Sekumpulan air tergenang, begitu pasrah ketika dirinya didorong paksa oleh angin menuju hamparan pasir berbatu. Air laut itu membawa oleh-oleh, kemasan plastik lusuh. Tumpukan plastik tersebut menghampiri seorang gadis di tepi Pantai Sendang Biru, Malang.
Tatapan mata gadis
berbaju putih hitam itu terhenti, tatkala menengok sebuah bungkusan mi instan
merek ternama. “Agustus nanti, Indonesia berusia 74 tahun. Tetapi tulisan di bungkus
mi ini, Dirgahayu Indonesia ke-55 tahun”. Artinya, bungkus mi yang dipegang
erat-erat itu telah melalang buana di samudera selama 19 tahun lamanya.
OOO
Unggahan foto seorang
mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Kota Malang tersebut, sempat
menghebohkan jagat maya. Dilansir dari detikfood,
tweet tentang penemuan plastik
kemasan mi berumur 19 tahun yang dibagikan pada bulan April 2019 itu, telah mendapatkan
13.000 komentar.
Sampah Kemasan Masih Mendominasi
Dari pemaparan berita diatas dapat ditarik benang merah bahwa persoalan sampah hasil industri terus merajalela. Berdasarkan audit Greenpeace Indonesia, limbah kemasan produk kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) menjadi penyumbang sampah terbanyak tahun 2016 hingga 2019. Mayoritas merupakan kemasan makanan dan minuman. Dimana produksinya terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia.
Hal ini juga
disetujui oleh Geyer et al. (2017), sampah
kemasan menduduki urutan tertinggi dari keseluruhan total sampah plastik. Akibat
gejolak pencemaran sampah kemasan dampak industrialisasi yang terus meningkat. Minat
masyarakat untuk beralih kepada konsumsi barang-barang ramah lingkungan terus
melejit.
Peranan Berbagai Jenis Green Service
Sebagai upaya
mengobati perasaan bersalah terhadap kerusakan di bumi dan menggaet minat konsumen.
Banyak perusahaan termotivasi mengusung program Cinta Lingkungan. Pelayanan
berbasis lingkungan (green service) ini
menghadirkan inovasi berupa green
product, green packaging, green marketing, dan good waste management.
a. Green Product
Green product mengacu kepada suatu produk
yang menggunakan bahan-bahan organik yang baik bagi kesehatan. Produk hijau dirancang untuk meminimalisir penggunaan
sumber daya alam yang berdampak kepada lingkungan.
b. Green Packaging
Kemasan ramah lingkungan
didefinisikan sebagai kemasan yang memiliki kemampuan terurai dengan waktu
relatif cepat. Biasanya mencantumkan logo eco-label. Banyak alternatif penggunaan kemasan pengganti plastik. Misalnya
beralih menggunakan kertas ataupun plastik yang mudah terdegradasi. Hal ini telah diterapkan oleh Bango,
salah satu produk Unilever yang menggunakan kemasan 100% hasil daur ulang.
c. Green Marketing
Tujuan strategis dalam
proses pemasaran produk hijau (green marketing) ialah menciptakan perilaku konsumen ramah lingkungan. Upaya produsen
menawarkan produk
hijau, tidak hanya melalui eco-label pada kemasan. Adapula
yang menyertakan tagline atau tagar pada iklan di televisi maupun di media
sosial. Serta menyampaikan visi dan misi melalui website resmi dan melaksanakan program peduli lingkungan. Seperti
komitmen Nestle melalui laman katadata,
untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik.
d. Good Waste Management
Sebelumnya, limbah produk yang dihasilkan konsumen mutlak
menjadi tanggung jawab personal. Namun seiring berjalannya waktu, kesadaran
pelaku bisnis juga meninggi akan sampah yang dihasilkan konsumennya. Dilansir
dari National
Geographic Indonesia, PRAISE (Packaging and Recycling Association for
Indonesia Sustainable Environment) mengajak berbagai pihak untuk terlibat dalam Waste
Management Indonesia agar mewujudkan
ekonomi sirkular. Dimana produsen di Indonesia sebagai pemeran utama harus bertanggung
jawab menunjukkan keterkaitan (Extended Producer Responsibility Indonesia). Kewajiban produsen
ini tertuang dalam PP No. 81 Tahun 2012 tentang pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang sampah, dan
pemanfaatan kembali sampah.
Bagaimana Kepedulian Perusahaan Kepada Lingkungan Membentuk Loyalitas Pelanggan?
