Skip to main content

Elasmobranchii

 

Ikan Sapu-Sapu (Hyposarcus pardalis)


makalah ikan sapu-sapu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia. Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang pangan. Lonjakan penduduk dunia mencapai peningkatan yang tinggi setelah tahun 1960, hal ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk tahun 2000-an yang mencapai kurang lebih 6 miliar orang, tentu saja dengan pertumbuhan penduduk ini akan mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Bahkan dua peneliti AS pernah menyampaikan bahwa pada tahun 2100, penduduk dunia akan menghadapi krisis pangan (Nasoetion, 2008 dalam Prabowo, 2010).
Pengertian pangan menurut Suharjo (1988) dalam Karya (2012) adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, penggantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam tubuh. Selain itu ada pula pengertian yang dimaksud pangan pokok, yaitu bahan pangan yang dimakan secara teratur oleh sekelompok penduduk dalam jumlah cukup besar, untuk menghasilkan sebagian besar sumber energi. Pangan dikonsumsi manusia untuk mendapatkan energi yang berupa tenaga untuk melakukan aktivitas hidup (antara lain bernapas, bekerja, membangun dan mengganti jaringan yang rusak). Pangan merupakan bahan bakar yang berfungsi sebagai sumber energi.
Ikan sapu-sapu bukan merupakan ikan asli Indonesia melainkan merupakan jenis ikan hasil introduksi dari Brazil (Susanto, 2004 dalam Istanti, 2005). Ikan sapu-sapu merupakan jenis ikan yang sering ditemukan di sungai, danau atau rawa. Ikan ini paling bisa beradaptasi dengan perairan yang kandungan oksigen terlarutnya rendah dimana pertumbuhannya relatif cepat tanpa membutuhkan pemeliharaan yang intensif seperti jenis ikan lainnya. Selain itu ikan Sapu-sapu merupakan hewan pemakan alga atau sisa-sisa pakan sehingga selama ini sebagian besar masyarakat memanfaatkan ikan tersebut hanya sebagai pembersih akuarium. Ikan ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai sumber pangan (Istanti, 2005).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti berikut.
1.   Apa yang dimaksud ikan sapu-sapu?
2.   Bagaimana karakteristik ikan sapu-sapu?
3.   Bagaimana pemanfaatan ikan sapu-sapu untuk bahan pangan?
4.   Apa manfaat mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi kesehatan?
5.   Apa kerugian mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi kesehatan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan dalam makalah ini seperti berikut.
1.   Mengetahui definisi ikan sapu-sapu.
2.   Mengetahui karakteristik ikan sapu-sapu.
3.   Memahami pemanfaatan ikan sapu-sapu untuk bahan pangan.
4.   Mengetahui manfaat mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi kesehatan.
5.   Mengetahui kerugian mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi kesehatan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Ikan Sapu-Sapu (Hyposarcus pardalis)
Menurut Kotellat et al (1993) dalam Istanti (2005), klasifikasi ikan sapu-sapu adalah sebagai berikut:
Filum               : Chordata
Subfilum          : Vertebrata
Kelas               : Pisces
Ordo                : Siluridea
Famili              : Loricarinae
Genus             : Hypostosmus
    Hyposarcus
Spesies           : Hypostosmus sp.
    Hyposarcus pardalis
ikan sapu-sapu
Gambar 1. Ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis)
(Sumber: Istanti, 2005)

Ikan sapu-sapu atau dalam perdagangan ikan internasional dikenal dengan nama plecostomus (biasanya disingkat pleco atau plecs) merupakan ikan air tawar yang diduga berasal dari Amerika Selatan (Dhika, 2013 dan Sinaga, 2013 dalam Munandar, 2016). Ikan ini populer digunakan sebagai pembersih akuarium. Yang biasa kita lihat misalnya, dinamakan common pleco, merupakan spesies Hypostomus plecostomus atau Pterygoplichthys pardalis (Sinaga, 2013 dalam Munandar, 2016).
Ikan sapu-sapu berasal dari Amerika Selatan, yaitu Argentina Utara. Keberadaan ikan ini di perairan Indonesia mungkin disebabkan ada penggemar dan pembudidaya ikan hias yang tidak sengaja melepas ke perairan umum. Saat
ini di perairan umum, seperti sungai di Jakarta dan Bogor banyak ditemukan ikan
sapu-sapu yang belum dimanfaatkan (Nurjanah et al., 2005).

