Makalah Sistem Integumen Ikan |
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem
integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi dan
menginformasikan ikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali
merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu,
sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir) (Wisnu,
1998). Kata ini berasal dari bahasa Latin “intergum” yang berarti penutup.
Sehubungan dengan bervariasinya integumen pada vertebrata khususnya ikan, maka
fungsinya pun bermacam-macam pula, antara lain: pelindung terhadap gangguan
mekanis, fisis, organis atau penyesuaian diri terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kehidupannya, termasuk pelindung terhadap hewan lain yang
merupakan musuhnya; kulit juga digunakan sebagai alat ekskresi, osmoregulasi
dan sebagai alat pernapasan pada beberapa jenis ikan tertentu.
Sistem integumen dapat dianggap terdiri dari kulit
yang sebenarnya dan derivat-derivatnya. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap
bahaya dan merupakan lapisan penutup yang umumnya terdiri dua lapisan utama,
letaknya sebelah luar dari jaringan ikat kendur yang meliputi otot dan struktur
permukaan lain. Sedangkan derivat integumen yaitu struktur tertentu yang secara
embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit sebenarnya.
Struktur ini dapat berupa struktur yang lunak, seperti kelenjar eksresi, tetapi
dapat juga berupa struktur keras dari kulit ini, dinamakan eksoskelet.
Salah satu yang biasa dikenal adalah sisik. Sisik merupakan derivat dari lapisan
dermis. Lapisan epidermis adalah lapisan terluar dari ikan, sementara lapisan
paling dalam adalah dermis. Gigi pada ikan hiu, scute, keel dan beberapa tulang
tengkorak pada ikan merupakan modifikasi dari sisik. Epidermis selalu basah karena adanya lendir yang dihasilkan
oleh sel-sel yang berbentuk piala yang terdapat di seluruh permukaan tubuh
ikan. Lendir berfungsi untuk mengurangi gesekan dengan air supaya ikan dapat
berenang lebih cepat, sebagai
penutup luka dan pencegah infeksi. Ada yang memanfaatkan lendir untuk
menghindari diri dari kekeringan contohnya pada ikan African lungfish (Jeffri, 2010).
Sehubungan
dengan bervariasinya integumen pada ikan, maka fungsinya pun bermacam-macam
pula, antara lain: pelindung terhadap gangguan mekanis, fisis, organis atau
penyesuaian diri terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupannya,
termasuk pelindung terhadap hewan lain yang merupakan musuhnya; kulit juga
digunakan sebagai alat ekskresi dan osmoregulasi dan sebagai alat pernapasan
pada beberapa jenis ikan tertentu.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sistem integumen pada
ikan?
2.
Adakah perbedaan sisik ikan
berdasarkan habitatnya?
3.
Apa saja ikan-ikan yang
memiliki kelenjar beracun?
1.3 Tujuan
1.
Menjelaskan sistem integumen
pada ikan.
2.
Mengetahui perbedaan sisik ikan
berdasarkan habitatnya.
3.
Mengetahui ikan-ikan yang
memiliki kelenjar beracun.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Sistem Integumen Ikan
Definisi
ikan menurut Rahardjo (2011), yaitu makhluk vertebrata yang berdarah dingin,
bernapas dengan insang dan bergerak dengan sirip, yang hidup di perairan. Ikan
memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk
menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan
air yang disebabkan oleh arah angin (Djuhanda, 1981). Dari semua spesies, ikan
memiliki bentuk tubuh dan bagian luar tubuh yang berbeda-beda sehingga ikan
dapat digolongkan dalam beberapa bagian. Meskipun ikan memiliki bentuk tubuh
yang bervariasi namun ikan mempunyai pola dasar yang sama, yaitu
“kepala-badan-ekor”.
Sistem
integumen ikan adalah kulit dan derivat-derivatnya. Yang termaksud modifikasi
sisik adalah gigi pada ikan hiu, jari-jari sirip, gaute, keel, dan beberapa
potong tulang tengkorak. Kulit merupakan pembalut tubuh yang berfungsi sebagai
alat pertahanan pertama terhadap penyakit, perlindungan dan penyesuaian diri
terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan (karena itu di
dalam kulit terdapat alat penerima rangsangan (sensory receptor). Kulit
juga digunakan sebagai alat ekskresi
dan osmoregulasi. Pada beberapa jenis
ikan, kulit juga dapat digunakan sebagai alat pernafasan tambahan.
