BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan pangan di dunia semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia. Bertambahnya
penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang menghambat untuk
menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi
menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi ancaman dan tantangan
tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang
pangan. Lonjakan penduduk dunia mencapai peningkatan yang tinggi setelah tahun
1960, hal ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk tahun 2000-an yang mencapai
kurang lebih 6 miliar orang, tentu saja dengan pertumbuhan penduduk ini akan
mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Bahkan dua
peneliti AS pernah menyampaikan bahwa pada tahun 2100, penduduk dunia akan
menghadapi krisis pangan (Nasoetion, 2008 dalam Prabowo, 2010).
Pengertian pangan menurut Suharjo (1988)
dalam Karya (2012) adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, penggantian jaringan
dan mengatur proses-proses di dalam tubuh. Selain itu ada pula pengertian yang
dimaksud pangan pokok, yaitu bahan pangan yang dimakan secara teratur oleh
sekelompok penduduk dalam jumlah cukup besar, untuk menghasilkan sebagian besar
sumber energi. Pangan dikonsumsi manusia untuk mendapatkan energi yang berupa
tenaga untuk melakukan aktivitas hidup (antara lain bernapas, bekerja,
membangun dan mengganti jaringan yang rusak). Pangan merupakan bahan bakar yang
berfungsi sebagai sumber energi.
Ikan sapu-sapu bukan merupakan ikan asli
Indonesia melainkan merupakan jenis ikan hasil introduksi dari Brazil (Susanto,
2004 dalam Istanti, 2005). Ikan sapu-sapu merupakan jenis ikan yang
sering ditemukan di sungai, danau atau rawa. Ikan ini paling bisa beradaptasi
dengan perairan yang kandungan oksigen terlarutnya rendah dimana pertumbuhannya
relatif cepat tanpa membutuhkan pemeliharaan yang intensif seperti jenis ikan
lainnya. Selain itu ikan Sapu-sapu merupakan hewan pemakan alga atau sisa-sisa
pakan sehingga selama ini sebagian besar masyarakat memanfaatkan ikan tersebut
hanya sebagai pembersih akuarium. Ikan ini belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai sumber pangan (Istanti, 2005).
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan
masalah dalam makalah ini seperti berikut.
1. Apa yang dimaksud ikan sapu-sapu?
2. Bagaimana karakteristik ikan sapu-sapu?
3. Bagaimana pemanfaatan ikan sapu-sapu untuk bahan
pangan?
4. Apa manfaat mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi kesehatan?
5. Apa kerugian mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi
kesehatan?
1.3
Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan dalam
makalah ini seperti berikut.
1. Mengetahui definisi ikan sapu-sapu.
2. Mengetahui karakteristik ikan sapu-sapu.
3. Memahami pemanfaatan ikan sapu-sapu untuk bahan
pangan.
4. Mengetahui manfaat mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi
kesehatan.
5. Mengetahui kerugian mengkonsumsi ikan sapu-sapu bagi
kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ikan Sapu-Sapu (Hyposarcus pardalis)
Menurut
Kotellat et al (1993) dalam Istanti (2005), klasifikasi ikan
sapu-sapu adalah sebagai berikut:
Filum :
Chordata
Subfilum :
Vertebrata
Kelas :
Pisces
Ordo :
Siluridea
Famili :
Loricarinae
Genus :
Hypostosmus
Hyposarcus
Spesies :
Hypostosmus sp.
Hyposarcus pardalis
Gambar 1. Ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis)
(Sumber: Istanti, 2005)
|
Ikan
sapu-sapu atau dalam perdagangan ikan internasional dikenal dengan nama plecostomus
(biasanya disingkat pleco atau plecs) merupakan ikan air
tawar yang diduga berasal dari Amerika Selatan (Dhika, 2013 dan Sinaga, 2013 dalam
Munandar, 2016). Ikan ini populer digunakan sebagai pembersih akuarium. Yang
biasa kita lihat misalnya, dinamakan common pleco, merupakan spesies Hypostomus
plecostomus atau Pterygoplichthys pardalis (Sinaga, 2013 dalam
Munandar, 2016).
Ikan
sapu-sapu berasal dari Amerika Selatan, yaitu Argentina Utara. Keberadaan ikan
ini di perairan Indonesia mungkin disebabkan ada penggemar dan pembudidaya ikan
hias yang tidak sengaja melepas ke perairan umum. Saat
ini di perairan umum, seperti
sungai di Jakarta dan Bogor banyak ditemukan ikan
sapu-sapu yang belum
dimanfaatkan (Nurjanah et al., 2005).
