Pengertian Teripang
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Menurut Dahuri (2005) dalam Pranoto et al. (2012), Departemen Kelautan dan Perikanan menjadikan bioteknologi kelautan sebagai program unggulan sejak tahun 2002. Bioteknologi kelautan yang berkembang pesat bertujuan memanfaatkan biota laut, dengan ekstraksi senyawa bioaktif sebagai obat-obatan.
Teripang merupakan salah satu komoditi ekspor sub sektor perikanan yang cukup potensial. Pemanfaatan teripang di Indonesia sebagai bahan pangan dibanding produk perikanan lainnya tergolong rendah dan kurang populer, disebabkan teripang memiliki nilai estetika yang rendah dilihat dari bentuk fisik teripang yang terkesan menjijikkan, namun demikian teripang sesungguhnya mengandung protein cukup tinggi. Di beberapa negara seperti Hongkong, Taiwan, Singapura dan Amerika Serikat telah memiliki teknik pengolahan yang lebih maju sehingga teripang telah menjadi salah satu komponen pangan yang sangat digemari (Karnila, 2009).
Bioekologi Teripang
Teripang disebut juga dengan ketimun laut, merupakan hewan tidak bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan Stichopodidae. Terdapat sebanyak 2000 spesies teripang di dunia. Teripang yang mempunyai nama umum sea cucumber, juga mempunyai sebutan khusus di berbagai negara, diantaranya beche-de-mer (Perancis), See Gurken (Jerman), pling kao (Thailand), namako (Jepang) dan di Malaysia disebut trepang atau gamat (Sendih dan Gunawan, 2006 dalam Kustiariyah, 2007).
Penyebaran hidup teripang sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik Barat. Panjang teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al., 1997 dalam Kustiariyah, 2007), sedangkan menurut Bandaranayake dan Rocher (1999) dalam Kustiariyah (2007), panjang teripang dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg. Adapun anatomi teripang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Penampang melintang teripang
(Sumber: Hegner dan Engemann, 1968 dalam Kustiariyah, 2007)
Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup baik. Habitat yang ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33 ‰ yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5, kecerahan air 50-150 cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25 ºC (Wibowo et al., 1997 dalam Kustiariyah, 2007).
Menurut Martoyo et al. (2000) dalam Kustiariyah (2007), teripang yang terdapat di perairan Indonesia adalah dari genus Holothuria, Muelleria dan Stichopus. Ketiga genus tersebut terdiri dari 23 spesies, diantaranya baru lima spesies yang sudah dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis penting, yaitu Holothuria scabra (teripang putih atau pasir), Holothuria edulis (teripang hitam), Holothuria vacabunda (teripang getah atau keling), Holothuria vatiensis (teripang merah) dan Holothuria marmorata (teripang cokelat).
Teripang ditemukan dengan berbagai warna, ada yang berwarna hitam, putih, abu-abu, belang dan lain-lain. Namun menurut Ibrahim (2003) dalam Kustiariyah (2007), spesies teripang yang benar-benar asli dan bermutu tinggi serta paling berkhasiat adalah yang berwarna kuning keemasan. Di Malaysia dikenal dengan sebutan Gamat Emas (Stichopus horrens).
Teripang telah dikenal sebagai makanan yang lezat sejak beberapa ribu tahun yang lalu, terutama di Asia. Pada beberapa negara, telah ada industri pengolahan teripang, terutama di RRC. Namun demikian masih sedikit data ilmiahnya yang telah dikumpulkan. Hal ini dimungkinkan karena studi ilmiah di beberapa negara belum dianggap begitu penting, karena jumlah tangkapan alami cukup besar dan tidak ada ancaman terhadap kelangsungan pasokannya (Bandaranayake dan Rocher, 1999 dalam Kustiariyah, 2007).
