Skip to main content

Elasmobranchii

 

Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)

 makalah ikan tuna mata besar

PENDAHULUAN
KARAKTERISTIK IKAN
Sebaran
Bigeye tuna adalah anggota dari keluarga Scombridae dan ordo Perciformes. Tuna mata besar diklasifikasikan sebagai hewan yang sering melakukan migrasi menurut Annex 1 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 10 Desember 1982 (UNCLOS). Bigeye Tuna merupakan ikan pelagis yang paling umum ditemukan antara 0 dan 250 m) di daerah tropis dan sub-tropis perairan 13-29°C. Namun, sering ditemukan di perairan yang lebih dalam dan distribusinya meluas. Sementara itu secara global (lihat Gambar 1), stok terpisah di Pasifik Timur, Pasifik Barat, Atlantik dan Samudera Hindia (De Leiva Moreno dan Majkowski dalam Lack, 2007). Bigeye tuna tidak ditemukan di Laut Mediterania (Lack, 2007).
daerah penyebaran ikan tuna mata besar
Gambar 1. Daerah penyebaran ikan tuna mata besar
(Sumber: Lack, 2007)

Tuna mata besar (Thunnus obesus Lowe, 1839) merupakan salah satu komoditi ekspor ikan tuna yang utama di Indonesia. Sumber daya tuna mata besar tersebar di seluruh perairan tropis dan sub tropis Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Atlantik (Bahtiar et al., 2013). Ikan tuna mata besar (bigeye tuna) merupakan spesies penting dalam perikanan tuna di sepanjang Samudera Hindia. Hasil tangkapan ikan tuna mata besar dengan longline di Samudera Hindia dari akhir tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an meningkat dari 40.000 ton hingga mencapai 100.000 ton pada akhir tahun 1990-an. Puncak hasil tangkapan terjadi pada tahun 1997-1999 (140.000-150.000 ton) dan sejaksaat itu terjadi penurunan, yaitu 96.200-121.7000 ton pada tahun 2003-2007 (IOTC, 2008 dalam Faizah, 2010).
Bigeye Tuna (Thunnus obesus) adalah spesies ikan yang melakukan migrasi, diperdagangkan secara luas dan memiliki harga tinggi. Pada tahun 2004, ekspor spesies ini mencapai lebih dari 160 000 ton senilai USD 814 M (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), 2007 dalam Lack, 2007). Meskipun demikian, sampai saat ini, penelitian dan pengkajian saham dari Bigeye Tuna masih relatif terbatas. Secara global, stok tuna berada di bawah ancaman (lihat Tabel 1). Sebagai contoh, World Conservation Union (IUCN) stok di Samudera Atlantik dari Atlantic Bluefin Tuna Thunnus thynnus dan Southern Bluefin Tuna Thunnus macoyii stoknya kritis dan di Atlantik timur status Atlantic Bluefin Tuna telah langkah (IUCN, 2006). Semua stok Bigeye Tuna sekarang dianggap sepenuhnya berlebihan atau overfished di beberapa daerah. Tanpa adanya tindakan yang cepat dan manajemen yang efektif, status Bigeye Tuna ini cenderung akan memburuk sama halnya seperti pada Atlantic dan Southern Bluefin Tuna (Lack, 2007).

Tabel 1. Manajemen dan status tuna mata besar

Samudera Atlantik
Samudera Hindia
Samudera Pasifik Barat dan Pusat
Samudera Pasifik Timur
Badan Pengawasan
International Commision for the Conservation of Atlantic Tunas (ICCAT)
Indian Ocean Tuna Commision (IOTC)
Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC)
Inter-American Tropical Tuna Commision (IATTC)
Status
    Eksploitasi tinggi
    Penangkapan berlebihan terjadi beberapa tahun
      Eksploitasi tinggi
    Eksploitasi tinggi
    Penangkapan berlebihan terjadi
    Eksploitasi tinggi
    Penangkapan berlebihan terjadi
Perkiraan jumlah ketersediaan (ton)
93.000-114.000
111.200
110.000-120.000
106.722
Jumlah tangkapan tahun 2006 (ton)
60.453
112.400
157.102
102.376
Persentase sebagai hasil tangkapan sampingan purse seine
21%
23%
28%
60%
(Sumber: Lack, 2007)

Sebelum tahun 1994, sebagian besar tuna mata besar hidup di timur Samudera Pasifik yang ditangkap menggunakan rawai dengan jumlah yang lebih kecil daripada menggunakan purse seine. Pertumbuhan purse seine setelah pengenalan rumpon di awal 1990-an diikuti oleh penurunan tangkapan longline dan tangkapan purse seine lebih besar dari tangkapan longline sejak tahun 2004. Tangkapan bigeye untuk 2000-2007 ditunjukkan pada Tabel 2. Total tangkapan memuncak pada tahun 2000 dan kemudian menurun. Hingga tahun 1994, saham itu terpelihara dengan baik di atas ukuran yang terkait dengan MSY, dengan tingkat kematian ikan rendah. Sejak itu, tingkat kematian ikan telah meningkat dan saham telah menurun dan telah overfished selama lima tahun terakhir (Allen, 2010).