Beberapa alat lain yang terdapat dalam kulit sebagai alat untuk menyerang
ataupun mempertahankan diri ialah kelenjar racun, sumber pewarnaan, sumber
cahaya dan kelenjar mucus (lendir) yang membuat tubuhnya licin dan yang
memberikan bau khas. Bau yang khas ini diduga merupakan alat komunikasi kimiawi
di antara ikan.
A.
Kulit
Kulit
sebagai pembungkus pada ikan terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar yang
disebut dengan epidermis dan lapisan dalam yang disebut dengan dermis atau
corium. Lapisan dalam dari epidermis merupakan pertumbuhan sel yang aktif.
Lapisan dermis berisi saluran darah, urat saraf, organ peraba dan jaringan
penghubung. Lapisan dermis berperan dalam pembentukan sisik dan erat kaitannya
dalam pembentukan struktur integumen (Suripto, 1990). Lapisan
paling dalam yaitu daerah sel yang aktif berkembang dan multiplikasi (Stratum germinativum).
Lendir berguna untuk mengurangi gesekan dengan air, berperan dalam osmoregulasi,
mencegah infeksi, menutup luka dan menghindarkan diri dari kekeringan, seperti
pada ikan paru-paru.
·
Epidermis
Merupakan lapisan
luar dari kulit, kulit pada bagian epidermis ini selalu basah yang disebabkan
oleh lendir yang dihasilkan suatu sel kelenjar di bagian dalam epidermis (Omar,
1987).
·
Dermis
Lapisan kulit
dalam atau dermis akan lebih tebal dari lapisan kulit luar. Dermis mengandung
pembuluh darah, saraf dan jaringan pengikat. Lapisan ini juga berperan dalam
proses pembentukan sisik pada ikan yang bersisik (Omar, 1987).
B. Lendir
Pada lapisan epidermis
terdapat suatu sel kelenjar berbentuk piala yang dapat menghasilkan suatu zat
(semacam glycoprotein) yang dinamakan mucin. Jika zat tersebut bersentuhan
dengan air maka akan berubah menjadi lendir dan menyebabkan kulit pada bagian
epidermis ini selalu basah. Pada ikan yang tidak memiliki sisik, lendir yang
dihasilkan lebih banyak daripada ikan yang memiliki sisik. Fungsi lendir pada
ikan itu sendiri adalah untuk mengurangi gesekan tubuh dengan air yang membuat
ikan dapat berenang lebih cepat, pada ikan belut lendir digunakan untuk
mempertahankan diri dari mangsa khususnya manusia yang membuat tubuhnya licin
dan sulit digenggam. Selain itu lendir juga berperan dalam proses osmoregulasi
sebagai lapisan semi pariabel yang mencegah keluar masuknya air melalui kulit,
serta mencegah infeksi dalam penutupan luka (Omar, 1987).
C.
Sisik
Sisik disebut juga sebagai rangka dermis
karena sisik dibuat di dalam lapisan dermis. Pola sisik pada dasarnya menghubungkan
dengan pembagian ruas-ruas tubuh seperti pada awalnya menunjukan dalam perkembangan
embrio pada vertebrata ikan-ikan yang tidak bersisik misalnya ikan-ikan yang
termasuk sub-ordo Siluroidea (jambal, Pangasius), sedangkan ikan-ikan yang
memiliki banyak tulang, sisik-sisiknya mengalami banyak penurunan modifikasi.
Berdasarkan bentuk dan bahan yang
terkandung di dalamnya, sisik ikan dibagi menjadi lima jenis, yaitu placoid,
cosmoid, ganoid, cycloid, dan ctenoid.
· Placoid: sisik-sisik placoid juga dinamakan dermal denticles, mempunyai
pembalut. Sisik placoid hanya terdapat pada ikan-ikan bertulang belakang.
Setiap sisik mempunyai seperti sebuah potongan, sebagai dasar melapisi dalam
kulit dengan sebuah rancangan siap keluar dari kulit. Sisik placoid terjadi
diantara ikan-ikan hiu dan famili-familinya (Chondrichthyes) tapi tidak banyak
pada Chimaeras (Holocephali).
