![]() |
Makalah Fitoplankton dan Zooplankton |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem
perairan tawar secara umum dibagi menjadi dua, yaitu perairan mengalir (lotik
water) dan perairan menggenang (lentik water). Perairan lotik dicirikan
adanya arus yang terus-menerus dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan
massa air berlangsung terus menerus, contohnya antara lain sungai, kali, kanal,
parit dan lain lain. Perairan menggenang disebut juga perairan tenang yaitu
perairan dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada dan massa air terakumulasi
dalam periode waktu yang lama. Arus tidak menjadi faktor pembatas utama bagi
biota yang hidup didalamnya. Contoh perairan lentik antara lain: waduk, danau,
kolam, telaga, situ rawa dan dan lain (Barus, 2004).
Berdasarkan
proses pembentuknya, waduk dan kolam merupakan salah satu contoh ekosistem
perairan menggenang buatan, sedangkan situ, telaga dan rawa merupakan contoh
dari ekosistem alami. Perairan tawar menjadi habitat berbagai macam organisme perairan
seperti ikan, plankton, kelompok crustacea, alga, bivalvia, gastropoda, amphibi
dan lain-lain. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor pembatas
bagi kehidupan diekosistem perairan tawar antara lain adalah: arus, kedalaman, substrat
dasar, penetrasi cahaya matahari, kekeruhan, suhu, pH, COD, BOD, fosfat,
nitrat, serta senyawa organik lain.
Menurut
Kimball (1994), komponen biotik dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Produsen
Semua produsen dapat
menghasilkan makanannya sendiri sehingga disebut organisme autotrof. Sebagai
produsen, tumbuhan hijau dan fitoplankton menghasilkan makanan melalui proses
fotosintesis. Makanan dimanfaatkan oleh tumbuhan dan fitoplankton itu sendiri
maupun makhluk hidup lainnya.
b. Konsumen
Semua konsumen tidak dapat
membuat makanan sendiri sehingga disebut heterotrof. Mereka mendapatkan zat-zat
organik yang telah dibentuk oleh produsen, atau dari konsumen lain yang menjadi
mangsanya. Berdasarkan jenis makanannya, konsumen dikelompokkan sebagai:
herbivora (pemakan tumbuhan), seperti zooplankton, karnivora (pemakan daging)
dan omnivora (pemakan daging dan tumbuhan).
c. Pengurai (dekomposer)
Kelompok ini berperan penting
dalam proses ekosistem. Jika kelompok ini tidak ada, sampah akan menggunung dan
makhluk hidup yang mati tetap utuh selamanya. Dekomposer berperan sebagai
pengurai, yang menguraikan zat-zat organik (dari bangkai) menjadi zat-zat
organik penyusunnya.
Sedangkan
bagian dari komponen abiotik antara lain:
a.
Tanah
Sifat-sifat
tanah yang berperan dalam ekosistem meliputi tekstur, kematangan, dan kemampuan
menahan air. Tanah merupakan tempat hidup bagi oerganisme. Jenis tanah yang
berbeda menyebabkan organisme di dalamnya juga berbeda.
b. Air
Air
berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan
penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan
sarana hidup lain. Bagi unsur abiotik lain dapat dijadikan sebagai pelapuk dan
pelarut.
c. Udara
Beberapa
gas seperti oksigen, karbin dioksida, dan nitrogen yang penting bagi kehidupan
makhluk hidup.
d. Suhu
Setiap
makhluk hidup memerlukan suhu optimum untuk kegiatan metabolisme dan
perkembangbiakannya.
e. Cahaya
matahari
Sinar
matahari memengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu.
Sinar matahari merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai
produsen untuk berfotosintesis.
Klasifikasi ekologis organisme air
tawar:
A.
Berdasarkan niche utama (posisi dalam rantai makanan):
1. Autotroph (produsen): tanaman
hijau dan mikroorganisme kemosintetik.
2.
Pagotroph (konsumen makro): pertama, kedua, dan seterusnya; herbivora,
predator, parasit dan sebagainya.
3.
Saprotroph (konsumen mikro atau pengurai)
B.
Berdasarkan bentuk kehidupan atau kebiasaan hidup
1.
Bentos: organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar endapan. Binatang bentos
dapat dibagi berdasarkan cara makannya: pemakan penyaring (seperti kerang) dan
pemakan deposit (seperti siput).
2.
Periphyton: organisme (baik tanaman maupun binatang) dan daun dari tanaman yang
berakar atau permukaan lain yang menojol dari dasar.
