Skip to main content

Elasmobranchii

 

Sistem Integumen Ikan


makalah sistem integumen ikan
Makalah Sistem Integumen Ikan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi dan menginformasikan ikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir) (Wisnu, 1998). Kata ini berasal dari bahasa Latin “intergum” yang berarti penutup. Sehubungan dengan bervariasinya integumen pada vertebrata khususnya ikan, maka fungsinya pun bermacam-macam pula, antara lain: pelindung terhadap gangguan mekanis, fisis, organis atau penyesuaian diri terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk pelindung terhadap hewan lain yang merupakan musuhnya; kulit juga digunakan sebagai alat ekskresi, osmoregulasi dan sebagai alat pernapasan pada beberapa jenis ikan tertentu.
Sistem integumen dapat dianggap terdiri dari kulit yang sebenarnya dan derivat-derivatnya. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya dan merupakan lapisan penutup yang umumnya terdiri dua lapisan utama, letaknya sebelah luar dari jaringan ikat kendur yang meliputi otot dan struktur permukaan lain. Sedangkan derivat integumen yaitu struktur tertentu yang secara embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit sebenarnya. Struktur ini dapat berupa struktur yang lunak, seperti kelenjar eksresi, tetapi dapat juga berupa struktur keras dari kulit ini, dinamakan eksoskelet.
Salah satu yang biasa dikenal adalah sisik. Sisik merupakan derivat dari lapisan dermis. Lapisan epidermis adalah lapisan terluar dari ikan, sementara lapisan paling dalam adalah dermis. Gigi pada ikan hiu, scute, keel dan beberapa tulang tengkorak pada ikan merupakan modifikasi dari sisik. Epidermis selalu basah karena adanya lendir yang dihasilkan oleh sel-sel yang berbentuk piala yang terdapat di seluruh permukaan tubuh ikan. Lendir berfungsi untuk mengurangi gesekan dengan air supaya ikan dapat berenang lebih cepat, sebagai penutup luka dan pencegah infeksi. Ada yang memanfaatkan lendir untuk menghindari diri dari kekeringan contohnya pada ikan African lungfish (Jeffri, 2010).
Sehubungan dengan bervariasinya integumen pada ikan, maka fungsinya pun bermacam-macam pula, antara lain: pelindung terhadap gangguan mekanis, fisis, organis atau penyesuaian diri terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk pelindung terhadap hewan lain yang merupakan musuhnya; kulit juga digunakan sebagai alat ekskresi dan osmoregulasi dan sebagai alat pernapasan pada beberapa jenis ikan tertentu.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistem integumen pada ikan?
2.      Adakah perbedaan sisik ikan berdasarkan habitatnya?
3.      Apa saja ikan-ikan yang memiliki kelenjar beracun?

1.3 Tujuan
1.      Menjelaskan sistem integumen pada ikan.
2.      Mengetahui perbedaan sisik ikan berdasarkan habitatnya.
3.      Mengetahui ikan-ikan yang memiliki kelenjar beracun.
  

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Integumen Ikan
Definisi ikan menurut Rahardjo (2011), yaitu makhluk vertebrata yang berdarah dingin, bernapas dengan insang dan bergerak dengan sirip, yang hidup di perairan. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin (Djuhanda, 1981). Dari semua spesies, ikan memiliki bentuk tubuh dan bagian luar tubuh yang berbeda-beda sehingga ikan dapat digolongkan dalam beberapa bagian. Meskipun ikan memiliki bentuk tubuh yang bervariasi namun ikan mempunyai pola dasar yang sama, yaitu “kepala-badan-ekor”.
Sistem integumen ikan adalah kulit dan derivat-derivatnya. Yang termaksud modifikasi sisik adalah gigi pada ikan hiu, jari-jari sirip, gaute, keel, dan beberapa potong tulang tengkorak. Kulit merupakan pembalut tubuh yang berfungsi sebagai alat pertahanan pertama terhadap penyakit, perlindungan dan penyesuaian diri terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan (karena itu di dalam kulit terdapat alat penerima rangsangan (sensory receptor). Kulit juga digunakan sebagai alat ekskresi dan osmoregulasi. Pada beberapa jenis ikan, kulit juga dapat digunakan sebagai alat pernafasan tambahan. Beberapa alat lain yang terdapat dalam kulit sebagai alat untuk menyerang ataupun mempertahankan diri ialah kelenjar racun, sumber pewarnaan, sumber cahaya dan kelenjar mucus (lendir) yang membuat tubuhnya licin dan yang memberikan bau khas. Bau yang khas ini diduga merupakan alat komunikasi kimiawi di antara ikan.