2.2    Karakteristik Ikan Sapu-Sapu
2.2.1 Fisika
Ikan sapu-sapu memiliki tubuh yang ditutupi dengan sisik keras kecuali bagian perutnya, bentuk tubuh pipih, kepala lebar, mulut terletak dibagian kepala dan berbentuk cakram, memiliki adifose fin yang berduri. Semua sirip kecuali ekor selalu diawali dengan jari-jari keras. Sirip punggung lebar dengan tujuh jari-jari lemah (Hypostosmus sp.) atau 10-13 jari-jari lemah (Hyposarcus pardalis), warna tubuh cokelat atau abu-abu dengan bintik-bintik hitam diseluruh tubuhnya (Kottelat et al., 1993 dalam Istanti, 2005). Ikan sapu-sapu berasal dari Amerika Selatan tepatnya dari Argentina Utara, Uruguay, Paraguay dan Brazil bagian Selatan yaitu di sungai Rio de Plate, Rio Paraguay, Rio Panama dan Rio Uruguay (Kottelat et al., 1993 dalam Istanti, 2005). Selain terdapat di kawasan Jakarta dan sekitarnya, ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) sudah menyebar hingga di kawasan Depok bahkan daerah Bogor dengan jumlah yang sangat besar (Prihardhyanto, 1995 dalam Istanti, 2005).

2.2.2 Kimia
Menurut Istanti (2005), ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang digunakan berasal dari Sungai Cangkurawok yang terletak di desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang digunakan mempunyai ukuran panjang ± 15-20 cm dengan berat ± 225 g/ekor. Komposisi kimia daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dari berbagai lokasi yang berbeda dan dihitung berdasarkan berat basah adalah sebagai berikut:
komposisi kimia daging ikan sapu-sapu
Gambar 2. Komposisi kimia daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dari berbagai lokasi yang berbeda
(Sumber: Mahdiah, 2002; Chaidir, 2003 dalam Istanti, 2005)

Hasil analisis proksimat pada tabel diatas menunjukkan bahwa besarnya kandungan gizi ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang digunakan pada penelitian ini tergolong kedalam jenis ikan yang berlemak rendah dan berprotein rendah (Stansby dan Olcott, 1963 dalam Istanti, 2005). Besarnya komposisi kimia ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang berasal dari Sungai Cangkurawok mempunyai perbedaan nilai terhadap komposisi kimia ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) baik yang berasal dari Sungai Darmaga maupun Waduk Cirata. Ikan sapu-sapu yang berasal dari Waduk Cirata memiliki kadar protein yang paling tinggi dibandingkan dengan kadar protein ikan sapu-sapu dari Sungai Darmaga maupun Sungai Cangkurawok. Ini dapat disebabkan oleh habitat tempat ikan tersebut berada sehingga habitat ini erat sekali hubungannya dengan sumber makanan baik dalam hal jumlah maupun jenisnya. Karena makanan yang dimakan oleh ikan akan menentukan komposisi daging dari ikan tersebut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992 dalam Istanti, 2005).

2.2.3 BIologi
Menurut Wiyaguna (2010) dalam Nugroho et al. (2014), menjelaskan bahwa salah satu jenis ikan yang mampu hidup di perairan tercemar adalah ikan sapu-sapu (Hypostomus plecostomus). Spesies ini mempunyai kelimpahan yang tinggi pada sungai-sungai dengan kadar pH 6,2-8,3 dan pada sungai-sungai yang tercemar logam berat seperti tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan timbal (Pb). Makanan utama ikan ini adalah alga dan endapan sungai dengan cara menghisap makanan tersebut, selain itu hasil penelitian Riyanto (2006) dalam Nugroho et al. (2014), mengenai distribusi jenis ikan dan kualitas perairan di sungai bengawan solo menyebutkan bahwa terdapat ikan sapu-sapu (H. plecostomus) di perairan daerah Sragen yang merupakan aliran sungai Bengawan Solo. Kualitas perairan disekitar aliran sungai sragen tergolong buruk, dengan kandungan oksigen 0-6 mg/l, karbondioksida tinggi (9,54-34,32 mg/l), amonia hingga 21,67 mg/l, COD hingga 172 mg/l, lemak hingga 54,6 mg/l.