2.2 Karakteristik Ikan Sapu-Sapu
2.2.1 Fisika
Ikan
sapu-sapu memiliki tubuh yang ditutupi dengan sisik keras kecuali bagian
perutnya, bentuk tubuh pipih, kepala lebar, mulut terletak dibagian kepala dan
berbentuk cakram, memiliki adifose fin yang berduri. Semua sirip kecuali
ekor selalu diawali dengan jari-jari keras. Sirip punggung lebar dengan tujuh
jari-jari lemah (Hypostosmus sp.) atau 10-13 jari-jari lemah (Hyposarcus
pardalis), warna tubuh cokelat atau abu-abu dengan bintik-bintik hitam diseluruh
tubuhnya (Kottelat et al., 1993 dalam Istanti, 2005). Ikan
sapu-sapu berasal dari Amerika Selatan tepatnya dari Argentina Utara, Uruguay,
Paraguay dan Brazil bagian Selatan yaitu di sungai Rio de Plate, Rio Paraguay,
Rio Panama dan Rio Uruguay (Kottelat et al., 1993 dalam Istanti,
2005). Selain terdapat di kawasan Jakarta dan sekitarnya, ikan sapu-sapu (Hyposarcus
pardalis) sudah menyebar hingga di kawasan Depok bahkan daerah Bogor dengan
jumlah yang sangat besar (Prihardhyanto, 1995 dalam Istanti, 2005).
2.2.2 Kimia
Menurut
Istanti (2005), ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang digunakan
berasal dari Sungai Cangkurawok yang terletak di desa Babakan Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor. Ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang digunakan
mempunyai ukuran panjang ± 15-20 cm dengan berat ± 225 g/ekor. Komposisi kimia
daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dari berbagai lokasi yang
berbeda dan dihitung berdasarkan berat basah adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Komposisi kimia daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dari berbagai lokasi yang berbeda
(Sumber: Mahdiah, 2002; Chaidir, 2003 dalam Istanti, 2005)
|
Hasil
analisis proksimat pada tabel diatas menunjukkan bahwa besarnya kandungan gizi
ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang digunakan pada penelitian ini
tergolong kedalam jenis ikan yang berlemak rendah dan berprotein rendah
(Stansby dan Olcott, 1963 dalam Istanti, 2005). Besarnya komposisi kimia
ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang berasal dari Sungai
Cangkurawok mempunyai perbedaan nilai terhadap komposisi kimia ikan sapu-sapu (Hyposarcus
pardalis) baik yang berasal dari Sungai Darmaga maupun Waduk Cirata. Ikan
sapu-sapu yang berasal dari Waduk Cirata memiliki kadar protein yang paling
tinggi dibandingkan dengan kadar protein ikan sapu-sapu dari Sungai Darmaga
maupun Sungai Cangkurawok. Ini dapat disebabkan oleh habitat tempat ikan
tersebut berada sehingga habitat ini erat sekali hubungannya dengan sumber
makanan baik dalam hal jumlah maupun jenisnya. Karena makanan yang dimakan oleh
ikan akan menentukan komposisi daging dari ikan tersebut (Muchtadi dan Sugiyono,
1992 dalam Istanti, 2005).
2.2.3
BIologi
Menurut Wiyaguna (2010) dalam Nugroho et al.
(2014), menjelaskan bahwa salah satu jenis ikan yang mampu hidup di perairan
tercemar adalah ikan sapu-sapu (Hypostomus plecostomus). Spesies ini
mempunyai kelimpahan yang tinggi pada sungai-sungai dengan kadar pH 6,2-8,3 dan
pada sungai-sungai yang tercemar logam berat seperti tembaga (Cu), kadmium (Cd)
dan timbal (Pb). Makanan utama ikan ini adalah alga dan endapan sungai dengan
cara menghisap makanan tersebut, selain itu hasil penelitian Riyanto (2006) dalam
Nugroho et al. (2014), mengenai distribusi jenis ikan dan kualitas
perairan di sungai bengawan solo menyebutkan bahwa terdapat ikan sapu-sapu (H. plecostomus)
di perairan daerah Sragen yang merupakan aliran sungai Bengawan Solo. Kualitas
perairan disekitar aliran sungai sragen tergolong buruk, dengan kandungan
oksigen 0-6 mg/l, karbondioksida tinggi (9,54-34,32 mg/l), amonia hingga 21,67
mg/l, COD hingga 172 mg/l, lemak hingga 54,6 mg/l.
