap bijaksana dan memperhatikan keberlanjutannya. Dengan mengetahui jenis hutan berdasarkan fungsinya, kamu bisa lebih sadar hutan apa saja yang boleh dijamah oleh tangan-tangan manusia.
Kamu juga bisa mengunjungi hutan dalam rangka berwisata. Saat kamu turun terjun langsung ke hutan. Kamu akan merasakan energi begitu besar untuk membangkitkan rasa kagummu kepada hutan. Kamu juga bisa mengungkapkan rasa cinta kepada hutan dengan membeli Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada lokasi hutan yang terkelola dengan baik.
Aku harap kamu telah melakukan semua hal diatas yang pernah direncanakan 50 tahun yang lalu. Serta tindakan-tindakan kecil lainnya yang tentunya akan berdampak luar biasa. Aku juga berharap bahwa hutan kembali rimbun dan bumi kembali sehat. Bukankah itu anganmu sedari dulu? Tapi, janganlah kamu berhenti untuk berbuat baik sekarang.
Ancaman perubahan iklim hingga global warming memang masih ada di depan mata. Tetapi tetaplah optimis, ya! Karena aku percaya bahwa sekecil apapun yang kamu perbuat untuk hutan dan bumi menjadi awal dari perubahan besar.
Bisakah kamu terus berjuang untuk bumi dan hutan hingga akhir hayatmu?
Semoga saat ini belum terlambat untuk kamu.
Karena aku ingin melihatmu, hutan,
dan bumi tetap tersenyum.
Salam cinta dari sebutir pasir pantai,
Melynda Dwi Puspita
Comments
Post a Comment