A. Kulit
Kulit sebagai pembungkus pada ikan terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar yang disebut dengan epidermis dan lapisan dalam yang disebut dengan dermis atau corium. Lapisan dalam dari epidermis merupakan pertumbuhan sel yang aktif. Lapisan dermis berisi saluran darah, urat saraf, organ peraba dan jaringan penghubung. Lapisan dermis berperan dalam pembentukan sisik dan erat kaitannya dalam pembentukan struktur integumen (Suripto, 1990). Lapisan paling dalam yaitu daerah sel yang aktif berkembang dan multiplikasi (Stratum germinativum). Lendir berguna untuk mengurangi gesekan dengan air, berperan dalam osmoregulasi, mencegah infeksi, menutup luka dan menghindarkan diri dari kekeringan, seperti pada ikan paru-paru.
·      Epidermis
Merupakan lapisan luar dari kulit, kulit pada bagian epidermis ini selalu basah yang disebabkan oleh lendir yang dihasilkan suatu sel kelenjar di bagian dalam epidermis (Omar, 1987).
·      Dermis
Lapisan kulit dalam atau dermis akan lebih tebal dari lapisan kulit luar. Dermis mengandung pembuluh darah, saraf dan jaringan pengikat. Lapisan ini juga berperan dalam proses pembentukan sisik pada ikan yang bersisik (Omar, 1987).

B. Lendir
Pada lapisan epidermis terdapat suatu sel kelenjar berbentuk piala yang dapat menghasilkan suatu zat (semacam glycoprotein) yang dinamakan mucin. Jika zat tersebut bersentuhan dengan air maka akan berubah menjadi lendir dan menyebabkan kulit pada bagian epidermis ini selalu basah. Pada ikan yang tidak memiliki sisik, lendir yang dihasilkan lebih banyak daripada ikan yang memiliki sisik. Fungsi lendir pada ikan itu sendiri adalah untuk mengurangi gesekan tubuh dengan air yang membuat ikan dapat berenang lebih cepat, pada ikan belut lendir digunakan untuk mempertahankan diri dari mangsa khususnya manusia yang membuat tubuhnya licin dan sulit digenggam. Selain itu lendir juga berperan dalam proses osmoregulasi sebagai lapisan semi pariabel yang mencegah keluar masuknya air melalui kulit, serta mencegah infeksi dalam penutupan luka (Omar, 1987).