Morfologi dan Anatomi Teripang
Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk silinder memanjang dengan garis oral dan aboral sebagai sumbu yang menghubungkan bagian anterior dan posterior. Bentuk tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang dikenal dengan nama mentimun laut (sea cucumber). Mulut dan anus terletak di ujung poros berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, di sekitar mulut teripang terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat. Tentakel merupakan modifikasi kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap makanan (Fechter, 1969; Gosner 1971; Wibowo et al., 1997 dalam Karnila, 2009).
Teripang termasuk salah satu hewan berkulit duri atau Echinodermata (Firth, 1974 dalam Karnila, 2009), tetapi duri-duri pada teripang tidak dapat dilihat dengan mata biasa karena sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Duri-duri teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang letaknya tersebar dalam lapisan epidermis. Dinding tubuh teripang bersifat elastis, dengan mulut di bagian anterior dan anus di bagian posterior, dengan panjang tubuh dewasa untuk spesies terkecil 2,54 cm ukuran terpanjang 90 cm (Fechter, 1969 dalam Karnila, 2009), sedangkan spesies teripang pasir mempunyai ukuran 25-35 cm. Pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al., 1997 dalam Karnila, 2009). Menurut Bandaranayake dan Rocher (1999) panjang teripang dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg. Lebih jelasnya morfologi teripang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi teripang
(Sumber: Karnila, 2009)
Permukaan tubuh teripang tidak bersilia dan diselimuti lapisan kapur yang ketebalannya dipengaruhi umur. Kondisi mulut yang membujur ke anus terdapat lima deret kaki tabung (ambulaceral), tiga deret kaki tabung berpenghisap (trivium) terdapat di perut berperan dalam pergerakan dan pelekatan. Dua deret kaki tabung terdapat di punggung (bivium) sebagai alat respirasi. Lapisan bawah kulit memiliki satu lapis otot melingkar dan lima lapis otot memanjang. Pada lapisan bawah otot terdapat rongga tubuh yang berisi organ tubuh seperti gonad dan usus (Barnes, 1987; Conand, 1990 dalam Karnila, 2009).
Teripang dapat berjalan lambat dengan menggunakan kaki tabung atau kaki ambulakral. Kaki tabung ini tersusun lima baris memanjang ke belakang; tiga baris pada bagian perut dan dua baris pada bagian punggung. Kaki tabung yang berada di bagian punggung hanya berupa tonjolan saja. Teripang bernapas dengan semacam insang. Insang ini berupa tabung panjang bercabang-cabang. Kelaminnya terpisah. Telurnya dibuahi di luar tubuh induk di dalam air. Telur menetas menjadi larva, dan larva tumbuh menjadi teripang dewasa. Secara umum sistim reproduksi jenis teripang atau timun laut, digolongkan kedalam Dioecious. Pengamatan secara visual untuk membedakan kedua jenis kelamin tersebut pada dasarnya sangat sulit dilakukan atau diketahui. Anatomi teripang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Anatomi teripang setelah dilakukan pembelahan tubuhnya (dissection)
(Sumber: Karnila, 2009)
Potensi Teripang di Indonesia
Potensi teripang dari perikanan tangkap di Indonesia cukup besar, yaitu 3.517 ton pada tahun 2001 (DKP, 2003 dalam Kustiariyah, 2007). Daerah penghasil utama teripang adalah perairan pantai Sulawesi Tengah (1.134 ton) kemudian diikuti oleh perairan pantai Nusa Tenggara Timur (433 ton) dan Sulawesi Selatan (327 ton).
Saat ini perdagangan teripang telah meluas, terutama di Hongkong dan Singapura, yang merupakan dua negara pusat perdagangan ekspor teripang dunia. Teripang kering telah diolah dan diperdagangkan di USA, Kanada, Eropa, Taiwan, Republik Korea, China, Australia, Malaysia, Thailand dan beberapa negara lain. Pada tahun 1994, Indonesia mengekspor teripang ke Malaysia senilai 732.612 RM. Pada waktu yang sama Indonesia juga mengekspor ke China yang dapat memenuhi 37 % kebutuhan teripang China (Baine dan Forbes, 1997 dalam Kustiariyah, 2007).