Masyarakat selaku konsumen berhak menentukan pilihan terhadap produk yang akan dibeli. Begitu pula saat memutuskan untuk menukarkan uang dengan produk ramah lingkungan. Konsumen yang peduli terhadap produk berwawasan lingkungan ini sering disebut green consumers. Pada tahun 2005, 23% penduduk Amerika menjadi bagian dari LOHAS (Lifestyles of Health and Sustainability). Sedangkan di Indonesia sendiri, belum ada jumlah pasti green consumers.
Ikrar Pengelolaan Sampah yang dicanangkan brand akan membentuk kepercayaan green consumers. Seperti ambisi AQUA yang berupaya mengurangi massa kemasan hingga >20%. Serta mempelopori daur ulang sampah plastik melalui Program AQUA PEDULI (Pengelolaan Daur Ulang Limbah Plastik). Program ini menitikberatkan kepada pengolahan kemasan plastik pasca konsumsi dari konsumen. Berdasarkan penelitian Arifia (2019), AQUA menjadi air mineral dalam kemasan (AMDK) pilihan utama masyarakat Indonesia karena perusahaannya mengedepankan kelestarian lingkungan.
Keputusan pembelian dan kepercayaan konsumen terbentuk dari penyampaian komitmen perusahaan (green marketing). Walaupun green product cenderung memiliki harga lebih mahal. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa konsumen tidak mempermasalahkan harga premium. Faktor penyebab harga produk ramah lingkungan lebih mahal diduga akibat anggaran pelaksanaan green marketing lebih tinggi.
Biaya yang
dianggarkan perusahaan untuk Pengelolaan
Sampah tidaklah sedikit. Seperti tindakan Pemerintah membangun Refuse Derived Fuel
(RDF), instalasi pengolah sampah
menjadi bahan bakar yang menelan anggaran
sebesar 90 miliar rupiah. Oleh sebab itu, biaya pengelolaan sampah pada
perusahaan, tentunya akan berdampak kepada harga
produk yang dijual. Namun, individu peduli lingkungan sudah tahu betul terkait
hal ini. Pelanggan rela mengeluarkan uang sedikit lebih banyak sebagai wujud rasa
cinta kepada alam. Karena tentunya, mereka sadar bahwa ‘harga’ yang dibayar
untuk lingkungan tidak akan sebanding dengan apa yang diberikan alam.
Waste4Change Siap Membantu Perusahaan
Menerapkan konsep Go Green memanglah tidak mudah, apalagi untuk industri besar. Perlu adanya pembuatan regulasi, penyiapan anggaran hingga penerapan. Tidak mengherankan jika banyak perusahaan yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menerapkan sistem ramah lingkungan. Tidak sedikit pula pada akhirnya perusahaan ‘menyerah’ karena persoalan biaya dan kompleksitas pengolahan sampah.
Menjadi Konsumen Cerdas
Persoalan sampah tidak hanya dititikberatkan kepada perusahaan saja, tetapi peran konsumen juga sangat berpengaruh.
a. Selektif Memilih Brand
Pengelolaan sampah yang baik oleh perusahaan akan membentuk citra diri di mata masyarakat. Semakin tinggi frekuensi green branding yang dilakukan, maka semakin besar minat green consumers untuk setia.
b. Bijak Berbelanja
Salah satu penyebab tingginya jumlah sampah adalah trend berbelanja. Walaupun sebuah produk telah giat mendukung gerakan peduli lingkungan. Namun sudah seharusnya kita tetap memperhatikan porsi belanja sesuai kebutuhan, bukanlah keinginan.
c. Pilah Sampah Pribadi
Pemahaman dan kesadaran untuk mengelola sampah pribadi masyarakat
Indonesia masih rendah. Beruntungnya ada salah satu Program Waste4Change, yaitu
Personal Waste Management untuk mendaur ulang
sampah rumah tangga.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita harus semakin sadar terhadap alam. Dan
lebih cerdas dalam memilih produk dari brand
yang peduli lingkungan.
OOO
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis
Blog Waste4Change Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021
Nama penulis: Melynda Dwi Puspita
OOO
Daftar Referensi
Arifia, D. D. 2019. Pengaruh green branding terhadap keputusan pembelian produk air mineral AQUA. https://repository.unsri.ac.id/18482/55/RAMA_61201_01011381621125_0008116904_0029057208_01_front_ref.pdf. Diakses pada 22 Maret 2021.
Geyer, R., Jambeck, J. R. dan Law, K. L. 2017. Production, use, and fate of all plastics ever made. Science Advances. 3 (7). https://ourworldindata.org/grapher/plastic-production-by-sector.
Lestari, E. R., H. K. Putri, C. Anindita dan M. B. Laksmiari. 2020. Pengaruh green product (minuman ramah lingkungan), green advertising, dan kepedulian lingkungan terhadap green trust dan implikasi terhadap minat beli. Jurnal Teknologi Pertanian. 21 (1): 1-10.
OOO
Comments
Post a Comment