· Cosmoid: sisik cosmoid
hanya terdapat pada ikan fosil dan ikan primitif dan juga mempunyai sebuah
pencair atau bahan pengencer, keras, bahan pelapis sebelah luar lapisan sama
pada placoid. Sisik ikan ini terdiri dari beberapa lapisan yang berturut-turut
dari luar, ialah vitrodentine (dilapisi semacam enamel), cosmine (lapisan yang
kuat dan nonseluler), serta isopedine (materialnya yang terdiri dari substansi
luar). Sisik-sisik placoid itu juga mempunyai termed vitrodentine. Lapisan
khusus dibawah lapisan email atau lapisan gigi yang keras dan nonselular
dinamakan cosmine. Ikan yang mempunyai tipe sisik cosmoid adalah Latimeria chalumnae. Dalam latimeria,
sisik-sisik mempunyai sebuah denticulate sebelah luar permukaan pada ctenoid
yang mencolok. Lungfishes (Dipnoi) mempunyai sisik-sisik yang mana kelihatan
menjadi lingkaran sisik-sisik karena struktur dasar cosmoid adalah modifikasi
yang tinggi.
· Ganoid: pada sisik ganoid, lapisan luar adalah
substansi inorganik keras (ganoine), berbeda dari vitrodentine. Pembalut
ganoine adalah cosmine, seperti lapisan lamellar lapisan tulang yang paling
dalam adalah isopedine.
· Cycloid (sisik
lingkaran): sisik yang mempunyai bentuk bulat, tipis transparan, mempunyai
lingkaran pada bagian belakang dan bergerigi. Adapun sisik tipe cycloid (cyclo=lingkaran) memiliki dua bagian, yakni bagian yang berupa tulang yang
tersusun dari bahan organik berupa garam kalsium dan bagian berikutnya adalah
lapisan fibrous (serat) yang tersusun dari kolagen. Sisik sikloid maupun
sisik ctenoid berasal dari sisik ganoid yang mana komposisi ganoine menghilang
serta bentuk sisik mengalami penipisan. Ikan dengan sisik sikloid maupun ctenoid
memiliki pola konsentri.
· Sisik Ctenoid (sisik pasir):
sisik yang mempunyai bentuk agak
persegi. Ciri sisik ini adalah bagian anterior pada umumnya saling tumpang
tindih dengan bagian posterior sisik yang ada di depannya. Terjadinya
tumpang tindih atau yang disebut dengan imbricate pada sisik ikan ini
memberikan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan pada tipe sisik yang
lain seperti sisik tipe cosmoid dan ganoid. Untuk sisik ctenoid memiliki
modifikasi berupa tepi pada bagian posterior yang berupa berduri yang berbentuk
seperti sisir (cteno = sisir). Sisik tipe ctenoid sendiri dibagi lagi
menjadi tiga tipe yakni crenate, yang memiliki lekukan sederhana pada bagian
tepinya; spinoid, yakni hasil dari perkembangan duri yang berasal dari
bagian tubuh; dan ctenoid, dimana sisik ini berkembang secara terpisah dengan
bagian tubuh.
D. Pewarnaaan
Ikan-ikan yang hidup
di perairan bebas seperti Tenggiri (Scomberomorus commersoni) dan lain-lain mempunyai warna tubuh yang sederhana, bertingkat dari
keputih-putihan pada bagian perut, keperak-perakan
pada sisi tubuh bagian bawah sampai kebiru-biruan atau
kehijau-hijauan pada sisi atas dan kehitam-hitaman pada bagian punggungnya.
Ikan yang hidup didaerah dasar, bagian dasar
perutnya bewarna pucat dan bagian punggungnya bewarna
gelap. Warna tubuh yang cemerlang dan cantik biasanya dimiliki
oleh ikan-ikan yang hidup di sekitar karang, misalnya ikan-ikan yang termaksud kedalam familia
Apogonidae, Chaetodontidae,
Achanturidae dan sebagainya. Umumnya ikan laut yang hidup pada lapisan atas bewarna
keperak-perakan, dibagian tengah kemerah-merahan
dan dibagian bawah ungu atau hitam. Warna ikan tersebut
dikarenakan oleh schemachrome (karena konfigurasi fisik) dan
biochrome (pigmen pembawa warna). Schemachrome putih terdapat
pada rangka, gelembung renang, sisik, dan testes; biru dan ungu pada iris mata;
warna-warna pelangi pada sisik mata dan membran usus. Yang termasuk biochrome
adalah :
- carotenoid, bewarna kuning, merah dan corak lainnya.