3. Plankton: organisme mengapung
yang pergerakannya tergantung pada arus walaupun beberapa zooplankton
menunjukkan gerak berenang aktif yang membantu mempertahankan posisi vertikal.
4.
Nekton: organisme yang dapat berenang dan bergerak dengan kemauan sendiri.
Contohnya adalah ikan, amfibi, dan serangga air yang besar
5.
Neuston: organisme yang beristirahat atau berenang pada permukaan.
Berdasarkan
penggolongan dalam komponen biotik, salah satu contoh organisme yang dapat
dikategorikan sebagai produsen adalah fitoplankton dan konsumen (herbivora)
adalah zooplankton.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum plankton?
2. Bagaimana karakteristik, morfologi dan fisiologi
plankton?
3. Apa peranan plankton dalam ekosistem?
4. Apa manfaat plankton?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan gambaran umum plankton.
2. Menjelaskan karakteristik, morfologi dan fisiologi
plankton.
3. Mengetahui peranan plankton dalam ekosistem.
4. Mengetahui manfaat plankton.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Plankton
2.1.1
Plankton
Plankton
merupakan sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan maupun hewan yang hidup
melayang maupun terapung secara pasif di permukaan perairan dan pergerakan
serta penyebarannya dipengaruhi oleh gerakan arus walaupun sangat lemah
(Sumich, 1992; Nybakken, 1992; Arinardi, 1997).
Plankton
didefinisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan hewani (hewan)
yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas, sehingga sebagian
besar gerakannnya secara pasif mengikuti pergerakan arus air (Newell &
Newell, 1977). Plankton berbeda dengan nekton, yang juga merupakan organisme pelagik,
namun dapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawan gerakan massa air.
Plankton juga memiliki perbedaan dengan benthos yang terdiri dari organisme
yang hidup di dasar perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012).
Kata
“plankton” berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengembara. Sebutan ini
pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887. Sementara menurut
Omori dan Ikeda (1992), plankton adalah suatu komunitas biota yang terdiri dari
flora dan fauna dimana pergerakannya relatif lemah dibandingkan dengan kekuatan
arus untuk membawanya. Jadi plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup
melayang di perairan, dan mempunyai gerak sedikit sehingga mudah terbawa arus.
Adanya plankton dalam perairan, terutama fitoplankton yang hidup di air
merupakan produsen utama segala kehidupan dibumi. Pada air yang produktif
sebagian besar kaya dengan fitoplankton. Fitoplankton banyak ditemukan pada
zona eufotik.
Plankton
adalah suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh
arus di lautan bebas. Mereka terdiri dari makhluk-makhluk yang hidupnya
sebabgai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuh-tumbuhan (phytoplankton)
(Hutabarat dan Evans, 1986).
Menurut
Sumich (1999), plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu
fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani).
2.1.1.1 Fitoplankton
Fitoplankton
dikelompokkan dalam 5 divisi yaitu: Cyanophyta, Crysophyta, Pyrrophyta,
Chlorophyta dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar), semua kelompok
fitoplankton ini dapat hidup di air laut dan air tawar kecuali Euglenophyta (Sachlan,
1982). Fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar adalah
fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 μm, sedangkan yang biasa tertangkap
dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok utama yaitu diatom, dinoflagellata
dan alga biru (Nontji, 1993).
2.1.1.2 Zooplankton
Zooplankton
merupakan plankton hewani, meskipun terbatas namun mempunyai kemampuan bergerak
dengan cara berenang (migrasi vertikal). Pada siang hari zooplankton bermigrasi
ke bawah menuju dasar perairan. Migrasi dapat disebabkan karena faktor konsumen
atau grazing, yaitu dimana zooplankton mendekati fitoplankton sebagai mangsa,
selain itu migrasi juga terjadi karena pengaruh gerakan angin yang menyebabkan upwelling
atau downwelling (Sumich, 1999).
Zooplankton atau plankton
hewani merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya
terombang-ambing oleh arus di lautan bebas yang hidupnya sebagai hewan.
Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat
mengadakan migrasi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi
kekuatan berenang mereka adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya
gerakan arus itu sendiri (Hutabarat dan Evans, 1986).
Zooplankton, ditemukan pada semua kedalaman atau lapisan air,
karena mereka memiliki kekuatan untuk bergerak, yang meskipun lemah tetapi
dapat membantunya untuk naik atau turun (Michael, 1994).