Klasifikasi
Klasifikasi teripang pasir menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et al. (2004) dalam Karnila (2009), adalah: Filum Echinodermata, Sub-filum Echinozoa, Kelas Holothuroidea, Sub-kelas Aspidochirotda, Ordo Aspidoochirota dan Dendrochirota, Famili Aspidochirotae dan Holothuridae, Genus Holothuria, Stichopus, Thelonota, Actinopyga, dan Muelleria.
Genus Holothuria terdiri dari 6 spesies yaitu Holothuria scabra, Holothuria edulis, Holothuria argus, Holothuria vacabunda, Holothuria impatiens, dan Holothuria marmorata. Untuk genus Stichopus terdiri dari 3 spesies yaitu Stichopus variegatus, Stichopus ananas, Stichopus chloronatus. Sedangkan genus Muelleria hanya memiliki satu spesies yaitu Muelleria lecanora (Karnila, 2009).
Kandungan Gizi
Teripang merupakan bahan makanan yang cukup mengandung gizi. Teripang merupakan sumber protein yang sangat baik. Kandungan protein pada teripang kering adalah 82 g per 100 g dengan nilai cerna yang tinggi. Dari jumlah itu sekitar 80% -nya berupa kolagen. Kolagen berfungsi sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang dan kulit. Dalam pertumbuhan tulang, suplemen kalsium saja tidak cukup karena tulang terdiri dari kalsium fosfat dan kolagen. Tanpa adanya kolagen tulang akan menjadi rapuh dan mudah pecah (Astawan, 2008 dalam Karnila, 2009).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa zat gizi yang terkandung dalam teripang antara lain protein 6,16%, lemak 0,54%, karbohidrat 6,41% dan kalsium 0,01% (kondisi segar kadar air 86,73%), teripang kering mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82% dengan kandungan asam amino yang lengkap, dan asam lemak jenuh yang penting untuk kesehatan jantung. Selain itu teripang juga mengandung phosphor, besi, yodium, natrium, vitamin A dan B (thiamin, riboflavin dan niacin) (Wibowo et al., 1997 dalam Karnila, 2009). Sedangkan menurut Ibrahim (2003) dalam Karnila (2009), cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari 44%, karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5%. Sedangkan Martoyo et al. (2000) dalam Karnila (2009), menyatakan bahwa kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak 1,7%, air 8,9%, abu 8,6% dan karbohidrat 4,8%.
Dibanding ikan lainnya, kadar lemak teripang relatif rendah yaitu 1,7 g/100 g teripang kering, tetapi cukup kaya akan asam lemak omega-3. dengan demikian, daging teripang aman dikonsumsi oleh mereka yang memiliki kadar kolesterol serum tinggi. Mineral dominanpada teripang adalah natrium, kalsium, kalium, fosfor dan besi (Astawan, 2008 dalam Karnila, 2009). Kandungan gizi teripang secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kandungan gizi teripang
(Sumber: Ditjen Perikanan, 1992 dalam Karnila, 2009)
Komponen Bioaktif
Pemanfaatan dan penelitian tentang penggunaan teripang dimulai sejak lama. Etnis Cina mengenal teripang sebagai makanan berkhasiat medis sejak dinasti Ming (Wibowo et al., 1997 dalam Karnila, 2009). Bahan bioaktif dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri dan antifungi teripang dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan perawatan kulit. Teripang juga diketahui mempuyai efek antinosiseptif (penahan sakit) dan anti inflamasi (melawan radang dan mengurangi pembengkakan) (Wibowo et al., 1997 dalam Karnila, 2009).