- chromolipoid, bewarna kuning sampai coklat
- indigoid, bewarna biru, merah dan hijau
- melanin, kebanyakan bewarna hitam atau coklat
- porphyrin atau pigmen empedu, bewarna merah,
kuning, hijau, biru dan coklat
- flavin, bewarna kuning tetapi sering dengan fluorensensi
kehijau-hijauan
- purin, berwarna putih atau keperak-perakan
- pterin, bewarna putih, merah, kuning dan
jingga.
Pewarnaan pada ikan terutama pada pigmen
kulit. Untuk latar belakang warna atau kompleksi penting untuk jaringan dasar,
cairan tubuh, dan bahkan untuk kandungan usus. Latar belakang warna pada ikan Cavefish
adalah sesuatu yang penting dari Cavefishes (Amblyopsidae). Pada ikan lain, warna berkisar dari terang ke redup
yang menutupi warna latar belakang yang aslinya adalah dermal. Dasar yang umum
dalam pewarnaan ikan adalah warna ringan yang lazim pada permukaan badan yang
mengenai sirip perut, pada warna gelap dibagian belakang. Penjelasan ini
mengilustrasikan prinsip-prinsip utama kamuflase oleh obliterative
countershading; pewarnaan binatang menyebutnya sebagai prinsip Thayer. Ada
banyak ciri khas yang tidak biasa dari warna-warna pada tubuh ikan. Kekurangan
pigmen dan karakter transparan adalah karakteristik ikan Pelagic.
E. Organ Cahaya
Cahaya yang
dikeluarkan oleh jasad hidup dinamakan bioluminescens. Terdapat dua sumber
cahaya yang dikeluarkan oleh ikan dan keduanya terdapat pada kulit (Alamsjah,
1974). Ikan-ikan yang dapat mengeluarkan cahaya umumnya tinggal di bagian laut
dalam dan hanya sedikit yang hidup di perairan dangkal. Sebagian lainnya
bergerak ke permukaan untuk mencari makanan. Di laut dalam terletak antara
300–1000 meter di bawah permukaan laut (Djuhanda, 1981). Sel pada kulit ikan
yang dapat mengeluarkan cahaya disebut sel cahaya atau photophore (photocyt).
Ini biasanya terdapat pada golongan Elasmobranchii (Sphinax, Etmopterus, Bathobathis moresbyi) dan Teleostei
(Stomiatidae, Hyctophiformes, Batrachoididae) (Alamsjah, 1974).
F. Kelenjar Beracun
Kelenjar beracun
juga terdapat pada sistem integumen, dimana kelenjar beracun ini merupakan
derivat kulit yang merupakan modifikasi kelenjar yang mengeluarkan lendir.
Kelenjar beracun ini berfungsi sebagai alat mempertahankan diri, menyerang atau
melumpuhkan mangsa.
2.2
Perbedaan Sisik Ikan Berdasarkan Habitat
Umumnya tipe ikan
perenang cepat atau secara terus menerus bergerak pada perairan berarus deras
mempunyai tipe sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan
yang tenang dan tidak berenang secara terus menerus pada kecepatan tinggi
umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik cycloid berbentuk bulat,
pinggiran sisik halus dan rata sementara sisik ctenoid mempunyai bentuk seperti
sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar (Alamsjah, 1974).
Ikan yang bersisik
keras biasanya ditemukan pada golongan ikan primitif, sedangkan pada ikan modern,
kekerasan sisiknya sudah fleksibel. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis
bahan yang dikandungnya. Sisik dibuat di dalam dermis sehingga sering
diistilahkan sebagai rangka dermis (Djuhanda, 1981).
Ada beberapa jenis
ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian tubuh tertentu saja. Seperti
“paddle fish”, ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian operculum dan ekor.
Dan adapula yang hanya ditemukan sepanjang linea lateralis. Ikan Sidat
(Anguilla) yang terlihat seperti tidak bersisik, sebenarnya bersisik tetapi
sisiknya kecil dan dilapisi lendir yang tebal (Alamsjah, 1974).
2.3
Ikan-Ikan
yang Memiliki Kelenjar Beracun
Ikan-ikan yang
sistem integumennya mengandung kelenjar beracun antara lain ikan-ikan yang hidup
disekitar karang, ikan lele dan sebangsanya (Siluroidea), dan golongan
Elasmobranchii (Dasyatidae, Chimaeridae, Myliobathidae). Beberapa
jenis ikan buntal (Tetraodontidae) juga terkenal beracun, tetapi racunnya bukan
berasal dari sistem integumennya, melainkan dari kelenjar empedu.