Tabel 2. Hasil tangkapan tuna mata besar di Samudera Pasifik Timur (ton)
Tahun
Jumlah tangkapan mengunakan purse-seine (ton)
Jumlah tangkapan mengunakan longline (ton)
Jumlah keseluruhan tangkapan menggunakan alat tangkap lain (ton)
2000
94.960
47.605
148.148
2001
61.156
68.754
131.223
2002
57.440
74.424
132.813
2003
54.174
59.776
116.213
2004
67.592
43.478
11.852
2005
69.826
41.720
113.544
2006
83.978
35.363
121.263
2007
61.434
25.560
88.280
Sumber: IAATC dalam Allen (2010)

Tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan salah satu spesies yang mempunyai potensi dalam meningkatkan sumber protein hewani, memiliki nilai ekonomis yang tinggi, serta merupakan komoditas ekspor kedua setelah udang. Hidup diperairan tropis hingga sub tropis, yaitu samudera Atlantik dan samudera Hindia pada kedalaman 20-250 meter termasuk di wilayah selatan Jawa yang merupakan daerah fishing ground tuna mata besar. Sehingga nelayan Indonesia sering menangkap tuna mata besar di perairan samudera Hindia sebelah barat Sumatera, selatan Jawa dan di laut Banda (Syarief et al., 2010 dalam Wodi et al., 2014)
Menurut Faizah (2010), tuna mata besar (Thunnus obesus) menyebar dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau di Indonesia hingga ke Samudera Hindia. Ikan ini terutama ditemukan di perairan sebelah selatan Jawa, sebelah barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda dan Laut Maluku. Menurut Laevastu dan Hela (1970) dalam Faizah (2010), tuna mata besar merupakan jenis yang memiliki toleransi suhu yang paling besar, yaitu berkisar antara 11-28oC.
Waktu yang dihabiskan bigeye di siang hari menunjukkan variabilitas musiman yang berbeda, namun penyebarannya ditandai dengan variabilitas dari individu masing-masing. Penyebaran di siang hari pada setiap tahun cenderung muncul saat bulan-bulan musim semi, Mereka hidup di perairan dingin sekitar 300-500 m dan di perairan dangkal serta hangat sekitar 50-100 m. Pada musim panas hampir tidak jelas penyebarannya. Pada musim gugur mencerminkan pengurangan waktu yang dihabiskan di permukaan air. Serta selama bulan-bulan musim dingin mereka habiskan di permukaan air (Gunn et al., 2005).
Ikan Tuna (Thunnus) merupakan salah satu potensi ikan laut yang menjadi andalan yang hidup di laut dalam, khususnya di Perairan Indonesia bagian Timur meliputi Laut Makassar, Laut Banda, Laut Maluku, Laut Sulawesi, Laut Arafuru dan Laut Papua. Ikan tuna yang hidup di perairan laut Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni ikan tuna besar dan ikan tuna kecil. Ikan tuna besar meliputi madidihang (yellowfin tuna), albakora (albacore), tuna mata besar (big eye tuna), dan tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna). Ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albakora hidup di perairan sebelah Barat Sumatera, Selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur (lihat Gambar 2). Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di perairan sebelah Selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian Selatan yang bersuhu rendah (dingin).
daerah penyebaran ikan tuna di indonesia
Gambar 2. Daerah penyebaran ikan tuna di Indonesia
(Sumber: Rahajeng, 2012)

Siklus Reproduksi
Ikan tuna mata besar merupakan serial spawner, dapat mengulang pemijahan secara harian atau mendekati interval harian selama periode pemijahan yang panjang (Nikaido et al., 1991 dalam Faizah et al., 2010). Pemijahan terjadi menjelang sore atau malam di dekat permukaan (McPherson, 1991 dalam Faizah et al., 2010). Diperkirakan dari pukul 18.00 hingga tengah malam, menyimpan telur harian (Matsumoto dan Miyabe, 2002 dalam Faizah et al., 2010). Puncak pemijahan pada malam hari sekitar pukul 19.00 hingga pukul 24.00, dengan batch fekunditas jutaan telur setiap periode pemijahan (Faizah et al., 2010).
Dalam penelitian Matsumoto dan Miyabe (2002), bigeye tuna diperkirakan bertelur dari pukul 7 malam hingga tengah malam. Hasil ini mirip dengan bigeye tuna di Samudera Pasifik (Nikaido et al., 1991 dalam Matsumoto dan Miyabe, 2002), yang diperkirakan bertelur dari sekitar dari pukul 7 malam sampai tengah malam, atau tuna sirip kuning di timur Samudera Pasifik (Schaefer, 1996 dalam Matsumoto dan Miyabe, 2002), yang diperkirakan 22:30-03:30. Ada kemungkinan bahwa tren ini pemijahan di malam hari karena meminimalkan predasi atau kerusakan oleh ultraviolet (Schaefer, 1996). Dilaporkan bahwa waktu renang bigeye tuna berpengaruh terhadap waktu renang antara siang dan malam (berenang dangkal kedalaman di malam hari dan menyelam jauh di siang hari) (Holland et al., 1990 dalam Matsumoto dan Miyabe, 2002) dan pola berenang kemungkinan terkait dengan waktu bertelur (Matsumoto dan Miyabe, 2002).
Dalam penelitian Matsumoto dan Miyabe (2002), didapatkan data bahwa ada kemungkinan bahwa pemijahan (ovulasi) dari bigeye tuna adalah terkait dengan matahari terbenam dengan ritme diurnal. Ada beberapa laporan yang menyatakan hubungan antara waktu pemijahan dan matahari terbenam. Misalnya, Kumai dan Nakamura (1977) dalam Matsumoto dan Miyabe (2002), melaporkan bahwa Sillago sihama memijah sekitar waktu matahari terbenam (pukul 18.00-19.00). Untuk meneliti bahwa secara rinci, perlu untuk menganalisis lebih lanjut sampel gonad atau untuk melakukan percobaan pemeliharaan. Menurut Nikaido et al. (1991) dalam Matsumoto dan Miyabe (2002), memperkirakan bahwa interval pemijahan adalah 1,0-1,1 hari. Dalam kasus apapun, bigeye tuna diperkirakan bertelur hampir setiap hari di daerah dan musim diteliti dalam penelitian ini. Menurut Sun et al. (1999) dalam Matsumoto dan Miyabe (2002), melaporkan bahwa ada variasi musiman dari pemijahan bigeye tuna (musim pemijahan musim dari bulan Februari sampai September di Pasifik barat) dan hal ini harus diteliti lebih lanjut dan dipertimbangkan dalam studi masa depan untuk memperkirakan reproduksi tahunan spesies ini.