2.3   Pemanfaatan Ikan Sapu-Sapu
Ikan sapu-sapu (pleco) merupakan ikan yang mempunyai kemampuan hidup di lingkungan apapun. Ikan ini bisa hidup di dalam kolam, parit, got dan bahkan lingkungan yang sudah tercemar dengan limbah sekalipun bukan masalah bagi ikan ini. Banyaknya jenis makanan seperti otak-otak, siomay, serta bakso membuat beberapa orang memanfaatkan daging ikan sapu-sapu sebagai bahan bakunya (Dhika, 2013 dalam Munandar, 2016). Selain itu, ikan sapu-sapu dapat diolah menjadi kerupuk ikan dan gelatin.

2.3.1 Otak-Otak
Otak-otak merupakan modifikasi produk olahan antara baso dan kamaboko. Masyarakat pada umumnya telah mengenal otak-otak karena rasanya yang enak dan cara pengolahannya yang cukup sederhana. Pengolahan otak-otak dilakukan dengan cara pengukusan, pemanggangan dan penggorengan. Umumnya ikan yang biasa digunakan untuk membuat otak-otak adalah ikan laut. Pembuatan otak-otak tidak jauh berbeda dengan pembuatan makanan yang berbahan dasar surimi, seperti baso, nugget, sosis, empek-empek dan lain-lain. Untuk meningkatkan konsumsi hasil perikanan, maka perlu dilakukan penelitian tentang kemungkinan pemanfaatan ikan sapu-sapu sebagai bahan baku pembuat otak-otak. Karena ikan sapu-sapu belum diketahui sifat fungsional proteinnya, maka dicoba untuk membuat otak-otak dengan penambahan bahan pengikat dari tepung tapioka, terigu dan maizena (Nurjanah et al., 2005).
diagram pembuatan otak-otak ikan sapu-sapu
Gambar 3. Diagram alir pembuatan otak-otak ikan sapu-sapu
(Sumber: Nurjanah et al., 2005)

2.3.2 Kerupuk Ikan
Belum adanya upaya pemanfaatan ikan sapu-sapu secara optimal sebagai sumber pangan oleh masyarakat karena ikan sapu-sapu ini mempunyai kulit yang keras sehingga sulit dalam penanganannya. Padahal ikan sapu-sapu ini memiliki daging yang putih sehingga sangat baik jika dijadikan bahan makanan. Penelitian terdahulu telah dilakukan yaitu pemanfaatan ikan sapu-sapu dalam pembuatan produk nugget, bakso ikan, otak-otak dan menghasilkan produk yang memiliki nilai gizi cukup baik serta warna cukup menarik. Upaya pemanfaatan ikan sapu sapu lainnya yang dapat dilakukan adalah berkaitan langsung dengan penganekaragaman produk perikanan berbasis sumberdaya alam dan meningkatkan preferensi masyarakat terhadap ikan ini yaitu dengan adanya usaha diversifikasi ikan sapu-sapu menjadi produk yang lebih digemari oleh masyarakat seperti halnya kerupuk ikan (Istanti, 2005).
kerupuk ikan sapu-sapu
Gambar 4. Kerupuk ikan sapu-sapu
(Sumber: Istanti, 2005)

2.3.3 Gelatin
Salah satu kulit ikan yang berpotensi untuk digunakan sebagai sumber gelatin adalah kulit ikan sapu-sapu, karena ikan sapu-sapu memiliki kelimpahan yang banyak dan bukan merupakan ikan konsumsi serta memiliki nilai ekonomis yang masih relatif rendah. Bagi sebagian besar petani, ikan sapu-sapu dianggap sebagai hama karena merupakan kompetitor ikan budidaya baik dalam habitat maupun makanan juga dapat merusak pemijahan ikan lain disekitarnya. Jika dibandingkan dengan gelatin dari hewan mamalia, gelatin ikan memiliki beberapa perbedaan sifat antara lain titik leleh dan kekuatan gelnya relatif lebih rendah dari gelatin mamalia (Karim et al., 2008 dalam Hermanto et al., 2014), namun demikian gelatin ikan menunjukkan viskositas yang tinggi dari gelatin mamalia (Leuenberger, 1991 dalam Hermanto et al., 2014). Atas dasar hal tersebut, pemanfaatan kulit ikan sapu-sapu diharapkan dapat menjadi solusi alternatif untuk memproduksi gelatin dari sumber yang murah dan halal (Hermanto et al., 2014).