C. Sisik
Sisik disebut juga sebagai rangka dermis karena sisik dibuat di dalam lapisan dermis. Pola sisik pada dasarnya menghubungkan dengan pembagian ruas-ruas tubuh seperti pada awalnya menunjukan dalam perkembangan embrio pada vertebrata ikan-ikan yang tidak bersisik misalnya ikan-ikan yang termasuk sub-ordo Siluroidea (jambal, Pangasius), sedangkan ikan-ikan yang memiliki banyak tulang, sisik-sisiknya mengalami banyak penurunan modifikasi.
Berdasarkan bentuk dan bahan yang terkandung di dalamnya, sisik ikan dibagi menjadi lima jenis, yaitu placoid, cosmoid, ganoid, cycloid, dan ctenoid.
·    Placoid: sisik-sisik placoid juga dinamakan dermal denticles, mempunyai pembalut. Sisik placoid hanya terdapat pada ikan-ikan bertulang belakang. Setiap sisik mempunyai seperti sebuah potongan, sebagai dasar melapisi dalam kulit dengan sebuah rancangan siap keluar dari kulit. Sisik placoid terjadi diantara ikan-ikan hiu dan famili-familinya (Chondrichthyes) tapi tidak banyak pada Chimaeras (Holocephali).
·  Cosmoid: sisik cosmoid hanya terdapat pada ikan fosil dan ikan primitif dan juga mempunyai sebuah pencair atau bahan pengencer, keras, bahan pelapis sebelah luar lapisan sama pada placoid. Sisik ikan ini terdiri dari beberapa lapisan yang berturut-turut dari luar, ialah vitrodentine (dilapisi semacam enamel), cosmine (lapisan yang kuat dan nonseluler), serta isopedine (materialnya yang terdiri dari substansi luar). Sisik-sisik placoid itu juga mempunyai termed vitrodentine. Lapisan khusus dibawah lapisan email atau lapisan gigi yang keras dan nonselular dinamakan cosmine. Ikan yang mempunyai tipe sisik cosmoid adalah Latimeria chalumnae. Dalam latimeria, sisik-sisik mempunyai sebuah denticulate sebelah luar permukaan pada ctenoid yang mencolok. Lungfishes (Dipnoi) mempunyai sisik-sisik yang mana kelihatan menjadi lingkaran sisik-sisik karena struktur dasar cosmoid adalah modifikasi yang tinggi.
·   Ganoid: pada sisik ganoid, lapisan luar adalah substansi inorganik keras (ganoine), berbeda dari vitrodentine. Pembalut ganoine adalah cosmine, seperti lapisan lamellar lapisan tulang yang paling dalam adalah isopedine.
· Cycloid (sisik lingkaran): sisik yang mempunyai bentuk bulat, tipis transparan, mempunyai lingkaran pada bagian belakang dan bergerigi. Adapun sisik tipe cycloid (cyclo=lingkaran) memiliki dua bagian, yakni bagian yang berupa tulang yang tersusun dari bahan organik berupa garam kalsium dan bagian berikutnya adalah lapisan fibrous (serat) yang tersusun dari kolagen. Sisik sikloid maupun sisik ctenoid berasal dari sisik ganoid yang mana komposisi ganoine menghilang serta bentuk sisik mengalami penipisan. Ikan dengan sisik sikloid maupun ctenoid memiliki pola konsentri. 
·    Sisik Ctenoid (sisik pasir): sisik yang mempunyai bentuk agak persegi. Ciri sisik ini adalah bagian anterior pada umumnya saling tumpang tindih dengan bagian posterior sisik yang ada di depannya. Terjadinya tumpang tindih atau yang disebut dengan imbricate pada sisik ikan ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan pada tipe sisik yang lain seperti sisik tipe cosmoid dan ganoid. Untuk sisik ctenoid memiliki modifikasi berupa tepi pada bagian posterior yang berupa berduri yang berbentuk seperti sisir (cteno = sisir). Sisik tipe ctenoid sendiri dibagi lagi menjadi tiga tipe yakni crenate, yang memiliki lekukan sederhana pada bagian tepinya; spinoid,  yakni hasil dari perkembangan duri yang berasal dari bagian tubuh; dan ctenoid, dimana sisik ini berkembang secara terpisah dengan bagian tubuh.

D. Pewarnaaan
Ikan-ikan yang hidup di perairan bebas seperti Tenggiri (Scomberomorus commersoni) dan lain-lain mempunyai warna tubuh yang sederhana, bertingkat dari keputih-putihan pada bagian perut, keperak-perakan pada sisi tubuh bagian bawah sampai kebiru-biruan atau kehijau-hijauan pada sisi atas dan kehitam-hitaman pada bagian punggungnya. Ikan yang hidup didaerah dasar, bagian dasar perutnya bewarna pucat dan bagian punggungnya bewarna gelap. Warna tubuh yang cemerlang dan cantik biasanya dimiliki oleh ikan-ikan yang hidup di sekitar karang, misalnya ikan-ikan yang termaksud kedalam familia Apogonidae, Chaetodontidae, Achanturidae dan sebagainya. Umumnya ikan laut yang hidup pada lapisan atas bewarna keperak-perakan, dibagian tengah kemerah-merahan dan dibagian bawah ungu atau hitam. Warna ikan tersebut dikarenakan oleh schemachrome (karena konfigurasi fisik) dan biochrome (pigmen pembawa warna). Schemachrome putih terdapat pada rangka, gelembung renang, sisik, dan testes; biru dan ungu pada iris mata; warna-warna pelangi pada sisik mata dan membran usus. Yang termasuk biochrome adalah :
- carotenoid, bewarna kuning, merah dan corak lainnya.
- chromolipoid, bewarna kuning sampai coklat
- indigoid, bewarna biru, merah dan hijau
- melanin, kebanyakan bewarna hitam atau coklat
- porphyrin atau pigmen empedu, bewarna merah, kuning, hijau, biru dan coklat
- flavin, bewarna kuning tetapi sering dengan fluorensensi kehijau-hijauan
- purin, berwarna putih atau keperak-perakan
- pterin, bewarna putih, merah, kuning dan jingga.
Pewarnaan pada ikan terutama pada pigmen kulit. Untuk latar belakang warna atau kompleksi penting untuk jaringan dasar, cairan tubuh, dan bahkan untuk kandungan usus. Latar belakang warna pada ikan Cavefish adalah sesuatu yang penting dari Cavefishes (Amblyopsidae). Pada ikan lain, warna berkisar dari terang ke redup yang menutupi warna latar belakang yang aslinya adalah dermal. Dasar yang umum dalam pewarnaan ikan adalah warna ringan yang lazim pada permukaan badan yang mengenai sirip perut, pada warna gelap dibagian belakang. Penjelasan ini mengilustrasikan prinsip-prinsip utama kamuflase oleh obliterative countershading; pewarnaan binatang menyebutnya sebagai prinsip Thayer. Ada banyak ciri khas yang tidak biasa dari warna-warna pada tubuh ikan. Kekurangan pigmen dan karakter transparan adalah karakteristik ikan Pelagic.