Penggunaan teripang sebagai antiseptik tradisional dan obat serba guna sudah dikenal sejak 300 tahun yang lalu pada masyarakat Pulau Langkawi, yaitu sebuah pulau kecil di Semenanjung Malaya. Biasanya, air sari teripang diminumkan kepada wanita sehabis melahirkan untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka khitan pada anak laki-laki masyarakat Pulau Langkawi. Namun air sari teripang ini masih memiliki kelemahan, seperti warna tidak menarik, dan berbau tidak sedap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa teripang memiliki khasiat lain yaitu dapat melancarkan peredaran darah dalam tubuh, mencegah penyumbatan kolesterol pada pembuluh darah, melancarkan fungsi ginjal, meningkatkan kadar metabolisme, membantu arthritis, diabetes mellitus dan hipertensi serta mempercepat penyembuhan luka, baik luka luar maupun luka dalam.
Beberapa senyawa bioaktif yang dikandung teripang yaitu teripang Stichopus japonicus mengandung enzim arginin kinase (Guo et al., 2003 dalam Karnila, 2009), teripang Holothuria glaberrina mengandung serum amyloid A (Cardona et al., 2003 dalam Karnila, 2009), teripang Stichopus mollis mengandung glikosida (Moraes et al., 2004 dalam Karnila, 2009), dan teripang Stichopus japonicus mengandung fucan sulfat sebagai penghambat osteoclastogenesis (Kariya et al., 2004 dalam Karnila, 2009).
Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) dalam Karnila (2009), melaporkan bahan aktif yang dihasilkan Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antifungi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan aktif dari teripang Holothuria tubolosa tersebut dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Disamping mengandung antibakteri, teripang juga mengandung berbagai asam lemak tak jenuh seperti linoleat, oleat, eikosa pentaenoat (EPA), dan docosaheksaenoat (DHA) (Fredalina et al., 1999 dalam Karnila, 2009).
Putri (2002) dalam Karnila (2009), menunjukkan hasil penelitian ekstraksi komponen antibakteri dari teripang (Holothuria vacabunda) cukup efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Vibrio damsela, Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio charcariae. Ekstrak teripang juga menujukkan aktivitas antiprotozoa dan penghambatan pertumbuhan sel tumor (Firth, 1974 dalam Karnila, 2009). Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa teripang mengandung berbagai komponen bioaktif yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia Beberapa komponen bioktif seperti mukopolisakarida, glukosamine and condroitin sulfate, mineral dan trace mineral, steroid, kolagen, omega 3 – DHA dan EPA, serta holoturin akan kita jelaskan lebih lanjut.
Steroid teripang jenis pasir lebih tinggi dibanding ganat dan hitam. Ekstrak teripang berpotensi besar sebagai sumber testosteron alami (http://www.ipb.ac.id dalam Karnila, 2009). Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utama testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun sejumlah kecil hormon ini juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid anabolik. Baik pada jantan maupun betina, testoren memegang peranan penting bagi kesehatan. Fungsinya antara lain adalah meningkatkan libido, energi, fungsi imun, dan perlindungan terhadap osteoporosis. Secara rata-rata, jantan dewasa menghasilkan testosteron sekitar dua puluh kali lebih banyak dari pada betina dewasa.
Beberapa hasil penelitian kandungan steroid teripang telah dilakukan oleh Kustiariyah (2006) dalam Karnila (2009), menunjukkan bahwa ekstrak teripang mengandung senyawa steroid. Secara kuantitatif jeroan teripang basah lebih banyak mengandung senyawa steroid dibandingkan dengan daging dan jeroan kering. Senyawa steroid teripang mempunyai aktivitas biologis sebagai aprodisiaka disebabkan tinginya konsentrasi kolesterol dan testosteron dalam serum darah anak ayam jantan yang diberi ekstrak teripang Sedangkan Arisandi (2007) dalam Karnila (2009) menyatakan bahwa efektifitas ekstrak steroid teripang untuk memanipulasi kelamin udang galah adalah dengan pemberian hormon testosteron dari ekstrak jeroan teripang melalui metode injeksi dan dipping, secara efektif dapat mempengaruhi zigot dan larva berkembang menjadi jantan. Selanjutnya Nurjanah (2008) dalam Karnila (2009) menunjukkan bahwa teripang pasir (Holothuria scabra) mengandung tiga senyawa sterodi yang dominan yaitu 12β-hidroxy-20,24-dimethyl-12,18-oxa-25-norscalarane, 12,oleanene-3,16,21,22,28-pentol dan 24-O-(2,4-Di-O-methyl-D-xylopyranosyl-(12)-D-xylofuranoside), dan hasil uji bioassay menunjukkan bahwa teripang pasir dapat dijadikan sebagai aprodisiaka sehingga dapat memberikan nilai tambah pada teripang pasir.