Berdasarkan
siklus hidupnya zooplankton terdiri dari Holoplankton (zooplankton sejati) dan
Meroplankton (zooplankton sementara). Holoplankton adalah hewan yang selamanya
hidup sebagai plankton, seperti: Filum Artrhopoda terutama Subkelas Copepoda,
Chaetognata, Chordata kelas Appendiculata, Ctenophora, Protozoa,
Annelida Ordo Tomopteridae dan sebagian Molusca (Newell dan
Newell, 1977; Raymont, 1980; Omori dan Ikeda, 1984). Meroplankton yaitu hewan
yang hidup sebagai plankton hanya pada stadia-stadia tertentu, seperti larva
atau juvenil dari Crustacea, Coelenterata, Molusca, Annelida dan
Echinodermata (Sachlan, 1982).
2.2 Karakteristik, Morfologi dan
Fisiologi Plankton Air Tawar
Berdasarkan
cara makan, plankton dibedakan atas dua kelompok besar yaitu plankton hewan
atau hewani (zooplankton) dan plankton tumbuhan atau nabati (fitoplankton).
Menurut Omori dan Ikeda (1984) dalam Widianingsih dan Endrawati (2008),
fitoplankton digolongkan berdasarkan ukuran, yaitu:
a. Ultra nanoplankton,
berukuran < 2 m.
b. Nanoplankton berukuran antara
2-20 μm.
c. Mikroplankton memiliki
ukuran 20-200 μm.
d. Mesoplankton berukuran 200
μm-2 mm.
e. Makroplankton yang
memiliki ukuran 2 mm-20 mm.
f. Mikronekton memiliki
ukuran 20-200 mm.
g. Megaplankton (Plankton gelatin)
yaitu plankton berukuran > 0,2 mm.
Selanjutnya
berdasarkan ekologisnya, menurut Widianingsih dan Endrawati (2008), plankton
dibagi menjadi dua bagian, yaitu plankton laut (haliplankton) dan plankton
air tawar (limnoplankton) yang tinggal di perairan-perairan darat seperti
sungai dan danau. Berdasarkan kedalaman plankton juga dibedakan menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut.
a. Pleuston adalah biota plankton
pada permukaan air laut, dimana selalu berhubungan dengan udara. Pergerakan plankton
ini banyak dipengaruhi oleh angin. Contohnya Physalia dan Velella.
b. Neuston adalah biota plankton
yang tinggal pada lapisan permukaan dari kedalaman sampai dengan 10 mm.
c. Epipelagic plankton adalah
biota plankton yang menempati lapisan perairan sampai dengan kedalaman 300 m.
d. Mesopelagic plankton
adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan diantara 300-1000 m.
e. Bathypelagic plankton
adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan antara 1000 m sampai
dengan dari 3000-4000 m.
f. Abyssopelagic plankton
adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan lebih dari 3000-4000 m.
g. Epibentic plankton adalah
biota plankton yang menempati lapisan perairan mendekati dasar atau secara
temporer berkaitan dengan lapisan permukaan dasar.
2.2.1
Fitoplankton
Menurut
Gembong (2005), fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar dikelompokkan
kedalam beberapa kelas yaitu:
a. Cyanophyceae (ganggang
biru)
Ganggang biru adalah ganggang
bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih
sederhana. Warna biru kehijauan, autrotrof. Inti dan kromatofora tidak
ditemukan. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa yang
kadang-kadang berupa lender, oleh sebab itu ganggang ini juga dinamakan
ganggang lender (Myxophyceae). Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna
klorofil a, karotenoid dan dua macam kromaprotein yang larut dalam air yaitu
fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang berwarna merah. Perbandingan
macam-macam zat warna itu amat labil, oleh sebab itu warna ganggang tidak
tetap, kadang-kadang tampak kemerah-merahan, kadang-kadang kebiru-biruan.
Gejala ini dianggap sebagai suatu penyesuaian diri terhadap sinar (adaptasi
kromatik).
Ganggang biru umumnya tidak
bergerak. Diantara jenis-jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan
merayap yang meluncur pada alas yang basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu
mungkin sekali karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan
lender. Cyanophyceae dibedakan dalam tiga bangsa yaitu bangsa Chroococcales, Chamaesiphonales,
dan Hormogonales (Gembong, 2005:23-28).
b. Chlorophyceae (ganggang
hijau)
Chlorophyceae terdiri atas
sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau
tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat
tinggi. Biasanya hidup di dalam air tawar, merupakan penyusun plankton atau sebagai
bentos. Yang bersel besar ada yang hidup di air laut, terutama dekat pantai.
Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung
klorofil a dan b serta karotenoid. Anggota bangsa dari Chlorophyceae meliputi:
Chlorococcales, Ulotrichales, Cladophorales, Chaetophorales, Oedogoniales dan
Siphonales (Gembong, 2005:55-68).
c. Conjugatae (ganggang
gandar)
Conjugatae merupakan golongan
ganggang dengan beraneka rupa bentuk yang sebagian besar hidup dalam air tawar.