2.3 Pemanfaatan Ikan Sapu-Sapu
Ikan
sapu-sapu (pleco) merupakan ikan yang mempunyai kemampuan hidup di lingkungan
apapun. Ikan ini bisa hidup di dalam kolam, parit, got dan bahkan lingkungan
yang sudah tercemar dengan limbah sekalipun bukan masalah bagi ikan ini.
Banyaknya jenis makanan seperti otak-otak, siomay, serta bakso membuat beberapa
orang memanfaatkan daging ikan sapu-sapu sebagai bahan bakunya (Dhika, 2013 dalam
Munandar, 2016). Selain itu, ikan sapu-sapu dapat diolah menjadi kerupuk ikan
dan gelatin.
2.3.1 Otak-Otak
Otak-otak
merupakan modifikasi produk olahan antara baso dan kamaboko. Masyarakat pada
umumnya telah mengenal otak-otak karena rasanya yang enak dan cara
pengolahannya yang cukup sederhana. Pengolahan otak-otak dilakukan dengan cara
pengukusan, pemanggangan dan penggorengan. Umumnya ikan yang biasa digunakan
untuk membuat otak-otak adalah ikan laut. Pembuatan otak-otak tidak jauh
berbeda dengan pembuatan makanan yang berbahan dasar surimi, seperti baso,
nugget, sosis, empek-empek dan lain-lain. Untuk meningkatkan konsumsi hasil
perikanan, maka perlu dilakukan penelitian tentang kemungkinan pemanfaatan ikan
sapu-sapu sebagai bahan baku pembuat otak-otak. Karena ikan sapu-sapu belum diketahui
sifat fungsional proteinnya, maka dicoba untuk membuat otak-otak dengan
penambahan bahan pengikat dari tepung tapioka, terigu dan maizena (Nurjanah et
al., 2005).
Gambar 3. Diagram alir pembuatan otak-otak ikan sapu-sapu
(Sumber: Nurjanah et al., 2005)
|
2.3.2 Kerupuk Ikan
Belum
adanya upaya pemanfaatan ikan sapu-sapu secara optimal sebagai sumber pangan
oleh masyarakat karena ikan sapu-sapu ini mempunyai kulit yang keras sehingga
sulit dalam penanganannya. Padahal ikan sapu-sapu ini memiliki daging yang
putih sehingga sangat baik jika dijadikan bahan makanan. Penelitian terdahulu
telah dilakukan yaitu pemanfaatan ikan sapu-sapu dalam pembuatan produk nugget,
bakso ikan, otak-otak dan menghasilkan produk yang memiliki nilai gizi cukup
baik serta warna cukup menarik. Upaya pemanfaatan ikan sapu sapu lainnya yang
dapat dilakukan adalah berkaitan langsung dengan penganekaragaman produk
perikanan berbasis sumberdaya alam dan meningkatkan preferensi masyarakat
terhadap ikan ini yaitu dengan adanya usaha diversifikasi ikan sapu-sapu
menjadi produk yang lebih digemari oleh masyarakat seperti halnya kerupuk ikan
(Istanti, 2005).
Gambar 4. Kerupuk ikan sapu-sapu
(Sumber: Istanti, 2005)
|
2.3.3 Gelatin
Salah
satu kulit ikan yang berpotensi untuk digunakan sebagai sumber gelatin adalah
kulit ikan sapu-sapu, karena ikan sapu-sapu memiliki kelimpahan yang banyak dan
bukan merupakan ikan konsumsi serta memiliki nilai ekonomis yang masih relatif
rendah. Bagi sebagian besar petani, ikan sapu-sapu dianggap sebagai hama karena
merupakan kompetitor ikan budidaya baik dalam habitat maupun makanan juga dapat
merusak pemijahan ikan lain disekitarnya. Jika dibandingkan dengan gelatin dari
hewan mamalia, gelatin ikan memiliki beberapa perbedaan sifat antara lain titik
leleh dan kekuatan gelnya relatif lebih rendah dari gelatin mamalia (Karim
et al., 2008 dalam Hermanto et al., 2014), namun demikian
gelatin ikan menunjukkan viskositas yang tinggi dari gelatin mamalia
(Leuenberger, 1991 dalam Hermanto et al., 2014). Atas dasar hal
tersebut, pemanfaatan kulit ikan sapu-sapu diharapkan dapat menjadi solusi
alternatif untuk memproduksi gelatin dari sumber yang murah dan halal (Hermanto
et al., 2014).