Morfologi
Menurut Fukofuka dan Itano (2006) dalam Faizah (2010), ikan tuna mata besar mempunyai ciri-ciri luar sebagai berikut:
-       Sirip ekor mempunyai lekukan yang dngkal pada pusat celah sirip ekor.
-       Pada ikan dewasa matanya relatif besar dibandingkan dengan tuna-tuna yang lain.
-       Profil badan seluruh bagian dorsal dan ventral melengkung secara merata.
-       Sirip dada pada ikan dewasa, 1/4-1/3 kali fork length (FL).
-       Sirip dada pada anak ikan tuna (yuwana) lebih panjang dan selalu melewati belakang sebuah garis yang digambar di antara tepi-tepi anterior sirip punggung kedua dan sirip anal.
-       Ikan-ikan tuna mata besar dengan ukuran <75 cm (10 kg) mempunyai sirip dada lebih panjang daripada ikan tuna sirip kuning dari ukuran-ukuran yang sebanding.

Ciri-ciri ikan tuna mata besar (bigeye tuna) menurut Itano (2005) adalah sebagai berikut (lihat Gambar 3).
      Memiliki garis vertikal dengan banyak spasi garis putih tidak teratur.
      Beberapa baris titik-titik tetapi sedikit dan tidak teratur.
      Pola garis tidak teratur dan sebagian besar terbatas pada bawah garis lateral.
      Meniliki tanda bintik-bintik pada setengah posterior tubuh.
      Memiliki garis demarkasi yang tidak jelas.
      Memiliki garis berwarna emas yang kurang jelas.
      Memiliki punggung berwarna hitam dengan garis biru cerah.
      Sirip kehitaman kekuningan dengan sirip anal berwarna perak.
      Sirip ekor berwarna hitam.
      Bagian sisi perut berbentuk bulat berwarna putih seperti mutiara.
ikan tuna mata besar
Gambar 3. Ikan tuna mata besar (Thunnus obesus)
(Sumber: Itano, 2005)

Penangkapan
Penangkapan tuna mata besar skala industri dilakukan dengan menggunakan alat tangkap rawai tuna (tuna longline). Rawai tuna bersifat pasif namun efektif dalam menangkap tuna karena konstruksinya mampu menjangkau kedalaman renang tuna. Penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia semakin kompetitif, sehingga setiap Nahkoda atau Fishing Master kapal rawai tuna perlu memiliki metode yang efektif dan efisien. Metode penangkapan ikan tuna khususnya dalam mengatur pelaksanaan setting, hauling dan mengelola daerah penangkapan disebut taktik penangkapan ikan tuna (Soepriyono, 2009 dalam Bahtiar et al., 2013). Taktik penangkapan yang efektif dan efisien memerlukan pengetahuan mengenai tingkah laku ikan tuna. Beberapa informasi tentang tingkah laku ikan tuna seperti sebaran ikan tuna berdasarkan suhu dan kedalaman perairan, waktu kebiasaan tuna aktif mencari makanan dalam periode 24 jam di suatu perairan merupakan informasi yang berguna untuk mendukung keberhasilan penangkapan ikan tuna. Keberhasilan penangkapan ikan tuna akan mempengaruhi kegiatan industri perikanan tuna, terutama dalam hal meningkatkan pemasaran produk ikan baik untuk tujuan ekspor dan lokal. Hal ini seiring dengan program utama Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan aktivitas industrialisasi perikanan dari hulu hingga hilir (Bahtiar et al., 2013).
Longline dan purse seine adalah alat tangkap paling penting untuk menangkap tuna di Jepang dan Korea. Tuna mata besar hidup di perairan dalam (sekitar 300m) dibandingkan tuna sirip kuning dan albakore (keduanya hidup dikedalaman sekitar 200m) dan tidak dapat dijangkau dengan purse seine. Longline standar memiliki ukuran maksimum 170 m. Pada tahun 1970, longline dasar berkembang untuk menangkap tuna mata besar. Di Taiwan, longline adalah alat tangkap tradisional untuk menangkap tuna, namun dalam perkembangannya terciptanya purse seine di awal tahun 1980. Hal ini berarti longline Taiwan digunakan untuk menangkap 91988-92) tuna sirip kuning, albakore dan tuna mata besar dengan ukuran 18.564, 44.962 dan 20.843 (Bjordal dan Lokkeborg, 1996).
Tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dan tuna mata besar (Thunnus obesus) nampaknya menunjukkan pendekatan hampir berlawanan dengan lingkungan mereka. Tuna mata besar berenang keatas dari perairan yang dalam dengan suhu yang lebih rendah menuju sumber makanan. Perilaku ini sebagai kunci pergerakan melewati lapisan kedalaman (Deep Scattering Layer/DSL). Perilaku waktu renang tuna digunakan untuk menjelaskan kemampuan mencari makanan dan meminimalisir kompetisi dengan spesies lain (Block dan Stevens, 2001).