2.4    Manfaat Mengkonsumsi Ikan Sapu-Sapu
Kandungan gizi ikan sapu-sapu digolongkan pada kelompok ikan berlemak rendah dan berprotein sedang (Stansby dan Olcott, 1963 dalam Istanti, 2005). Sementara kandungan logam merkuri masih berada dibawah ambang batas maksimum yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu sebesar 0,5 mg/kg, artinya ikan ini aman untuk dikonsumsi, walaupun demikian perlu dilakukan pemantauan secara rutin (Istanti, 2005).
kandungan gizi ikan sapu-sapu
Gambar 5. Kandungan gizi ikan sapu-sapu segar dari Waduk Cirata
(Sumber: Chaidir, 2001 dalam Istanti, 2005)

Ikan merupakan sumber protein, vitamin, mineral, dan asam lemak tidak jenuh yang merupakan bahan pangan dengan nilai gizi tinggi bagi masyarakat (Inswiasri et al., 1997 dalam Munandar, 2016). Ikan dengan kandungan gizi yang tinggi tersebut termasuk ikan sapu-sapu sebagaimana dilansir oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi KKP (2013) dalam Munandar (2016).
nilai gizi ikan sapu-sapu
Gambar 6. Nilai gizi ikan sapu-sapu (per 100g)
(Sumber: Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi KKP, 2013 dalam Munandar, 2016)

2.5    Dampak Mengkonsumsi Ikan Sapu-Sapu
Beberapa makhluk hidup dapat bertahan dalam kondisi ekosistem yang ekstrem dan tingkat pencemarannya tinggi, salah satunya adalah ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Ikan ditemukan hidup di beberapa sungai tercemar sehingga dimungkinkan di dalam jaringannya terkandung zat-zat pencemar termasuk logam berat. Hal tersebut dapat digunakan sebagai acuan bahwa ikan mampu berperan sebagai indikator biologis terhadap kandungan logam berat dan jaringan tubuhnya dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kadar logam berat yang terdapat dalam perairan tempat hidupnya. Ikan tersebut ternyata dikonsumsi oleh masyarakat dibuat sebagai abon, siomay dan otak-otak. Hal tersebut berbahaya apabila ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang dikonsumsi tersebut mengandung logam berat karena hidup di sungai yang tercemar sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit (Yahya et al., 2013).  
Dengan diketahuinya bahwa ikan sapu-sapu yang ditangkap di sungai Ciliwung mengandung ke 3 logam berat Pb, Hg dan Cd, walaupun kadarnya tidak melebihi standar yang ditetapkan, tetapi apabila dikonsumsi terus-menerus dalam waktu lama kemungkinan terjadinya keracunan tetap harus diwaspadai karena ketiga logam ini bersifat bio akumulatif. Kalau sudah sampai keracunan maka hampir semua sistem di dalam tubuh akan terkena dan kerusakannya ada yang permanen (Ratmini, 2009).
Logam Pb dan Cd yang terlarut di dalam air sangat berbahaya bagi kehidupan organisme didalamnya. Hal ini disebabkan karena logam berat bersifat bioakumulatif, yaitu logam berat terkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh organisme hidup walaupun kadar logam berat perairan rendah tetapi dapat diabsorbsi oleh tubuh organisme perairan (Ratmini, 2009 dalam Munandar, 2016). Kandungan logam berat di dalam makanan tak mengenal ambang batas, karena bersifat akumulatif, walaupun sedikit tetapi bila sering dimakan akhirnya juga banyak (Utomo et al., 2010 dalam Munandar, 2016). Logam berat dalam perairan tidak mengalami regulasi oleh organisme air, sehinggga terus terakumulasi dalam tubuh. Pada umumnya makin tinggi kandungan logam berat di perairan akan berpengaruh terhadap jumlah logam berat yang terakumulasi dalam tubuh organisme air. Logam berat masuk tubuh manusia dapat lewat makanan, minuman dan udara yang dihirup. Logam berat bersifat akumulatif dalam rantai makanan, konsentrasi akan meningkat pada tingkat trofik yang tebih tinggi, maka hewan (seperti ikan predator) dan manusia pemakan ikan sangat berpotensi terakumulasi logam berat dari percemaran diperairan (Munandar, 2016).
  