Gambar 5. Hasil uji kandungan bioaktif ekstrak H.scabra
(Sumber: Karnila, 2009)
Manfaat
Antijamur alami dapat ditemukan dalam tubuh teripang. Ekstrak teripang mengandung senyawa triterpen glikosida baru, bersama dengan 2 glikosida yang telah dikenal yaitu holothurin A dan holohurin B telah diidentifikasi dari fraksi n butanol. Senyawa holothurin B menunjukkan aktivitas antijamur yang lebih baik melawan 20 isolat jamur secara in vitro. Holothuria scabra secara spesifik mengandung sapogenin steroid, triterpen glikosida dan holostan yang berfungsi sebagai antibakteri, antimikroba dan antijamur (Bordbar et al., 2011 dalam Pranoto et al., 2012).
H. scabra yang diekstrak dengan berbagai pelarut akan menghasilkan senyawa sesuai dengan tingkat kepolarannya. Pada pelarut metanol akan mengambil senyawa yang bersifat polar, etil asetat akan mengambil senyawa yang bersifat semi polar dan heksan akan mengambil senyawa yang bersifat non polar dari sampel. Penggunaan ketiga pelarut diatas dipilih untuk mendapatkan target senyawa yang tepat sebagai antijamur. Seperti yang disebutkan Ernawati (2007) dalam Pranoto et al. (2012), bahwa metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda pada pelarut yang berbeda kepolarannya. Pelarut semi polar misalnya etil asetat dapat menarik senyawa fenol dan terpenoid, sedangkan pelarut polar seperti metanol dapat menarik senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, dan tannin. Ernawati (2007) dalam Pranoto et al. (2012), menambahkan, senyawa yang dapat terikat pada pelarut metanol adalah saponin, alkaloid, polyhidroksisteroid.
Senyawa yang terkandung dan diduga berperan sebagai antijamur dalam H. scabra adalah alkaloid, saponin dan triterpen seperti yang ada pada ekstrak metanol. Ekstrak etil asetat hanya mengandung saponin dan triterpen sehingga aktivitas antijamurnya lebih kecil daripada ekstrak metanol. Kemampuan saponin sebagai antijamur diperkuat oleh Cowan (1999) dalam Pranoto et al. (2012)yang menyatakan bahwa saponin berkontribusi sebagai antijamur dengan mekanisme menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel C. albicans, sehingga permeabilitasnya meningkat. Hardiningtyas (2009) dalam Pranoto et al. (2012) menambahkan, saponin merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel.
Saponin dihasilkan sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri secara kimiawi bagi teripang di alam. Selain diduga sebagai pertahanan diri dari predator, juga diyakini memiliki efek biologis, termasuk diantaranya sebagai anti jamur, sitotoksik melawan sel tumor, hemolisis, aktivitas kekebalan tubuh, dan anti kanker (Zhang et al., 2006 dalam Pranoto et al., 2012). Bordbar et al. (2011) melaporkan, saponin teridentifikasi dari timun laut. Struktur kimianya cukup dapat dibandingkan dengan bioaktif ganoderma, ginseng, dan obat herbal lainnya. Saponin menunjukkan spektrum yang luas sebagai hemolisis, sitostatik dan antikanker.
