Skip to main content

Elasmobranchii

 

Jaring-Jaring Makanan Ikan Bandeng (Chanos chanos)


makalah jaring jaring makanan ikan bandeng
Makalah Jaring-Jaring Makanan Ikan Bandeng (Chanos chanos)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sumber hayati perairan bernilai ekonomis penting dan telah dibudidayakan komersial adalah ikan bandeng. Di Indonesia budidaya ikan bandeng telah lama dilakukan para petani tambak baik secara tradisional maupun intensif. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan bandeng menjadikan usaha budidaya ikan bandeng tahap demi tahap terus menunjukkan peningkatan. Perkembangan yang pesat dari usaha budidaya bandeng di tambak harus pula diimbangi dengan penyediaan benih (nener) secara berkesinambungan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas prima. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan bandeng sepanjang tahun pada tingkat produksi maksimal dan berkesinambungan.
Ikan bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat dan termasuk ikan penghasil protein hewani yang tinggi. Ikan bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Dari aspek konsumsi, ikan bandeng tergolong sumber protein hewani, yang tidak mengandung kolesterol. Di Indonesia ada waktu tertentu dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan ukuran sangat bervariasi. Untuk itu perlu usaha penampungan bibit ikan tersebut yang sekaligus menjamin usaha budidayanya yang berkesinambungan melalui usaha pembantutan (sutting) sebelum dibudidayakan di tambak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ikan bandeng?
2. Bagaimana karakteristik ikan bandeng?
3. Bagaimana jaring-jaring makanan ikan bandeng?
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian ikan bandeng.
2. Menjelaskan karakteristik ikan bandeng.
3. Menjelaskan jaring-jaring makanan ikan bandeng.

BAB 2
 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ikan Bandeng
Ikan bandeng  yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae. Menurut Sudrajat (2008), taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Class                : Osteichthyes
Ordo                : Gonorynchiformes
Family             : Chanidae
Genus              : Chanos
Spesies            : Chanos chanos
Nama dagang  : Milkfish
Nama local      : Bolu, muloh, ikan agam
 
ikan bandeng
Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)

Ikan bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat dan termasuk ikan penghasil protein hewani yang tinggi. Ikan bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Dari aspek konsumsi, ikan bandeng tergolong sumber protein hewani, yang tidak mengandung kolesterol.
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan strategis dibandingkan komoditas perikanan lainnya karena teknologi pembesaran dan pembenihannya telah dikuasai dan berkembang di masyarakat, persyaratan hidupnya tidak memerlukan kriteria kelayakan yang tinggi karena toleran terhadap perubahan mutu lingkungan dan merupakan sumber protein ikan yang potensial bagi pemenuhan gizi serta pendapatan masyarakat petambak dan tuna (Malik, 2008). Bahkan Kuo (1985) dalam Cholik et al., (2005), menyatakan pendapatnya bahwa ikan bandeng dapat bertahan hidup dalam kisaran salinitas antara 8 – 105 ppt.
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang bernilai ekonomis tinggi karena sangat berarti dalam pemenuhan gizi pangan masyarakat serta dapat meningkatkan taraf hidup. Bagi masyarakat pesisir, ikan bandeng merupakan jenis ikan yang sudah tidak asing lagi, hanya saja masyarakat pedalaman yang berlokasi jauh dari pantai belum tentu mengenal ikan ini. Secara umum gambaran fisik (morfologi) ikan bandeng mudah dikenali, yakni berbentuk seperti peluru torpedo dengan sirip ekor yang bercabang, bermata bundar warna hitam dengan bagian tengahnya berwarna putih jernih serta memiliki sisik yang berwarna putih keperakan. Dagingnya yang berwarna putih susu sehingga juga dikenal dengan sebutan milkfish. Di beberapa tempat, ikan bandeng memiliki banyak nama, misalnya di Sumatera dikenal dengan sebutan banding, mulch, atau agam. Di Bugis disebut bolu, di Filipina disebut bangos, dan di Taiwan disebut sabahi.
Bandeng merupakan hewan air yang bertoleransi terhadap salinitas yang luas, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistem yang lebih intensif produktivitas bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya. Dari aspek konsumsi bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol.