Pasca Panen
Pada umumnya tuna dipasarkan sebagai produk segar (didinginkan) dalam bentuk utuh disiangi (fresh whole gilled and gutted); sebagai produk beku dalam bentuk utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin (frozen loin) dan steak (frozen steak); dan produk dalam kaleng (canned tuna) (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005 dalam Irianto dan Akbarsyah, 2007).
jenis ikan tuna kaleng
Gambar 4. Jenis ikan tuna yang dikalengkan
(Sumber: SNI-01-2712-1992 dalam Irianto dan Akbarsyah, 2007)

Handling
Dari penelitian Nobrega et al. (2014), penanganan ikan tuna mata besar dilakukan ketika diatas kapal, ikan dimatikan dengan cara dipukul dibagian tengkorak dan melakukan proses bleeding dengan cara memotong pada bagian bawah sirip dada, sehingga jantung yang masih berdetak, memompa darah untuk luar. Pendarahan ikan mati juga dilakukan dengan menggunakan tekanan air untuk membuang sisa darah, teknik bleeding dijelaskan oleh Blanc et al. (2005) dalam Nobrega et al. (2014), setelah pendarahan, ikan mati dibuang bagian kepalanya, dicuci dengan air laut dan dibungkus kain untuk menghindari kontak langsung dengan es. Kemudian, ikan dikirim ke tempat penyimpanan (storage) pada kapal berisi es dibuat dari air yang mengandung klor. Semua dilakukan di atas kapal dan pengepakan dilakukan di atas es, dilakukan dalam waktu 10 menit, seperti yang direkomendasikan oleh Ali (1995) dalam Nobrega et al. (2014), yang mengatakan bahwa penanganan di kapal harus dilakukan dengan lembut untuk menghindari memar serta cepat untuk mencegah kondisi yang disebut Yake niku (istilah Jepang untuk Burnt Tuna Syndrome (BTS)). Penanganan sama pada semua kapal nelayan. Untuk traceability selama pengolahan di atas kapal (on-board), masing-masing ikan di identifikasi dengan nomor segel dan diikat dengan pita berwarna-warni untuk menunjukkan hari penangkapan, satu warna untuk setiap hari.
Menurut Blanc et al. (2005), ada banyak cara penanganan dan pengepakan tuna segar, tetapi hanya sedikit yang cocok untuk mengekspor produk bermutu tinggi untuk pasar sashimi. Metode yang memenuhi standar dituntut dari pasar ekspor tuna segar. Untuk tahap tertentu dari proses penanganan, teknik alternatif dijelaskan karena persyaratan dapat bervariasi dari importir kepada importir. Oleh karena itu penting bahwa operator kapal nelayan menyadari persyaratan khusus pembelinya. Beberapa perahu nelayan operator ekspor ke beberapa pasar internasional (misal tuna yang diekspor ke Jepang, sementara yang lain yang diekspor ke Hawaii atau daratan AS). Oleh karena itu anggota awak mungkin perlu untuk menangani setiap ikan sesuai dengan yang pasar dimaksud.

Komposisi Gizi
Komposisi kimia daging tuna bervariasi menurut jenis, umur, kelamin dan musim. Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak sebelum dan sesudah memijah. Kandungan lemak juga berbeda nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak di bawah kulit berubah menurut umur dan/atau musim. Lemak paling banyak terdapat di dinding perut (Murniyati dan Sunarman, 2000 dalam Irianto dan Akbarsyah, 2007).
Ikan tuna merupakan jenis ikan dengan kandungan protein tinggi, berkisar antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging dan lemak yang rendah berkisar antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging, mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavon, dan niasin). Bagian ikan tuna yang dapat dimakan berkisar antara 50% - 60%. Kadar protein daging putih tuna lebih tinggi daripada daging merahnya. Berbanding terbalik dengan kadar lemaknya yang daging putih tuna lebih rendah dari daging merahnya. Ikan ini memiliki nilai jual tinggi, dan termasuk jenis ikan yang paling banyak dicari dan dicuri dari laut Indonesia.Itu disebabkan rasanya yang lezat. Selain itu, banyak kandungan zat gizi yang mampu menyehatkan orang dewasa dan mencerdaskan anak-anak. Ikan tuna mengandungan asam lemak omega-3 lebih banyak bila dibanding dengan ikan tawar, yaitu 28 kali lebih banyak daripada ikan air tawar. Manfaat dari omega-3 adalah bisa menurunkan kadar kolesterol darah dan menghambat proses terjadinya aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah). Konsumsi ikan tuna 30 gram sehari bisa mereduksi risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50 persen. Asam lemak omega-3 juga mempunyai peran penting untuk proses tumbuh kembang sel-sel saraf, termasuk sel otak, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan, terutama pada anak-anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang (Rahajeng, 2012).
kandungan ikan tuna
Gambar 5. Kandungan ikan tuna
(Sumber: Rahajeng, 2012)