Adanya satu atau lebih senyawa bioaktif dalam tubuh teripang juga memungkinkan kemampuan antijamur semakin besar. Hannifa et al. (2010) dalam Pranoto et al. (2012), menambahkan, interaksi dari senyawa saponin dan alkaloid diduga menimbulkan efek antijamur, walaupun mekanismenya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Nurjanah, et al. (2011) dalam Pranoto et al. (2012), menyatakan komponen polar yang terdapat pada invertebrata laut didominasi oleh garam-garam alkaloid, asam amino, polihidrosteroid dan saponin. Menurut Gholib (2009) dalam Pranoto et al. (2012), alkaloid merupakan senyawa yang bersifat antimikroba, yaitu menghambat esterase dan DNA serta RNA polymerase, menghambat respirasi sel. Alkaloid merupakan aktivator kuat bagi sel imun yang menghancurkan bakteri, virus, jamur, dan sel kanker.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid memiliki aktivitas sebagai antimikroba yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid (-) hardwicklic acid, phytol, triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida (Gunawan, 2008 dalam Pranoto et al., 2012). Thanh (2006) dalam Pranoto et al. (2012) juga telah berhasil mengisolasi triterpen glikosida dari teripang pasir yang terbukti mampu menjadi agen antijamur, antibakteri dan sitotoksik. Mokhlesi et al. (2011) dalam Pranoto et al. (2012) meneliti bahwa triterpen glikosida yang diisolasi dari H. axiloga mampu melawan jamur C. albicans, Cryptococcus neoformans dan Aspergillus fumigates. Triterpen glikosida dapat dimurnikan menjadi holothurin yang bersifat toksik sehingga mampu digunakan sebagai antijamur.
Hardiningtyas (2009) dalam Pranoto et al. (2012) menambahkan senyawa terpen dapat digunakan dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur, dan senyawa anti tumor. Demikian pula dikatakan Bordbar et al. (2011) dalam Pranoto et al. (2012), bahwa timun laut kaya akan glikosida terutama triterpen glikosida yang terbukti memiliki aktivitas antijamur dan antitumor. Triterpen glikosida dan glikosida lainya seperti holothurin A dan B, teridentifikasi dari fraksi n-butanol. Holothurin B menunjukkan aktivitas antijamur in vitro yang lebih baik melawan 20 jenis jamur.
Senyawa antijamur alami dari teripang dan hewan laut lainnya menjadi salah satu sumber obat antijamur baru yang dapat dikembangkan karena potensinya yang besar, seperti dilaporkan Murniasih (2005) dalam Pranoto et al. (2012) bahwa tingkat keragaman yang tinggi dan keunikan senyawa baru yang ditemukan dalam organisme laut merupakan pengaruh dari tingginya biodiversitas organisme laut. Pengaruh lingkungan laut seperti kadar garam, rendahnya intensitas cahaya, adanya arus, maupun kompetisi yang kuat mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder yang struktur kimianya relatif berbeda dengan organisme di darat. Ada kecenderungan bahwa sumber terbesar substansi bioaktif berasal dari organisme laut di daerah tropik, khususnya Indo-Pasifik. Jawahar et al. (2002) dalam Pranoto et al. (2012) menambahkan, saponin dari laut misalnya holothuria memiliki aktivitas hemolitik yang lebih besar bila dibandingkan dengan saponin yang berasal dari darat, yaitu dari tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Karnila, R. 2009. Pemanfaatan komponen bioaktif teripang dalam bidang kesehatan. http://repository.unri.ac.id.
Kustiariyah. 2007. Teripang sebagai sumber pangan dan bioaktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 10 (1): 1-8.
Pranoto, E. N., W. F. Ma’ruf dan D. Pringgenies. 2012. Kajian aktivitas bioaktif ekstrak teripang pasir (Holothuria scabra) terhadap jamur Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1 (1): 1-8.
Comments
Post a Comment