2.2 Karakteristik Ikan Bandeng
Ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan oval.
menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan panjang total sekitar 1 : (4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total adalah 1 : (5,2-5,5) (Sudrajat, 2008). Ukuran kepala seimbang dengan ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala (mendekati mulut) semakin runcing (Purnomowati dkk, 2007).
Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain. Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor semakin lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowati dkk, 2007).
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati dkk, 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relative cepat, yaitu 1,1-1,7 % bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata-rata 0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002).

2.3 Jaring-Jaring Makanan Ikan Bandeng
jaring jaring makanan ikan bandeng
Gambar 2. Jaring-Jaring Makanan Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)


 

 



Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya, (Purnomowati dkk, 2007). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivora. Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivore, dimana pada fase ini juga ikan bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton, bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008).
Keanehan lain dari ikan bandeng ialah makanannya. Dengan mulutnya yang tak bergigi, ia mengais ganggang biru yang tumbuh menempel di dasar perairan. Kumpulan ganggang biru ini dikenal sebagai klekap, kalau masih menempel di dasar; dan tahi air, kalau sudah terangkat dan mengapung dekat permukaan air oleh gelembung-gelembung oksigen hasil proses fotosintesis mereka sendiri. Mengingat pula ususnya yang sepanjang 9 kali panjang badannya sendiri itu, orang cenderung untuk menarik kesimpulan, bahwa ikan bandeng itu pemakan tumbuh-tumbuhan (Soesono, 1985).
Ikan bandeng tidak bergigi dan pada lengkung insangnya terdapat alat tapisan. Kerongkongannya berlekuk dua kali dan mempunyai lapisan yang berpilin-pilin. Perut besarnya berdinding tebal dan usus panjangnya (3-12 kali panjang badannya). Keadaan ini menunjukkan kepada kita, bahwa mereka adalah ikan vegetaris (pemakan tumbuh-tumbuhan), terutama sekali plankton. Yaitu sejenis jasad renik baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan yang hidup melayang-layang dalam air. Tapi mereka juga makan bahan-bahan lain yang halus, lunak dan berbutir, yang terdapat di sepanjang pantai (Mudjiman, 1987).
Sifat vegetarisnya cukup fanatik juga sampai-sampai umpan pancing yang dipasang di tambak sama sekali tidak mereka hiraukan. Memang mereka sebenarnya termasuk ikan vegetaris tulen. Jasad-jasad yang biasa mereka telan antara lain adalah Diatomae, sisa-sisa ganggang benang (Chlorophyceae), Rhyzopoda (Amuba), Gastropoda (siput) dan beberapa jenis plankton lainnya, baik hewani maupun nabati (Mudjiman, 1987).
Di tambak, mereka suka sekali makan kelekap (tahi air atau bangkai), yaitu sejenis lumut yang tumbuh di dasar tambak, yang terdiri dari ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang kersik “lumut”, yaitu sejenis ganggang hijau (Chlorophyceae) berbentuk benang. Yang terkenal antara lain adalah lumut sutra (Chaetomorpha) dan lumut perut ayam (Enteromorpha) (Mudjiman, 1987).
Bandeng yang sudah besar, doyan juga makan daun-daun tanaman air tinggi, yang biasa disebut “ganggeng”. Yang sering terdapat di tambak adalah ganggeng kasar (Najas) dan ganggeng halus (Ruppia). Ganggeng dan lumut akan lebih disukai apabila sudah mulai membusuk, lebih lunak dan mudah ditelan. Sebab ikan bandeng tidak bergigi, sehingga kalau makan yang kasar-kasar agak kesulitan (Mudjiman, 1987).
Beberapa jenis jasad yang tumbuh di tambak dan biasa dimakan oleh ikan bandeng dapat kita kelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu lumut, kelekap dan plankton (Mudjiman, 1987).
Selain ikan bandeng, ada beberapa ikan liar yang suka memakan klekap dan lumut. Serta ada ikan-ikan buas yang memangsa ikan bandeng. Oleh karena itu, menurut (Mudjiman, 1987), untuk memberantas ikan liar seperti misalnya belanak (Mugil spp), baronang (Siganus canalicatus), mujair (Tilapia mossambica), ikan –ikan buas seperti kakap (Lates calcarifer), kerong-kerong (Therapon theraps), bulan-bulan (Megalops cyprinoides), bandeng lelaki (Elops hawaiens), ita gunakan akar tuba atau jenu (Derris eliptica) yng mengandung racun rotenone. Takaran pemakaiannya sekitar 4-6 kg akar untuk setiap hektar tambak, denga kedalaman air rata-rata sekitar 10 cm (kira-kira setinggi mata kaki).


BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Ikan bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat dan termasuk ikan penghasil protein hewani yang tinggi.
Habitat asli ikan bandeng sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat hidup di air tawar maupun air payau. Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Ikan ini memakan klekap, yang tumbuh di pelataran kolam.


DAFTAR PUSTAKA
Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Budirahayu, Eka. 2014. Makalah Perilaku Ikan Bandeng. http://blogbudirahayu93.blogspot.co.id/2014/04/makalah-perilaku-ikan-bandeng.html (Diakses pada tanggal 23 November 2015 pukul 14:20 WIB)
Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Malik, Abdul. 2008. Pengaruh Pemberian Suplemen Dan Probiotik Terhadap Hasil Panen Bandeng (Chanos Chanos) Di Wilayah Desa Kentong Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. 57-65.
Mudjiman, Ahmad. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya: Jakarta.
Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.
Soeseno, Slamet. 1985. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT. Gramedia: Jakarta.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.  

*Pengerjaan bersama Moh. Dwi Pratomo  

Comments

Popular posts from this blog

Ikan Sebelah (Psettodes erumei)

1.   PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Kekayaan alam laut Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan hasil laut yang beraneka ragam dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 6,26 juta ton per tahun. Hasil produksi perikanan laut ( marine fisheries ) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,24 %, dimana pada tahun 2012 hasil produksi ikan laut sebanyak 5.829.194 ton. Hasil laut terutama ikan diolah untuk menjadi bahan pangan masyarakat (Purba et al., 2015). Tingkat konsumsi ikan Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 mencapai 35,62 kilogram per kapita dari tahun 2012, yaitu sebanyak 33,14 kilogram per kapita (Purba et al., 2015). Indonesia memiliki wilayah perairan tropis yang terkenal kaya dalam perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia.Dari 3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di p

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas. Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami (natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar. Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005 ). Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan penghematan biaya yang signifikan untuk

TVBN, TMA, TMAO dan Histamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang kurang lebih 81.000 km. Luas wilayah laut, termasuk di dalamnya Zona ekonomi Eksklusif mencakup 5,8 juta kilometer persegi (Dahuri, 2001 dalam Haryono, 2005). Di dalam wilayah laut dan pesisir tersebut terkandung kekayaan sumber daya laut yang amat besar, mulai dari ikan, kepiting, udang, kerang dan berbagai sumber daya laut lainnya yang siap untuk dieksploitasi nelayan. Secara teoritis, dengan kekayaan laut yang demikian besar, nelayan mampu hidup berkecukupan (Haryono, 2005). Ikan dikenal sebagai suatu komoditi yang mempunyai nilai gizi tinggi namun mudah busuk karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan kandungan asam amino bebas yang digunakan untuk metabolisme mikroorganisme, produksi amonia, biogenik amin, asam organik, keton dan komponen sulfur (Liu et al. 2010 dalam Radjawane et al. , 2016). Ikan termasuk dalam kategori makanan yang cepat busuk