Ada yang bersel tunggal, ada yang merupakan koloni berbentuk benang yang tidak melekat
pada sesuatu alas. Ganggang ini tidak membentuk zoospore maupun gamet yang
mempunyai bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot. Setelah mengalami waktu
istirahat, zigot mengadakan pembelahan reduksi, kemudian berkecambah. Jadi Conjugatae
adalah organisme yang haploid. Conjugatae dibedakan menjadi dua bangsa, yaitu
bangsa Desmidiales dan Zygnematales (Gembong, 2005:69-72).
d. Flagellatae
Flagellatae adalah ganggang
yang merupakan penyusun plankton, bersel tunggal dan mempunyai inti yang
sungguh, dapat bergerak dengan pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang
keluar dari suatu tempat pada sel tadi. Sel-sel Flagellatae mempunyai vakuola
berdenyut dan kebanyakan juga mempunyai suatu bintik merah seperti mata yang dinamakan
stigma. Warna merah dikarenakan mengandung karotenoid. Flagellatae terdapat
dalam semua perairan sampai dalam samudera, dan kadang-kadang sangat banyak. Pada
kelas Flagellatae dibedakan menjadi 7 bangsa, diantarnya yaitu Chrysomonadales,
Heterochloridales, Cryptomonadales, Dinoflagellatae, Euglenales,
Protochloridales dan Volvocales (Gembong, 2005:33-48).
e. Diatomeae (ganggang
kersik)
Diatomeae atau
Bacillariophyta adalah jasad renik bersel satu yang masih dekat dengan
Flagellatae. Bentuk sel macam-macam, semuanya dapat dikembalikan ke dua bentuk
dasar yaitu bentuk yang bilateral dan sentrik. Dalam sel-sel Diatomeae
mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning-coklat yang mengandung klorofil
a, karotin, santofil dan karotenoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin.
Beberapa jenis Diatomeae tidak mempunyai zat warna dan hidup sebagai saprofit. Diatomeae
hidup dalam air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga diatas tanah-tanah
basah, terpisah-pisah atau membentuk koloni. Diatomeae dibagi menjadi 2 bangsa
yaitu Centrales dan Pennales (Gembong, 2005:48-54).
2.2.2
Zooplankton
Arinardi
(1994) mengatakan bahwa beberapa filum hewan terwakili di dalam kelompok zooplankton.
Zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan antara lain: filum Protozoa,
Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea, Mollusca, Echinodermata dan
Chordata.
a. Protozoa
Protozoa dibagi dalam 4 kelas
yaitu: Rhizopoda, Ciliata, Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada
yang hidup sebagai plankton karena semuanya merupakan plankton seperti
Plasmodium dan Nyzobulus yang hidup dalam tubuh manusia dan ikan. Mengenai Flagellata,
dalam hal ini ”Zooflagellata” yang hidup sebagai plankton (freeliving)
sebetulnya semuanya merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti
Pyrrophyta (Sachlan, 1982).
Beberapa flagellata
diklasifikasikan sebagai Fitoflagellata, akan tetapi karena memiliki sedikit
pigmen fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan ke dalam
golongan zooplankton. Jenis ini paling banyak terdapat dalam peridinia dan
paling banyak diketahui adalah Nocticula miliaris dengan ciri-ciri memiliki diameter
200-1200 μm dan ditandai dengan flagelum yang panjangnya sama dengan tubuhnya,
jenis ini dapat melakukan bioluminisense (Bougis, 1976).
Cilliata sebagian besar hidup
bebas di air tawar dan ada hanya beberapa golongan yang hidup di laut (golongan
Tintinnidae). Cilliata ini merupakan zooplankton sejati di air tawar, tetapi
banyak hidup diantara Periphyton atau di dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak
detritus yang membusuk (Sachlan, 1982).
Rhizopoda merupakan zooplankton
yang penting di air laut maupun air tawar, zooplankton ini merupakan makanan
bagi ikan dan hewan Avertebrata. Rhizopoda memiliki arti kaki- kaki yang bentuknya
seperti akar tumbuh- tumbuhan yang tidak teratur. Rhizopoda dianggap berasal
dari genera-genera alga dari Saprophytictype seperti Chloramoeba, Gametamoeba
dan Chrysamoeba. Rhizopoda terdiri dari beberapa ordo: Amoebina, Foraminifera, Radiolaria
dan Heliozoa (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Protozoa antara lain:
Paramecium, Vorticella, Dileptus, Dinoclonium dan Rabdonella (Hutabarat dan
Evans, 1986).
b. Cnidaria
Cnidaria terdiri dari klas
Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa, dimana Hydra juga
termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil yang hidup
sebagai plankton (Sachlan, 1982).