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
     Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
· Ikan sapu-sapu atau dalam perdagangan ikan internasional dikenal dengan nama plecostomus (biasanya disingkat pleco atau plecs) merupakan ikan air tawar yang populer digunakan sebagai pembersih akuarium.
·    Ikan sapu-sapu memiliki tubuh yang ditutupi dengan sisik keras kecuali bagian perutnya, bentuk tubuh pipih, kepala lebar, mulut terletak dibagian kepala dan berbentuk cakram, memiliki adifose fin yang berduri. Kandungan gizi ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) tergolong kedalam jenis ikan yang berlemak rendah dan berprotein rendah. Spesies ini mempunyai kelimpahan yang tinggi pada sungai-sungai dengan kadar pH 6,2-8,3 dan pada sungai-sungai yang tercemar logam berat seperti tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan timbal (Pb).
·   Ikan sapu-sapu banyak diolah menjadi beberapa jenis makanan seperti otak-otak, siomay, bakso, kerupuk ikan dan gelatin.
·   Kandungan gizi ikan sapu-sapu digolongkan pada kelompok ikan berlemak rendah dan berprotein sedang.
·  Ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) ditemukan hidup di beberapa sungai tercemar sehingga dimungkinkan di dalam jaringannya terkandung zat-zat pencemar termasuk logam berat. Apabila dikonsumsi berlebihan dapat menimbulkan berbagai penyakit.

3.2      Saran
Ikan sapu-sapu merupakan ikan yang rendah lemak sehingga sangat cocok untuk program penurunan berat badan. Namun habitatnya di lingkungan tercemar, ikan ini menjadi kurang layak konsumsi karena kandungan logam berat dalam tubuhnya. Konsentrasi logam berat pada ikan sapu-sapu di beberapa sumber dikatakan dalam taraf rendah sehingga masih diperbolehkan untuk dikonsumsi. Jika konsumsi berlebihan dan terus-menerus akan menimbulkan penyakit. Diperlukan pengolahan ikan sapu-sapu dengan teknologi untuk mengurangi kadar logam beratnya. Sehingga ikan sapu-sapu dapat menjadi salah satu sumber bahan pangan di masa depan.


DAFTAR PUSTAKA

Hermanto, S., M. R. Hudzaifah dan A. Muawanah. 2014. Karakteristik fisikokimia gelatin kulit ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) hasil ekstraksi asam. Jurnal Kimia Valensi 4 (2): 109-120.
Istanti, I. 2005. Pengaruh lama penyimpanan terhadap karakteristik kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Karya, J. W. 2012. Pengaruh persediaan beras, produksi beras dan harga beras terhadap ketahanan pangan kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2008-2010. Economics Development Analysis Journal 1 (1): 42-47.
Munandar, K. 2016. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan sapu-sapu yang tertangkap di Sungai Bedadung Kabupaten Jember. Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016 85-93.
Nugroho, A. A., S. Rudiyanti dan Haeruddin. 2014. Efektivitas penggunaan ikan sapu-sapu (Hypostomus plecostomus) untuk meningkatkan kualitas air limbah pengolahan ikan (berdasarkan nilai BOD, COD, TOM). Diponegoro Journal of Maquares 3 (4): 15-23.
Nurjanah, R. R. Nitibaskara dan E. Madiah. 2005. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis). Buletin Teknologi Hasil Perikanan 8 (1): 1-11.
Prabowo, R. 2010. Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. MEDIAGRO 6 (2): 62-73.
Ratmini, N. A. 2009. Kandungan logam berat timbal (Pb), mercuri (Hg) dan cadmium (Cd) pada daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) di Sungai Ciliwung Stasiun Srengseng, Condet dan Manggarai. VIS VITALIS 2 (1): 1-7.
Yahya, M., Y. Utomo dan N. Zakia. 2013. penggunaan campuran HNO3–H2SO4 sebagai digestor pada penentuan kadar Cu dalam kulit dan daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Comments

Popular posts from this blog

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

TVBN, TMA, TMAO dan Histamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang kurang lebih 81.000 km. Luas wilayah laut, termasuk di dalamnya Zona ekonomi Eksklusif mencakup 5,8 juta kilometer persegi (Dahuri, 2001 dalam Haryono, 2005). Di dalam wilayah laut dan pesisir tersebut terkandung kekayaan sumber daya laut yang amat besar, mulai dari ikan, kepiting, udang, kerang dan berbagai sumber daya laut lainnya yang siap untuk dieksploitasi nelayan. Secara teoritis, dengan kekayaan laut yang demikian besar, nelayan mampu hidup berkecukupan (Haryono, 2005). Ikan dikenal sebagai suatu komoditi yang mempunyai nilai gizi tinggi namun mudah busuk karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan kandungan asam amino bebas yang digunakan untuk metabolisme mikroorganisme, produksi amonia, biogenik amin, asam organik, keton dan komponen sulfur (Liu et al. 2010 dalam Radjawane et al. , 2016). Ikan termasuk dalam kategori makanan yang cepat busuk