Kandungan vitamin pada tuna sangat tinggi. Mencapai 2,183 IU. konsumsi 100 gram ikan tuna sirip biru cukup untuk memenuhi 43,6% kebutuhan vitamin A akan tubuh setiap harinya. Vitamin A sangat baik untuk pemeliharaan sel epitel, peningkatan imunitas tubuh, pertumbuhan, penglihatan, dan reproduksi. Ikan tuna juga merupakan sumber vitamin B6 dan asam folat. World’s Health Rating dari The George Mateljan Foundation menggolongkan kandungan vitamin B6 tuna dalam kategori “sangat baik” karena mempunyai nutrient density yang tinggi, yaitu mencapai 6,7 (batas kategori sangat baik adalah 3,4-6,7). Vitamin B6 bersama asam folat dapat menurunkan level homosistein yang sangat berbahaya bagi pembuluh arteri dan sangat potensial sebagai potensial sebagai penyebab kolestero, namun kadarnya cukup rendah dibandingkan dengan pangan hewani lainnya. Kadar kolesterol pada ikan tuna adalah 38-45 mg/100 g ikan. Daging ikan tuna terdiri dari dua bagian yaitu daging putih dan daging merah kurang lebih 1/6 bagian. Daging merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi, yang diimbangi dengan banyaknya jaringan pengikat dan pembuluh darah, sementara daging putih mempunyai jenis-jenis protein yang berkualitas tinggi.  Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar protein pada telur yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama. Kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing-masing 22 gram dan 13 gram (Kordi, 2010).
kandungan gizi thunnus obesus
Gambar 6. Kandungan gizi Hawaii Bigeye Tuna (Thunnus obesus)
(Sumber: Dobbs dan John, 2016)

Kesehatan
Menurut Kordi (2010), kandungan gizi pada ikan tuna sangat efektif untuk menyembuhkan berbagai penyakit, salah satunya. Sebuah studi yang pernah dilakukan selama 15 tahun menunjukan bahwa konsumsi ikan tuna sebanyak 2-4 kali setiap minggu dapat mereduksi 27% risiko penyakit stroke daripada yang hanya mengonsumsi 1 kali dalam sebulan. Konsumsi ikan tuna 5 kali dalam seminggu dapat mereduksi penyakit stroke hingga 52%; konsumsi ikan tuna sebanyak 13 kali dalam seminggu dapat mengurangi risiko tubuh dari ischemic stroke, yaitu stroke yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke otak. Dari delapan penelitian yang tercatat dalam The George Mateljan Foundation (2006), konsumsi ikan tuna sebanyak 1-3 kali/bulan dapat mengurangi risiko ischemic stroke sebesar 9%. Selanjutnya, risiko menurun sebanyak 13% pada konsumsi ikan tuna sekali seminggu, 18% pada konsumsi tuna 2-4 kali/minggu, dan 31% pada konsumsi tuna 5 kali atau lebih setiap minggunya. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam 6th Congress of The International Society for the Study of Fatty Acid and Lipid pada Desember 2004 telah membuktikan bahwa ikan tuna dapat mencegah obesitas dan sangat baik untuk penderita diabetes melitus tipe 2. Hal itu karena kandungan EPA yang tinggi pada ikan tuna dapat menstimulasi hormon leptin, yaitu hormon yang membantu meregulasi asupan makanan. Dengan regulasi tersebut, tubuh akan terhindar dari konsumsi makanan berlebihan penyebab obesitas.
Menurut Kordi (2010), pada tahun 2004, sebuah studi di Universitas Harvard menyebutkan bahwa konsumsi ikan tuna sebanyak 1-4 kali setiap minggu dapat meningkatkan omega-3 dan mencegah penyakit heart arrhythmia hingga 28%. Publikasi Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention (2004) menunjukan bahwa mengonsumsi ikan yang kaya asam lemak (seperti ikan tuna) dapat mengurangi penyakit leukimia, multiple myeloma, dan non-hodgkins lymphoma. Studi yang dilakukan terhadap 6800 orang di Kanada menunjukan bahwa konsumsi ikan yang kaya akan asam lemak dapat mengurangi risiko leukimia hingga 28%, multiple myeloma 36%, non-hodgkins lymphoma hingga 29%. Ikan tuna juga baik untuk mencegah kanker payudara. Hal itu dikarenakan kandungan omega-3 pada tuna dapat menghambat enzim proinflammatory yang disebut cyclooxygenase 2 (COX 2) – enzim pendukung terjadinya kanker payudara. Omega-3 juga dapat mengaktifkan reseptor di membran sel yang disebut peroxisome proliferator-actived receptor (PPAR)-a, yang dapat menangkap aktivitas sel penyebab kanker. Para peneliti menyarankan agar penderita skizofrenia (schizo-phrenia) mengonsumsi kapsul minyak ikan yang mengandung omega-3 karena dapat mengurangi gejala penyakit tersebut. Dosis yang dianjurkan adalah antara 2.000-4.000 mg/hari. Sebuah penelitian lain di County Hurham (Inggris) yang dilakukan kepada 20 anak yang mempunyai masalah kepribadian, seperti sering mengganggu dan menyusahkan orang lain secara terus menerus, diterapi dengan suplemen minyak ikan yang mengandung omega-3 selama 3 bulan. Pada akhir riset, psikologi pendidikan Madeleine Portwood memberikan gambaran yang menaarik. Hanya 3 anak yang digolongkan sebagi bermasalah tidak mempunyai perhatian dan 6 anak di antara sangat implusif. Setelah mengikuti riset ini, anak yang tadinya dikategorikan bermasalah dan sangat bermasalah kini meningkat sebesar 90% menjadi kategori sedang dan baik. Madeleine Portwood menyatakan bahwa suplemen minyak ikan yang diberikan selama periode 3 bulan akan sangat berpengaruh bagi anak dalam masa pertumbuhan.
Menurut Kordi (2010), sebuah penelitian terhadap ikan tuna (Thunnus) menunjukkan bahwa ikan tuna mempunyai kandungan omega-3 lebih banyak dari ikan air tawar, yaitu mencapai 28 kali. Konsumsi ikan tuna 30 g sehari dapat mereduksi risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50%. Ikan tuna juga mempunyai selenium. Konsumsi 100 g ikan tuna cukup memenuhi 52,9% kebutuhan selenium pada tubuh. Selenium mempunyai peranan di dalam tubuh kareena mengaktifasi enzim antioksidan glutathione peroxidase yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas penyebab berbagai jenis kanker. Dilihat dari natrium dan kalium, ikan tuna baik untuk penderita jantung. Kalium bermanfaat untuk mengendalikan tekan darah, terapi darah tinggi dan membersihkan karbondioksida darah. Kalium juga bermanfaat untuk memiu kerja otot dan simpul saraf. Kalium yang tinggi akan memperlancar pengiriman oksigen ke otak dan membantu memperlancar cairan tubuh.