Bentuk morfologi Cnidaria terkadang
sangat rumit walaupun memiliki struktur yang sederhana. Cnidaria memiliki 2
lapisan sel, yaitu eksternal dan lapisan internal yang dipisahkan oleh lapisan
gelatin non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting
Cnidaria adalah adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan
venum yang dapat melumpuhkan mangsanya (Bougis, 1976).
Termasuk dalam filum Cnidaria
yang holoplanktonik ialah ubur-ubur dari kelas Hydrozoa dan Scypozoa, serta
koloni-koloni yang kompleks dan aneh dikenal dengan nama sifonofora. Ubur-ubur
dari kelas Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan kadang-kadang terdapat
dalam jumlah besar (Nybakken, 1992). Contoh genus dari filum Cnidaria antara
lain: Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes (Hutabarat dan Evans, 1986).
c. Ctenophora
Filum Ctenophora yang secara
taksonomi masih dekat dengan Cnidaria sebagian besar bersifat planktonik. Semua
Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya dengan
tentakel-tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang sangat lebar. Untuk bergerak
dalam air menggunakan deretan- deretan silia yang besar yang disebut stenes
(Nybakken, 1992). Perbedaan Ctenophora dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel
penyengat (nematocysts) pada Ctebophora tetapi memiliki sel pelengket yang
disebut coloblast dimana sel ini dapat melekatkan mangsanya (Bougis, 1976).
Ctenophora dahulu di masukkan
dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di pisahkan, karena tidak mempunyai
nematokis dan hanya mempunyai struktur-struktur seperti sisir (cteno).
Spesies ini sangat transparan dan tidak berwarna (Sachlan, 1982). Contoh genus dari
filum Ctenophora antara lain: Pleurobrachia, Velamen, Beroe (Hutabarat dan
Evans, 1986).
d. Annelida
Annelida ini cukup banyak
terdapat sebagai meroplankton di laut. Di perairan air tawar jenis Annelida ini
hanya terdapat lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan
yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini terdapat di
pantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton dari Crustacea. Larva-
larva Annelida bernama trochophore larva, jika baru keluar dari telur,
berbentuk bulat atau oval, besilia dan mempunyai tractus digesvitus agar di
lautan bebas dapat memakan nanoplankton dan detritus yang halus (Sachlan,
1982).
e. Arthropoda
Menurut Nybakken (1992)
bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum arthropoda. Dari phylum
Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton dan merupakan
zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea
berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang
sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan: Entomostracea atau
udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea atau udang-udangan tingkat
tinggi. Sebagian besar dari larva Malacostracea merupakan meroplankton dan
sebagian besar mati sebagai plankton karena di makan oleh spesies hewan yang lebih
besar atau mati karena kekurangan makanan. Entomostracea yang terdiri dari
ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda dan Cirripedia, tidak mempunyai stadium
zoea seperti halnya Malocostracea. Entomostracea yang merupakan zooplankton
ialah Cladocera, Ostracoda dan Copepoda, sedangkan dari Malacostracea hanya
Mycidacea dan Euphausiacea yang merupakan zooplankton kasar atau makrozooplankton
(Sachlan, 1982).
Salah satu subkelas Crustacea
yang penting bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda adalah crustacea
holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut dan samudera.
Pada umumnya copepoda yang hidup bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu
dan beberapa milimeter. Kedua antenanya yang paling besar berguna untuk
menghambat laju tenggelamnya. Copepoda makan fitoplankton dengan cara menyaringnya
melalui rambut–rambut (setae) halus yang tumbuh di appendiks tertentu
yang mengelilingi mulut (maxillae), atau langsung menangkap fitoplankton
dengan apendiksnya (Nybakken, 1992).
Bougis (1976) menjelaskan
bahwa copepoda merupakan biota plankton yang mendominasi jumlah tangkapan
zooplankton yang berukuran besar (2500 μm) pada suatu perairan dengan
kelimpahan mencapai 30% atau lebih sepanjang tahun dan dapat meningkat sewaktu-waktu
selama masa reproduksi. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi ekosistem
perairan, dengan populasi dapat mencapai 70-90%. Copepoda juga bersifat
selektif dalam konsumenan (Meadows and Campbell, 1993). Beberapa diantaranya
bersifat herbivor (pemakan fitoplankton) dan membentuk rantai makanan antara
fitoplankton dan ikan. Copepoda merupakan organisme perairan yang sangat
beragam dan melimpah, dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam rantai
makanan dan ekonomi perairan (Wickstead 1976). Contoh genus dari Arthropoda
antara lain Paracalanus, Pseudocalanus, Acartia, Euchaeta, Calanus, Oithona dan
Microsetella (Hutabarat dan Evans, 1986).