E. Organ Cahaya
Cahaya yang dikeluarkan oleh jasad hidup dinamakan bioluminescens. Terdapat dua sumber cahaya yang dikeluarkan oleh ikan dan keduanya terdapat pada kulit (Alamsjah, 1974). Ikan-ikan yang dapat mengeluarkan cahaya umumnya tinggal di bagian laut dalam dan hanya sedikit yang hidup di perairan dangkal. Sebagian lainnya bergerak ke permukaan untuk mencari makanan. Di laut dalam terletak antara 300–1000 meter di bawah permukaan laut (Djuhanda, 1981). Sel pada kulit ikan yang dapat mengeluarkan cahaya disebut sel cahaya atau photophore (photocyt). Ini biasanya terdapat pada golongan Elasmobranchii (Sphinax, Etmopterus, Bathobathis moresbyi) dan Teleostei (Stomiatidae, Hyctophiformes, Batrachoididae) (Alamsjah, 1974).

F. Kelenjar Beracun
Kelenjar beracun juga terdapat pada sistem integumen, dimana kelenjar beracun ini merupakan derivat kulit yang merupakan modifikasi kelenjar yang mengeluarkan lendir. Kelenjar beracun ini berfungsi sebagai alat mempertahankan diri, menyerang atau melumpuhkan mangsa.

2.2 Perbedaan Sisik Ikan Berdasarkan Habitat
Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus menerus bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang secara terus menerus pada kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik cycloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara sisik ctenoid mempunyai bentuk seperti sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar (Alamsjah, 1974).
Ikan yang bersisik keras biasanya ditemukan pada golongan ikan primitif, sedangkan pada ikan modern, kekerasan sisiknya sudah fleksibel. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dikandungnya. Sisik dibuat di dalam dermis sehingga sering diistilahkan sebagai rangka dermis (Djuhanda, 1981).
Ada beberapa jenis ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian tubuh tertentu saja. Seperti “paddle fish”, ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian operculum dan ekor. Dan adapula yang hanya ditemukan sepanjang linea lateralis. Ikan Sidat (Anguilla) yang terlihat seperti tidak bersisik, sebenarnya bersisik tetapi sisiknya kecil dan dilapisi lendir yang tebal (Alamsjah, 1974).