Kepandaian
Menurut Peng et al. (2013), delapan belas asam amino diidentifikasi. Asam amino paling dominan adalah asam glutamat, asam aspartat, dan lisin (mulai dari 7,93% menjadi 12,45%). Dari asam amino, asam glutamat adalah yang paling dominan. asam glutamat sekitar 12,45% dan 11,28% dari kandungan asam amino jaringan otot tuna yellowfin dan bigeye tuna. Dengan pengecualian dari asam glutamat, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua spesies tuna yang ditemukan dalam asam amino lain (P> 0,05). Rasio (dinyatakan sebagai persentase) dari asam amino esensial (EAAs) terhadap total asam amino (TAAS) di yellowfin tuna dan bigeye tuna yang 44,95% dan 45,64%.
Asam amino merupakan komponen penting yang memainkan peran kunci dalam banyak proses penyembuhan; kekurangan asam amino akan menghambat banyak proses pemulihan. Misalnya, glisin, komponen utama kolagen kulit manusia, bersama-sama dengan asam amino lainnya (misalnya, alanin, prolin, arginin, serin, isoleusin, dan fenilalanin) bentuk polipeptida yang mempromosikan pertumbuhan kembali dan penyembuhan jaringan (Witte et al., 2002 dalam Peng et al., 2013). asam glutamat sangat penting untuk proliferasi sel (Zhao et al., 2010 dalam Peng et al., 2013). Dalam studi ini, asam glutamat adalah yang paling dominan di antara semua asam amino dalam ikan tuna. Dua spesies tuna mengandung asam amino yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka. Rasio (dinyatakan sebagai persentase) dari asam amino esensial (EAAs) terhadap total asam amino (TAAS) di yellowfin tuna dan bigeye tuna lebih tinggi dari nilai yang dilaporkan untuk persyaratan usia manusia yang berbeda (yaitu, 39% untuk bayi, 26% untuk anak-anak, dan 11% untuk orang dewasa) (Oluwaniyi et al., 2010 dalam Peng et al., 2013). Selain itu, kandungan total EAA dari jaringan otot tuna jauh lebih tinggi dari yang hadir dalam protein referensi. Dengan demikian, dua ikan tuna ini merupakan sumber yang baik dari asam amino (Peng et al., 2013).
asam amino tuna mata besar
Gambar 7. Kandungan asam amino tuna sirip kuning dan tuna mata besar
(Sumber: Peng et al., 2013)

Menurut Peng et al. (2013), asam lemak yang paling banyak dalam dua spesies tuna (tuna sirip kuning dan tuna mata besar) adalah C16: 0, (26,18% di tuna yellowfin dan 24,55% di bigeye tuna). Asam lemak utama lainnya adalah C18:1, C22:6 (DHA) dan C18:0. DHA, C18:1 dan jumlah asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) konsentrasi di bigeye tuna secara signifikan lebih tinggi daripada pada tuna yellowfin (P <0,05) Namun, tuna sirip kuning memiliki konsentrasi yang lebih tinggi pada asam lemak jenuh (SAF) Total PUFA di yellowfin tuna dan bigeye tuna adalah 28,35% dan 30,26%, masing-masing ada perbedaan yang signifikan dalam C20:4 (ARA) dan C20: 5 (EPA) yang ditemukan antaratuna sirip kuning tuna dan tuna mata besar (P> 0,05). n-3 / n-6 rasio yellowfin tuna dan bigeye tuna yang 3,29 dan 4,56.
Asam lemak penting bagi kesehatan manusia dan hewan; beberapa asam lemak merupakan prekursor untuk eikosanoid, bioregulator penting dalam banyak proses seluler (Khotimchenko, 2005 dalam Peng et al., 2013). Ikan diketahui mengandung polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang mengatur sintesis prostaglandin dan menginduksi penyembuhan luka (Dewan et al., 2003 dalam Peng et al., 2013). Jaringan otot dari dua spesies tuna (tuna sirip kuning dan tuna mata besar) yang kaya DHA dan C20:5 (EPA). Jumlah DHA dari yellowfin tuna dan bigeye tuna adalah 16,91% dan 20,22%, lebih rendah daripada tuna sirip biru (23%) (Nakamura et al., 2007 dalam Peng et al., 2013). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kandungan DHA dari jaringan otot ikan yang sering bermigrasi (misalnya, tuna) lebih tinggi dari spesies non-migrasi (Garaffo et al., 2011 dalam Peng et al., 2013). DHA dan EPA telah terbukti untuk melindungi terhadap penyakit arteri koroner manusia (Swanson et al., 2012 dalam Peng et al., 2013). Tuna sirip kuning dan tuna mata besar juga mengandung asam arakidonat (ARA; C20: 4), awal dari prostaglandin dan tromboksan (Pompeia et al., 2002 dalam Peng et al., 2013).
PUFA n-3 dan n-6 telah terbukti memiliki efek positif pada penyakit kardiovaskular dan kanker jenis tertentu (Iwasaki et al., 2011 dalam Peng et al., 2013). Komposisi PUFA dapat bervariasi di antara spesies ikan, bahkan di antara air tawar dan ikan laut (Waters et al., 2013 dalam Peng et al., 2013). Rasio n-3 / n-6 adalah indikator yang berguna untuk membandingkan nilai-nilai gizi relatif minyak ikan yang berbeda. Telah dilaporkan bahwa diet manusia menggunakan n-3 / rasio n-6 dari 1 sampai 5 adalah diet sehat (Osman et al., 2001 dalam Peng et al., 2013). Kedua spesies tuna memiliki n-3 / n-6 rasio (3-5) yang direkomendasikan. Rasio PUFA / SAF berkisar antara 0,64 dan 0,82, mengungkapkan bahwa tuna yellowfin dan bigeye tuna merupakan sumber yang baik dari PUFA. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa rasio PUFA / SAF dari tuna sirip biru adalah sekitar 1,00 (Nakamura et al., 2007 dalam Peng et al., 2013), yang lebih tinggi daripada tuna yellowfin dan bigeye tuna (Peng et al., 2013).
asam lemak tuna mata besar
Gambar 8. Kandungan asam lemak tuna sirip kuning dan tuna mata besar
(Sumber: Peng et al., 2013)