f. Moluska
Moluska terdiri dari kelas
Gastropoda, Pelecypoda (Bivalvea) dan Cephalopoda. Di periran air tawar,
meroplankton dari Gastropoda dan Bivalvea tidak begitu berperan penting
(Sachlan, 1982). Filum Moluska biasanya terdiri dari hewan-hewan bentik yang
lambat. Namun, terdapat pula bermacam moluska yang telah mengalami adaptasi
khusus agar dapat hidup sebagai holoplankton. Moluska planktonik yang telah
mengalami modifikasi tertinggi ialah ptepropoda dan heteropoda. Kedua
kelompok ini secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk kelas Gastropoda.
Ada dua tipe pteropoda, yang bercangkang (ordo Thecosomata) dan yang telanjang
(ordo Gymnosomata). Pteropoda bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora),
cangkangnya rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap.
Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang bercangkang.
Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan tubuh seperti agar-agar yang
tembus cahaya (Nybakken, 1992). Contoh genus dari filum Moluska antara lain:
Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria dan Squid (Hutabarat dan Evans, 1986).
g. Echinodermata
Phylum Echinodermata hanya
larva-larva dari beberapa ordo yang termasuk meroplankton. Ada larva yang
bentuknya seperti larva Chordata, sehingga ada anggapan bahwa Chordata adalah
keturunan Echinodermata. Genus-genus Echinodermata yang larva-larvanya merupakan
meroplankton ialah Bipinaria, Brachiolarva dan Auricularia, yang ada pada waktunya
akan mengendap semua pada dasar laut sebagai benthal-fauna (Sachlan, 1982). Semua
Echinodermata melalui fase larva pelagik dalam perkembangannya. Sama seperi
hewan lainnya lamanya menjadi larva pelagik tergantung pada telurnya, kurang
baik atau sudah bagus (Newell dan Newell, 1977). Contoh genus dari filum
Echinodermata antara lain: Echinopluteus, Ophiopluteus dan Auricularia
(Hutabarat dan Evans, 1986).
h. Chordata
Chordata termasuk dalam ordo
mamalia, menurut evolusi merupakan keturunan dari spesies-spesies yang hidup
sebagai zooplankton dan bentuknya mirip dengan larva-larva Echinodermata. Dari 4
subfilum dari Chordata hanya ada 2 yang hidup sebagai zooplankton yaitu
Enteropneusta dan Urochordata. Larva-larva dari Enteropneusta inilah yang
bentuknya seperti larva Echinodermata, seperti Tornaria-larva (Sachlan, 1982).
Contoh genus dari filum Chordata antara lain: Thalia, Oikopleura dan
Fritillaria (Hutabarat dan Evans, 1986).
2.3 Peranan Plankton dalam Ekosistem
Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai
produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organisme konsumen
adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Menurut
Djarijah (1995), produsen adalah organisme yang memiliki kemampuan untuk menggunakan
sinar matahari sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas hidupnya,
sedangkan konsumen adalah organisme yang menggunakan sumber energi yang
dihasilkan oleh organisme lain.
2.3.1
Fitoplankton
Fitoplankton
merupakan tumbuh-tumbuhan air dengan ukuran yang sangat kecil dan hidup
melayang di dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting dalam
ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peranan tumbuh-tumbuhan hijau yang
lebih tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton juga merupakan produsen
utama (primary producer) zat-zat organik dalam ekosistem perairan,
seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain. Fitoplankton membuat ikatan-ikatan
organik sederhana melalui fotosintesa (Hutabarat dan Evans, 1986).
Fitoplankton
memegang pe\ranan yang sangat penting dalam ekosistem perairan karena memiliki
klorofil untuk melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada air yang
dilakukan oleh fitoplankton (produsen) merupakan sumber nutrisi utama bagi
organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dari zooplankton
dan diikuti organisme lainnya yang membentuk rantai makanan (Barus, 2002: 26).
2.3.2
Zooplankton
Zooplankton bersifat heterotrofik, merupakan biota yang sangat
penting peranannya dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Zooplankton
menjadi kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada
tingkat pertama dalam tropik ekologi. Selain itu zooplankton juga berguna dalam
regenerasi nitrogen di lautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna bagi
bakteri dan produktivitas fitoplankton di laut. Peranan lainnya yang tidak
kalah penting adalah memfasilitasi penyerapan karbondioksida (CO2)
di perairan. Oleh karena itu zooplankton memegang peranan dalam pendistribusian
CO2 dari permukaan ke dalam sedimen di dasar laut (Richardson, A. J.