2.4 Manfaat Mengkonsumsi Ikan Sapu-Sapu
Kandungan
gizi ikan sapu-sapu digolongkan pada kelompok ikan berlemak rendah dan
berprotein sedang (Stansby dan Olcott, 1963 dalam Istanti, 2005).
Sementara kandungan logam merkuri masih berada dibawah ambang batas maksimum
yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO),
yaitu sebesar 0,5 mg/kg, artinya ikan ini aman untuk dikonsumsi, walaupun
demikian perlu dilakukan pemantauan secara rutin (Istanti, 2005).
Gambar 5. Kandungan gizi ikan sapu-sapu segar dari Waduk Cirata
(Sumber: Chaidir, 2001 dalam Istanti, 2005)
|
Ikan
merupakan sumber protein, vitamin, mineral, dan asam lemak tidak jenuh yang
merupakan bahan pangan dengan nilai gizi tinggi bagi masyarakat (Inswiasri et
al., 1997 dalam Munandar, 2016). Ikan dengan kandungan gizi yang
tinggi tersebut termasuk ikan sapu-sapu sebagaimana dilansir oleh Balai Besar
Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi KKP (2013) dalam Munandar
(2016).
Gambar 6. Nilai gizi ikan sapu-sapu (per 100g)
(Sumber: Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi KKP, 2013 dalam Munandar, 2016)
|
2.5 Dampak Mengkonsumsi Ikan
Sapu-Sapu
Beberapa makhluk hidup dapat bertahan dalam
kondisi ekosistem yang ekstrem dan tingkat pencemarannya tinggi, salah satunya
adalah ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Ikan ditemukan hidup di
beberapa sungai tercemar sehingga dimungkinkan di dalam jaringannya terkandung
zat-zat pencemar termasuk logam berat. Hal tersebut dapat digunakan sebagai
acuan bahwa ikan mampu berperan sebagai indikator biologis terhadap kandungan
logam berat dan jaringan tubuhnya dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kadar
logam berat yang terdapat dalam perairan tempat hidupnya. Ikan tersebut
ternyata dikonsumsi oleh masyarakat dibuat sebagai abon, siomay dan otak-otak.
Hal tersebut berbahaya apabila ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang
dikonsumsi tersebut mengandung logam berat karena hidup di sungai yang tercemar
sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit (Yahya et al., 2013).
Dengan diketahuinya bahwa ikan sapu-sapu
yang ditangkap di sungai Ciliwung mengandung ke 3
logam berat Pb, Hg dan Cd, walaupun kadarnya tidak melebihi
standar yang ditetapkan, tetapi apabila
dikonsumsi terus-menerus dalam waktu
lama kemungkinan terjadinya keracunan tetap harus
diwaspadai karena ketiga logam ini bersifat bio
akumulatif. Kalau sudah sampai keracunan
maka hampir semua sistem di dalam
tubuh akan terkena dan kerusakannya ada yang permanen
(Ratmini, 2009).
Logam
Pb dan Cd yang terlarut di dalam air sangat berbahaya bagi kehidupan organisme
didalamnya. Hal ini disebabkan karena logam berat bersifat bioakumulatif, yaitu
logam berat terkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh organisme
hidup walaupun kadar logam berat perairan rendah tetapi dapat diabsorbsi oleh
tubuh organisme perairan (Ratmini, 2009 dalam Munandar, 2016). Kandungan
logam berat di dalam makanan tak mengenal ambang batas, karena bersifat
akumulatif, walaupun sedikit tetapi bila sering dimakan akhirnya juga banyak
(Utomo et al., 2010 dalam Munandar, 2016). Logam berat dalam
perairan tidak mengalami regulasi oleh organisme air, sehinggga terus
terakumulasi dalam tubuh. Pada umumnya makin tinggi kandungan logam berat di
perairan akan berpengaruh terhadap jumlah logam berat yang terakumulasi dalam
tubuh organisme air. Logam berat masuk tubuh manusia dapat lewat makanan,
minuman dan udara yang dihirup. Logam berat bersifat akumulatif dalam rantai
makanan, konsentrasi akan meningkat pada tingkat trofik yang tebih tinggi, maka
hewan (seperti ikan predator) dan manusia pemakan ikan sangat berpotensi
terakumulasi logam berat dari percemaran diperairan (Munandar, 2016).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
· Ikan
sapu-sapu atau dalam perdagangan ikan internasional dikenal dengan nama plecostomus
(biasanya disingkat pleco atau plecs) merupakan ikan air
tawar yang populer digunakan sebagai pembersih akuarium.