Pada ikan Lepu (Synanceia verrucosa dan Pterois
volitans) memiliki alat beracun pada daerah jari-jari keras sirip punggung,
sirip dubur dan sirip perut. Umumnya ikan Lepu ini tinggal di dasar perairan
yang dangkal berpasir atau berkarang dan pada daerah terdapat vegetasi lamun.
Gerakannya lamban dengan warna permukaan tubuh yang mirip dengan dasar perairan
menyebabkan ikan ini sulit untuk dilihat. Beberapa jenis dari ikan memiliki
racun yang dapat mematikan manusia, misalnya jenis Synanceia horrida.
Pada ikan pari
(Dasyatis) kelenjar racunnya terdapat pada duri di ekornya. Duri ini tersusun
dari bahan yang disebut vasodentine. Sepanjang kedua sisi duri tersebut
terdapat gerigi yang bengkok ke belakang. Duri tersebut ditandai oleh adanya
sejumlah alur dangkal yang sepanjang tepi alur terdiri celah berupa jaringan
kelabu “spongi”, lembut meluas sepanjang celah 28 panjang yang berfungsi
sebagai jaringan tempat dihasilkannya racun. Ikan Baronang (Siganus) memiliki
kelenjar beracun yang terdapat pada 13 jari-jari keras sirip punggung, 4
jari-jari keras sirip perut dan 7 jari-jari keras sirip dubur.
Studi tentang
racun ikan dikenal dengan ichthyotoxisme. Ilmu ini mempelajari tentang racun
yang dikeluarkan oleh ikan serta gejala keracunan dengan aspek-aspeknya.
Ichthyotoxisme meliputi Ichthyosarcotoxisme yang mempelajari berbagai macam
keracunan akibat makan ikan beracun dan Ichthyoacanthotoxisme yang mempelajari
sengatan ikan berbisa.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sistem integumen ikan adalah kulit dan derivat-derivatnya, yang
terdiri dari kulit dan lendir, sisik, pewarnaan, organ cahaya serta kelenjar
beracun.
2. Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus menerus
bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut,
sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang
secara terus menerus pada kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang
kasar.
3. Ikan-ikan yang
sistem integumennya mengandung kelenjar beracun antara lain ikan-ikan yang hidup
disekitar karang, ikan Lele dan sebangsanya (Siluroidea), dan golongan
Elasmobranchii (Dasyatidae, Chimaeridae, Myliobathidae). Beberapa
jenis ikan Buntal (Tetraodontidae) juga terkenal beracun, tetapi racunnya bukan
berasal dari sistem integumennya, melainkan dari kelenjar empedu.
3.2 Saran
Kebutuhan akan ikan di Indonesia cukup
besar, sedangkan pengetahuan masyarakat terhadap kelenjar beracun pada ikan
cukup rendah. Seharusnya pemerintah memberikan pengetahuan maupun sosialisasi
mengenai ikan yang beracun dan penanganan pertama jika mengalami keracunan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alamsjah, S. 1974.
Ichthiyologi Sistematika (Ichthyologi –
I). Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB: Bogor
Djuhanda, T. 1981.
Dunia Ikan. Armico: Bandung
http://blogs.unpad.ac.id/alfarico/2011/07/20/integumen/
(diakses pada 10 September 2015 pukul 19:01 WIB)
http://ekomarudinsadirman.blogspot.co.id/2013/08/sistem-integumen-ikan.html?m=1
(diakses pada 11
September 2015 pukul 10:53 WIB)
http://www.alamikan.com/2012/10/jenis-sisik-ikan.html
(diakses pada 13
September 2015 pukul 10:35 WIB)
Jeffri.
2010. Anatomi dan Biologi Ikan.
[Terhubung berkala]. Rahardjo, M.F. 2011. Ikhtiologi.
Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor: Bogor
Omar, S. Bin.
1987. Penuntun Praktikum Sistematika
Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin: Ujungpandang
Rahardjo,
M.F. 2011. Ikhtiologi.
Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan.Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Suripto. 1990. Diktat Struktur Hewan. Jurusan Biologi
ITB, Bandung
Wisnu, Gunarso.
1998. Dasar-Dasar Histologi.
Erlangga: Jakarta
Oleh: Marisa Ekaputri Difananda, Moh. Dwi Pratomo dan Melynda Dwi Puspita
Oleh: Marisa Ekaputri Difananda, Moh. Dwi Pratomo dan Melynda Dwi Puspita
Comments
Post a Comment