2008).
Zooplankton
merupakan produsen sekunder sehingga penting dalam jaring-jaring makanan di
suatu perairan. Zooplankton memangsa fitoplankton dimana fitoplankton itu
sendiri memanfaatkan nutrien melalui proses fotosintesis (Kaswadji et. al.,
1993). Pada proses selanjutnya zooplankton merupakan makanan alami bagi larva
ikan dan mampu mengantarkan energi ke jenjang tropik yang lebih tinggi. Dalam
hubungan dengan rantai makanan zooplankton berperan sebagai penghubung produsen
primer dengan tingkat pakan yang lebih tinggi, sehinnga kelimpahan zooplankton
sering dikaitkan dengan kesuburan peraiaran (Arinardi, 1994). Dari berbagai jenis
zooplankton hanya ada satu golongan saja yang sangat penting menurut sudut
ekologis yaitu subklas Copepoda (klas Crustacea, filum Arthropoda). Hewan-hewan
kecil ini sangat penting artinya bagi ekonomi ekosistem-ekosistem bahari karena
merupakan herbivora primer dalam laut (Nybakken, 1992).
Zooplankton
merupakan organisme penting dalam proses pemanfaatan dan transfer energi karena
merupakan penghubung antara produsen dengan hewan-hewan pada tingkat tropik di
atasnya. Densitas kelompok zooplankton yang terdapat pada ekosistem perairan
adalah dari jenis Crustaceae/Copepoda dan Cladocera, serta Rotifera.
Sesuai dengan tingkatan tropik kepadatan zooplankton jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan fitoplankton. Sebagian besar zooplankton menggantungkan
sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus
(Marshall, 1985).
2.4 Manfaat Plankton
Keberadaan
organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain
indikator kimia dan fisika. Menurut Nybakken (1992) dan Nontji (1993),
organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena habitat,
mobilitas dan umurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah perairan
tertentu. Dampak adanya pencemaran akan mengakibatkan keanekaragaman spesies
menurun (Sastrawijaya, 1991).
Pencemaran
terhadap organisme perairan mengakibatkan menurunnya keanekaragaman dan
kelimpahan hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah. Plankton
mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator pencemaran
perairan. Plankton akan bergerak mencari tempat yang sesuai dengan hidupnya
apabila terjadi pencemaran yang mengubah kondisi tempat hidupnya. Dengan
demikian terjadi perubahan susunan komunitas organisme di suatu perairan di mana
hal ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya pencemaran di perairan. Dalam hal ini
terdapat jenis-jenis plankton yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui
hal tersebut sesuai dengan kondisi biologi perairan tersebut (Mulyono, 1992).
Plankton
dan bentos merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan
indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Plankton memegang peran penting
dalam mempengaruhi produktifitas primer perairan sungai. (Rosenberg dalam
Ardi, 2002) menyebutkan bahwa beberapa organisme plankton bersifat toleran dan mempunyai
respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan. Penggunaan plankton
sebagai indikator kualitas lingkungan perairan dapat dipakai dengan mengetahui keragaman
dan keseragaman jenisnya. Penggunaan organisme indikator dalam penentuan
kualitas air sangat bermanfaat karena organisme tersebut akan memberikan reaksi
terhadap kualitas perairan. Dengan demikian, dapat melengkapi atau memperkuat
peneilaian kualitas perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia (Nugroho,
2006).
Fitoplankton
dapat digunakan sebagai indikator kualitas lingkungan dengan mengetahui
keseragaman jenis atau heterogenitasnya. Komunitas dikatakan memiliki
keseragaman tinggi jika kelimpahan masing-masing jenis tinggi. Begitu pula
sebaliknya, keanekaragaman jenis rendah jika kelimpahan hanya pada jenis
tertentu (Fachrul, 2007). 5 Fungsi fitoplankton di perairan sebagai makanan
bagi zooplankton dan beberapa jenis ikan serta larva biota yang masih
muda. Fitoplankton juga berperan sebagai produsen utama karena merupakan biota
awal yang menyerap energi sinar matahari (Hutabarat dan Evans, 1985).
Menurut Walker (1981) dalam Fachrul (2007), menyatakan
bahwa organisme yang digunakan sebagai bio indikator pada perairan ialah
organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikit banyaknya bahan
pencemar. Meningkatnya populasi organisme tersebut akan menunjukkan bahwa
perairan tersebut tercemar.