· Ikan
sapu-sapu memiliki tubuh yang ditutupi dengan sisik keras kecuali bagian
perutnya, bentuk tubuh pipih, kepala lebar, mulut terletak dibagian kepala dan
berbentuk cakram, memiliki adifose fin yang berduri. Kandungan gizi ikan
sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) tergolong kedalam jenis ikan yang
berlemak rendah dan berprotein rendah. Spesies ini mempunyai kelimpahan yang
tinggi pada sungai-sungai dengan kadar pH 6,2-8,3 dan pada sungai-sungai yang
tercemar logam berat seperti tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan timbal (Pb).
· Ikan
sapu-sapu banyak diolah menjadi beberapa jenis makanan seperti otak-otak,
siomay, bakso, kerupuk ikan dan gelatin.
· Kandungan
gizi ikan sapu-sapu digolongkan pada kelompok ikan berlemak rendah dan
berprotein sedang.
· Ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) ditemukan hidup di
beberapa sungai tercemar sehingga dimungkinkan di dalam jaringannya terkandung
zat-zat pencemar termasuk logam berat. Apabila dikonsumsi berlebihan dapat
menimbulkan berbagai penyakit.
3.2 Saran
Ikan sapu-sapu merupakan ikan yang rendah lemak sehingga
sangat cocok untuk program penurunan berat badan. Namun habitatnya di
lingkungan tercemar, ikan ini menjadi kurang layak konsumsi karena kandungan
logam berat dalam tubuhnya. Konsentrasi logam berat pada ikan sapu-sapu di
beberapa sumber dikatakan dalam taraf rendah sehingga masih diperbolehkan untuk
dikonsumsi. Jika konsumsi berlebihan dan terus-menerus akan menimbulkan
penyakit. Diperlukan pengolahan ikan sapu-sapu dengan teknologi untuk
mengurangi kadar logam beratnya. Sehingga ikan sapu-sapu dapat menjadi salah
satu sumber bahan pangan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Hermanto, S., M. R. Hudzaifah
dan A. Muawanah. 2014. Karakteristik fisikokimia gelatin kulit ikan sapu-sapu (Hyposarcus
pardalis) hasil ekstraksi asam. Jurnal Kimia Valensi 4 (2): 109-120.
Istanti, I. 2005. Pengaruh lama
penyimpanan terhadap karakteristik kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus
pardalis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Karya, J. W. 2012. Pengaruh persediaan
beras, produksi beras dan harga beras terhadap ketahanan pangan kabupaten/kota
di Jawa Tengah tahun 2008-2010. Economics Development Analysis Journal 1
(1): 42-47.
Munandar,
K. 2016. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan sapu-sapu yang tertangkap di
Sungai Bedadung Kabupaten Jember. Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016 85-93.
Nugroho,
A. A., S. Rudiyanti dan Haeruddin. 2014. Efektivitas
penggunaan ikan sapu-sapu (Hypostomus plecostomus) untuk meningkatkan
kualitas air limbah pengolahan ikan (berdasarkan nilai BOD, COD, TOM). Diponegoro
Journal of Maquares 3 (4): 15-23.
Nurjanah,
R. R. Nitibaskara dan E. Madiah. 2005. Pengaruh penambahan bahan pengikat
terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis).
Buletin Teknologi Hasil Perikanan 8 (1): 1-11.
Prabowo,
R. 2010. Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. MEDIAGRO
6 (2): 62-73.
Ratmini,
N. A. 2009. Kandungan logam berat timbal (Pb), mercuri (Hg) dan cadmium (Cd)
pada daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) di Sungai Ciliwung
Stasiun Srengseng, Condet dan Manggarai. VIS VITALIS 2 (1): 1-7.
Yahya,
M., Y. Utomo dan N. Zakia. 2013. penggunaan campuran HNO3–H2SO4
sebagai digestor pada penentuan kadar Cu dalam kulit dan daging ikan sapu-sapu
(Hyposarcus pardalis). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Comments
Post a Comment