Menurut Razak (2013), ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Selain itu ikan tuna juga mengandung mineral, kalsium, fosfor, besi, sodium, vitamin A dan vitamin B. Komposisi gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Gizi Ikan Tuna
Komponen
Satuan
Komposisi Kimia
Karbohidrat
Protein
Lemak
Kadar
Kalsium
Zat Besi
Magnesium
Phosphorus
Vitamin B-6
Vitamin B-12
Vitamin A
Vitamin E
Vitamin D
Vitamin K
Kcal
Gr
Gr
GR
mg
mg
mg
mg
mg
µg
IU
mg
IU
µg
109
24,40
0,49
74,03
4
0,77
35
278
0,933
2,08
60
0,24
69
0,1
(Sumber: Razak, 2013)

Meskipun tuna mengandung kolesterol namun kadarnya sangat rendah dari pada yang lain. Sebagai salah satu komoditas laut, tuna kaya akan asam lemak omega 3 EPA dan DHA. Kandungan omega 3-nya lebih tinggi dari pada ikan air tawar. Asam lemak omega 3 juga memiliki peranan penting untuk proses pertumbuhan sel-sel syaraf termasuk sel otak sehingga bisa meningkatkan kecerdasan otak terutama pada anak-anak yg sedang mengalami proses pertumbuhan. Ikan Tuna atau ikan Sisiak (sebutan nelayan di Padang) juga kaya berbagai mineral penting yang esensial bagi tubuh. Kandungan iodium pada ikan tuna mencapai 28 kali iodium pada ikan tawar. Iodium berperan penting untuk meningkatkan kecerdasan anak. Ikan tuna juga kaya akan selenium. Selenium ini memiliki peranan penting didalam tubuhyaitu mengaktifkan enzim antioksidan glutathione peraxidase. Enzim ini bisa melindungi dari serangan radikal bebas. Tuna juga mengandung kalium dan natrium. Ikan tuna juga mengandung vitamin yang sangat baik untuk pemeliharaan sel epitel, peningkatan imunitas tubuh, pertumbuhan, penglihatan
Omega-3 termasuk dalam asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA). PUFA dibagi menjadi dua grup penting yakni asam lemak omega-3 dan asam lemak omega-6. Contoh asam lemak Omega-3 ialah asam Eikosapentaenoat (EPA) dan Asam Dokosaheksaenoat (DHA). EPA dan DHA dikenal sebagai asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap pada atom C ketiga. Karena ikatan rangkap pada atom C ketiga, maka disebut omega-3. Jenis ikan laut yang kaya kandungan omega-3 salah satunya adalah tuna. Omega 3 ini sangat dibutuhkan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan sel-sel saraf otak agar optimal terutama pada anak-anak sampai sekitar usia 5 tahun mengingat pertumbuhan otak anak yang cepat dan pesat pada masa tersebut. Omega 3 bahkan tetap dibutuhkan sampai usia dewasa. Kurangnya kadar Omega 3 akan membuat sel saraf di otak kekurangan energi untuk proses perkembangan otak sehingga dapat mengganggu kerja dan fungsi otak seperti hilangnya daya ingat dan penurunan fungsi otak lainnya secara drastis.
Omega-3 yang terdapat pada ikan tuna dapat membantu meningkatkan fungsi mengingat atau fungsi kognitif otak, sehingga dapat terhindar dari penyakit degenerasi fungsi otak seperti Alzheimer karena membantu memperlancar suplai darah dari tubuh ke otak. Omega-3 pada ikan tuna mata besar juga dapat menurunkan resiko inflamasi, memperantai sinyal agar dapat diterima oleh otak, pada orang yang menderita Alzheimer akan mengalami gangguan dalam hal penyampaian signal atau impuls ke otak.