Menurut Suriawiria (2008), jumlah plankton yang digunakan sebagai
indikator pencemaran air ada kurang lebih 500 jenis mikroalgae, antara lain:
♦ Algae biru
hijau (Cyanophyta)
Kelompok ini dapat menjadi
penyebab timbulnya lendir pada air (Anacystis, Oscillatoria, Phormidium),
mengubah warna air (Anacystis, Oscillatoria), perkaratan (Oscillatoria)
dan menghasilkan racun (Anabaean dan Microcystis).
♦ Algae hijau (Chlorophyta)
Beberapa algae ini dapat menyebabkan
perubahan warna (Chlorella, Cosmarium), menghasilkan lendir (Chaetophora,
Spirogyra, Tetraspora) dan perlunakan air (Cosmarium, Scenedesmus).
♦ Flagellata
Kelompok ini dapat menurunkan kualitas
air karena menghasilkan lendir (Euglena), mengubah warna (Ceratium,
Chlamydomonas, Euglena) dan menyebabkan korosi (Euglena).
DAFTAR
PUSTAKA
Ardi. 2002.
Pemanfaatan Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arinardi, O.H., Sutomo, A.B.,
Yusuf, S.A., Trimaningsih, Asnaryanti, E., Riyono, S.H. 1997. Kisaran
Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur
Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Arinardi, O.H., Trimaningsih dan Sudirjo. 1994. Pengantar Tentang
Plankton Serta Kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan di Sekitar Pulau Jawa
dan Bali. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Asriyana dan Yuliana. 2012.
Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.
Barus. 2002.
Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatra Utara. Medan
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air
Daratan. USU Press. Medan.
Bougis, P. 1976. Marine Plankton Ecology. American Elsevier
Publishing Company, Inc. New York.
Djarijah,
A.S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Jakarta. 87 hal.
Fachrul. 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Gembong, Tjitrosoepomo. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.
Hutabarat, Sahala dan Evans, Stewart M. 1986. Kunci Identifikasi
Plankton. UI Press. Jakarta.
Kaswadji, R.F., Widjaja dan Y. Wardianto. 1993. Produktivitas
Primer Laju Pertumbuhan Fitoplankton di Perairan Pantai Bekasi. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
Kimball, John W. 1994.
Biologi Edisi Kelima; Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Marshall, H.G. 1985. Phytoplankton Assessment of the Duplin River,
Georgia. Castanea. 50:187-194.
Meadows,
P.S., and J.I. Campbell.1993. An Introduction to Marine Science. 2nd Edition,
Halsted Press, USA. pp: 68-85; 165-175.
Michael,
P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Universitas
Indonesia Press. Jakarta. Hlm. 168-169.
Mulyono, M. 1992. Hidrokarbon di dalam Lingkungan Perairan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Lemigas, Jakata.
Newell, G.E & Newell, R. C.1977. Marine Plankton, a Practical
Guide, Fifth Edition. Hutchinson & Co (Publishers) Ltd. London
Nontji,
A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nugroho, 2006. Bio-indikator
Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT.
Gramedia. Jakarta.
Omori, Makoto dan Ikeda, Tsutomu. 1984. Methods in Marine
Zooplankton Ecology. John Wiley & Sons. New York.
Omori, M dan Ikeda, Tsutomu. 1992. Metods in Marine Zooplankton
Ecology. Krieger Publishing Company. Malabar. Florida.
Raymont,
J.E. 1980. Growth Plankton and Productivity in the Ocean. 2nd Edition.
Phytoplankton Vol (1): 273-275. Pergamon Press. Oxford.
Richardson,
A. J. 2008. In hot water: zooplankton and climate change. ICES Journal of
Marine Science.
Sachlan,
M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang. 117 hlm.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT. Rineka Cipta.
Surabaya.
Sumich,
J.L. 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life Fifth Edition. WCB WM.
C. Brown Publisher. United States of American, 2460 Kerper Bouleverd Dubuqua
IA. 52001.
Sumich,
J.L. 1999. An Introduction to the Biology of Marine Life. Seventh Edition. Mc
Graw-Hill. New York. 73-90; 239-248; 321-329.
Suriawiria,
U. 2008. Mikrobiologi Air. PT Alumni. Bandung.
Widianingsih
dan Endrawati, Hadi. 2008. Buku Ajar Planktonologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang. Hlm 8.
Oleh: Jefri
Nurman Faizi, Kholifatul Zahro, Marisa Ekaputri Difananda, Moh. Dwi Pratomo, Melynda Dwi Puspita dan Siti Nurulhuda.
Comments
Post a Comment