2.3 Ikan-Ikan yang Memiliki Kelenjar Beracun
Ikan-ikan yang sistem integumennya mengandung kelenjar beracun antara lain ikan-ikan yang hidup disekitar karang, ikan lele dan sebangsanya (Siluroidea), dan golongan Elasmobranchii (Dasyatidae, Chimaeridae, Myliobathidae). Beberapa jenis ikan buntal (Tetraodontidae) juga terkenal beracun, tetapi racunnya bukan berasal dari sistem integumennya, melainkan dari kelenjar empedu.
Pada ikan Lepu (Synanceia verrucosa dan Pterois volitans) memiliki alat beracun pada daerah jari-jari keras sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut. Umumnya ikan Lepu ini tinggal di dasar perairan yang dangkal berpasir atau berkarang dan pada daerah terdapat vegetasi lamun. Gerakannya lamban dengan warna permukaan tubuh yang mirip dengan dasar perairan menyebabkan ikan ini sulit untuk dilihat. Beberapa jenis dari ikan memiliki racun yang dapat mematikan manusia, misalnya jenis Synanceia horrida.
Pada ikan pari (Dasyatis) kelenjar racunnya terdapat pada duri di ekornya. Duri ini tersusun dari bahan yang disebut vasodentine. Sepanjang kedua sisi duri tersebut terdapat gerigi yang bengkok ke belakang. Duri tersebut ditandai oleh adanya sejumlah alur dangkal yang sepanjang tepi alur terdiri celah berupa jaringan kelabu “spongi”, lembut meluas sepanjang celah 28 panjang yang berfungsi sebagai jaringan tempat dihasilkannya racun. Ikan Baronang (Siganus) memiliki kelenjar beracun yang terdapat pada 13 jari-jari keras sirip punggung, 4 jari-jari keras sirip perut dan 7 jari-jari keras sirip dubur.
Studi tentang racun ikan dikenal dengan ichthyotoxisme. Ilmu ini mempelajari tentang racun yang dikeluarkan oleh ikan serta gejala keracunan dengan aspek-aspeknya. Ichthyotoxisme meliputi Ichthyosarcotoxisme yang mempelajari berbagai macam keracunan akibat makan ikan beracun dan Ichthyoacanthotoxisme yang mempelajari sengatan ikan berbisa.


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Sistem integumen ikan adalah kulit dan derivat-derivatnya, yang terdiri dari kulit dan lendir, sisik, pewarnaan, organ cahaya serta kelenjar beracun.
2. Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus menerus bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang secara terus menerus pada kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar.
3. Ikan-ikan yang sistem integumennya mengandung kelenjar beracun antara lain ikan-ikan yang hidup disekitar karang, ikan Lele dan sebangsanya (Siluroidea), dan golongan Elasmobranchii (Dasyatidae, Chimaeridae, Myliobathidae). Beberapa jenis ikan Buntal (Tetraodontidae) juga terkenal beracun, tetapi racunnya bukan berasal dari sistem integumennya, melainkan dari kelenjar empedu.

3.2 Saran
Kebutuhan akan ikan di Indonesia cukup besar, sedangkan pengetahuan masyarakat terhadap kelenjar beracun pada ikan cukup rendah. Seharusnya pemerintah memberikan pengetahuan maupun sosialisasi mengenai ikan yang beracun dan penanganan pertama jika mengalami keracunan.


DAFTAR PUSTAKA
Alamsjah, S. 1974. Ichthiyologi Sistematika (Ichthyologi – I). Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB: Bogor
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico: Bandung
http://blogs.unpad.ac.id/alfarico/2011/07/20/integumen/  (diakses pada 10 September 2015 pukul 19:01 WIB)
http://www.alamikan.com/2012/10/jenis-sisik-ikan.html (diakses pada 13 September 2015 pukul 10:35 WIB)
Jeffri. 2010. Anatomi dan Biologi Ikan. [Terhubung berkala]. Rahardjo, M.F. 2011. Ikhtiologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor: Bogor
Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin: Ujungpandang
Rahardjo, M.F. 2011. Ikhtiologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suripto. 1990. Diktat Struktur Hewan. Jurusan Biologi ITB, Bandung
Wisnu, Gunarso. 1998. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga: Jakarta

Oleh: Marisa Ekaputri Difananda, Moh. Dwi Pratomo dan Melynda Dwi Puspita

Comments

Popular posts from this blog

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

Enzim Transferase

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia mengimpor hampir seluruh kebutuhan enzim (sekitar 90%) dari luar negeri. Dari aspek pasar, kebutuhan enzim di Indonesia terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dari nilai impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor untuk produksi farmasetika tahun 2007 adalah sebesar 2,988 trilyun rupiah, tahun 2008 menjadi 3,391 trilyun rupiah dan pada tahun 2011 diperkirakan menjadi 4,55 trilyun rupiah. Kebutuhan enzim dunia terus meningkat yaitu sebesar 6,5% per tahun dan menjadi $5,1 miliar pada tahun 2009 (Trismilah et al. , 2014).   Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi. sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim (Indah, 2004). E