Kekuatan Fisik
Berikut merupakan kandungan asam lemak beberapa organisme akuatik yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan EPA dan DHA beberapa hasil perikanan
Jenis biota air
EPA (mg/100 gram ikan)
DHA (mg/100 gram ikan)
Cumi-Cumi
56
152
Cakalang
78
310
Kakap
157
297
Ikan mas
159
288
Ikan sebelah
210
202
Rainbow trout
247
983
Kembung
403
784
Horse mackerel
408
748
Belut laut
472
661
Salmon
492
820
Sidat
742
1.332
Mackerel pike
844
1.398
Ekor kuning
898
1.784
Mackerel
1.214
1.781
Sardine/lemuru
1.381
1.138
Tuna sashimi
1.972
2.877
(Sumber: Anonim, 1994; Waerta Pasar Ikan, Edisi Juni, 2013 dalam Nontji, 2005)

Para ahli membuktikan bahwa asam lemak omega-3 berperan penting dalam proses umbuh kembang sel-sel saraf, termasuk sel otak, sehingga adapat meningkatkan kecerdasan, terutama pada anak-anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang (Nontji, 2005).
Kekurangan dalam memakan makanan yang mengandung omega-3 berakibat pada sejumlah gangguan mental, depresi, ingatan yang jelek, kecerdasan yang rendah, kelemahan belajar, disleksia, tidak bisa menaruh perhatian (attention deficit disorder), skizofrenia, pikun, penyakit allzheimer, penyakit saraf degeneratif, sklerosis ganda, alkoholisme, pandangan yang lemah, kurang konsentrasi, melakukan agresi, kekerasan dan bunuh diri (Nontji, 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Allen R. 2010. International Management of Tuna Fisheries - Arrangements, Challenges and A Way Forward. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
Bahtiar A, Barata A, dan Novianto D. 2013. Sebaran laju pancing rawai tuna di Samudera Hindia. J Literatur Perikanan Indonesia 19 (4): 195- 202.
Bjordal A and Lokkeborg S. 1996. Longlining Compared with other Fishing Methods. Cambridge.
Blanc M, Desurmont A and Beverly S. 2005. Onboard Handling of Sashimi-Grade Tuna - A Practical Guide for Crew Members. Secretariat of the Pacific Community. Ultimo Group, Auckland, New Zealand.
Block BA and Stevens ED. 2001. Tuna; Physiology, Ecology, and Evolution. Academic Press. San Diego, California, USA.
Faizah R. 2010. Biologi reproduksi ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) di perairan Samudera Hindia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Gunn J, Hampton J, Evans K, Clear N, Patterson T, Bigelow K, Langley A, Leroy B, Williams P, Miyabe N, Sibert J, Bestley S, and Hartmann K. 2005. Migration and habitat preferences of bigeye tuna, Thunnus obesus, on the east coast of Australia – a project using archival and conventional tags to determine key uncertainties in the species stock structure, movement dynamics and CPUE trends. Fisheries Research and Development Corporation, CSIRO Marine Research and Secretariat of the Pacific Community. Australia.
Irianto HE dan Akbarsyah TMI. 2007. Pengalengan ikan tuna komersial. J Squalen 2 (2): 43-50.
Itano DG. 2005. A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition (v2). University of Hawaii, JIMAR Honolulu, Hawaii USA.
Kordi MGH. 2010. Budi Daya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik, dan Obat-Obatan. Lily Publisher. Yogyakarta. 
Lack M. 2007. With an Eye to The Future: Addressing Failures in The Global Management of Bigeye Tuna. TRAFFIC International and WWF. Australia.
Matsumoto T and Miyabe N. 2002. Preliminary report on the maturity and spawning of bigeye tuna Thunnus obesus in the central atlantic ocean. ICCAT 54 (1): 246-260.
Nobrega CC, Mendes PP, and Mendes ES. 2014. Factors that determine the quality of bigeye tuna, caught in the western tropical Atlantic Ocean. Arq. Bras. Med. Vet. Zootec 66 (3): 949-958.
Nontji A, 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Peng S, Chen C, Shi Z and Wang L. 2013.  Amino acid and fatty acid composition of the muscle tissue of Yellowfin Tuna (Thunnus Albacares) and Bigeye Tuna (Thunnus Obesus). Journal of Food and Nutrition Research. 1 (4): 42-45.
Rahajeng M. 2012. Warta Ekspor Ikan Tuna Indonesia. Artikel. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Razak A. 2013. Keragaman jenis ikan laut sebagai sumber gizi untuk kecerdasan otak. J BioETI 158-165.
Wodi SIM, Wini T, dan Mala R. 2014. Perubahan mioglobin tuna mata besar selama penyimpanan suhu chilling.  J Pengolahan Hasil Perikanan 17 (3): 215-224.

Oleh: Erwin Hidayat, Maria Rosa Winda Nadeak, Melynda Dwi Puspita, Govinda Arsagriestian Gunawan dan Margaretha Rosa Yulia

Comments

Popular posts from this blog

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

TVBN, TMA, TMAO dan Histamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang kurang lebih 81.000 km. Luas wilayah laut, termasuk di dalamnya Zona ekonomi Eksklusif mencakup 5,8 juta kilometer persegi (Dahuri, 2001 dalam Haryono, 2005). Di dalam wilayah laut dan pesisir tersebut terkandung kekayaan sumber daya laut yang amat besar, mulai dari ikan, kepiting, udang, kerang dan berbagai sumber daya laut lainnya yang siap untuk dieksploitasi nelayan. Secara teoritis, dengan kekayaan laut yang demikian besar, nelayan mampu hidup berkecukupan (Haryono, 2005). Ikan dikenal sebagai suatu komoditi yang mempunyai nilai gizi tinggi namun mudah busuk karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan kandungan asam amino bebas yang digunakan untuk metabolisme mikroorganisme, produksi amonia, biogenik amin, asam organik, keton dan komponen sulfur (Liu et al. 2010 dalam Radjawane et al. , 2016). Ikan termasuk dalam kategori makanan yang cepat busuk