Skip to main content

Elasmobranchii

 

Suksesku Suksesmu


sukses

Memiliki banyak uang, kecantikan/ketampanan, kekuatan dan jabatan tinggi adalah definisi sukses. Ya benar, namun tidak 100% benar. Ha??

Ada yang mengatakan sukses itu diukur dengan gelar. Mampu melewati tahap pendidikan dari S1, S2 dan S3. Dari gelar master sampai profesor. Hingga gelarnya jika ditulis di batu nisan tak akan cukup, eh. Terus-menerus berusaha menyabet gelar pendidikan dengan level yang lebih tinggi. Tentunya dibarengi anggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mempermudah memperoleh pekerjaan. Serta memperoleh prestige lebih tinggi pula di mata masyarakat. Dan kebanyakan para pengejar tingkatan pendidikan berkeinginan menjadi dosen. Namun nyatanya banyak lulusan pasca sarjana yang pada akhirnya tak benar-benar terjun dalam dunia kampus. Karena semakin banyaknya lulusan pasca sarjana yang tak berbanding lurus dengan kebutuhan dosen baru di perguruan tinggi. Apalagi usia pensiun dosen yang cukup tua, bisa mencapai 60-70 tahun. Seakan-akan tak memberi kesempatan kepada yang muda?

Alhasil, terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Dengan kepercayaan diri besar karena mengantongi ijazah yang lebih banyak dari orang kebanyakan. Dan boom, ternyata menerima penolakan karena overqualified. Biasanya persyaratan lowongan pekerjaan untuk pendidikan tertinggi, yaitu Strata-1. Mengapa perusahaan menolak orang yang pendidikannya lebih baik? Bukannya menerima, malah perusahaan biasanya akan memilih menolak mentah-mentah sejak diawal perekrutan pada tahap administrasi. Karena level di atas persyaratan “ditakutkan”, biasanya akan meminta gaji yang lebih tinggi dibandingkan standar ketetapan perusahaan. Selain itu, biasanya orang dengan pendidikan yang semakin tinggi maka semakin tinggi pula standar sempurnanya (perfeksionis). Sehingga rawan “tidak betah” jika berhadapan dengan permasalahan yang dianggapnya terlalu kompleks. Akhirnya bekerja tidak sesuai bidangnya.. Yang level pendidikannya lebih rendah malah kerja sudah lama dan akhirnya menjadi atasannya. Lalu apakah dengan gelar akan selalu menang?

Baca Juga : Merry Christmas

Yang sudah bekerja merasa mapan karena telah memiliki gaji tinggi entah untuk menghidupi dirinya sendiri maupun kedua orang tuanya. Memang benar, dibandingkan dengan rekannya yang masih sekolah mungkin hal ini dapat dibenarkan? Namun ia juga tetap kalah karena mau tidak mau memang tingkat pendidikannya lebih rendah. Tak jarang pula ia memperoleh cap buruk karena katanya terlalu berorientasi dengan uang dan jabatan. Bersaing dengan sesama rekan kerja untuk menaiki posisi jabatan lebih tinggi. Ada yang bekerja dengan sungguh-sungguh. Adapula yang menghalalkan segala cara dengan menghempas kawan yang ternyata lawan. Kesalahan pemilihan gaya hidup berakhir pada hutang kartu kredit di sana-sini. Lalu apakah dengan harta dan jabatan akan selalu menang?

Yang sudah menikah dan memiliki anak, merasa tujuan hidup dari semua orang sudah ia genggam. Di saat teman-temannya masih ngalor ngidul (kesana kemari) mencari dambaan hati yang mau. Ia sudah bermesra-mesraan dengan pasangannya dan bersenda gurau dengan bayinya. Namun nyatanya ia juga merasakan kesedihan. Iya, kebebasannya terenggut. Bagaimana tidak, setiap malam harus begadang, bergantian dengan sang kekasih hati untuk membuatkan susu dan mengganti popok anaknya. Disaat teman-temannya masih sibuk berorasi dan berkutat dengan jurnal penelitian. Ia malah membanting tulang, memeras keringat dan memeras baju anaknya yang terkena pipis. Lalu apakah dengan menikah lebih cepat maka lebih hebat?

Jangan pernah merasa diri kita yang paling hebat. Ingat, di atas langit masih ada langit. Di atas Barbie Kumalasari masih ada Bang Hotman Paris wkwk. Untuk yang belajar, jangan pernah merasa paling “mampu berpikir”. Fokuskan tujuan sekolah untuk menuntut ilmu. Untuk mahasiswa pasca sarjana yang berkesempatan menerima beasiswa namun belum memiliki pekerjaan. Hadapi kenyataan bahwa teman kalian yang sudah bekerja setingkat lebih maju di depan kalian untuk masalah penghasilan. Untuk kalian yang sudah bekerja, memang kalian mempunyai uang. Namun dari tingkat pendidikan kalian lebih dibawah orang-orang bergelar. Kalian mungkin hanya memiliki satu gelar di belakang nama. Atau bahkan tak memiliki gelar sama sekali. Untuk yang sudah menikah, hadapi kenyataan masa tuamu sedikit lebih maju. Karena kamu akan atau sudah menjadi orang tua. Jelas bebanmu semakin berat. Lalu, bagaimana makna sukses yang sebenarnya? Kalau bisa, kuliah sampai S3, punya gelar profesor, sambil bekerja dan punya anak-istri. Monggo dipraktikkan hihihi… Kalau menurut seorang Melynda sendiri bagaimana definisi sukses? Bagiku yang utama ada dua poin, yaitu kesehatan jiwa dan raga. Tanpa adanya kedua hal itu, hidup di dunia tak akan ada artinya. Baru deh yang selanjutnya bisa menyusul, entah itu pendidikan, harta, jabatan dan cinta. 😊

Comments

Popular posts from this blog

Melynda Dwi Puspita

- Apa yang perlu kamu sombongkan? - - Diatas langit masih ada langit - - Smart people will never admit that they are smart – - They are always keep and stay learning – Melynda Dwi Puspita Contents SUMMARY EDUCATIONAL BACKGROUND SCHOLARSHIPS INTERESTED SKILLS LICENSED SERTIFICATION SOFTWARES INTERNSHIPS SOCIETY EMPOWERMENT PROJECTS VOLUNTEER SEMINAR AND WORKSHOP ENUMERATOR MENTOR AND SPEAKER ORGANIZATION ACHIEVEMENTS SUMMARY Passionate in fisheries and marine issues, environmental, conservation, food safety and society empowerment. Enjoy in singing, playing a guitar, travelling and writing skill. Able in responsibility, open-minded and work in team or individual. Back to Content ↑ EDUCATIONAL BACKGROUND Bachelor of Fisheries Product Technology Brawijaya University (2015-2019) GPA 3,45 of 4,00 Back to Content ↑ SCHOLARSHIPS Bidikmisi (2015-2019) PT. Mina...

Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pada Industri Pengalengan Ikan Sarden

BAB I PENDAHULUAN   1.1 Latar Belakang Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang mudah mengalami kerusakan ( high perishable food ). Kandungan air hasil perikanan pada umumnya tinggi mencapai 56,79% sehingga sangat memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi oleh enzim yang berlangsung pada tubuh ikan segar. Sementara itu, kerusakan secara mikrobiologis disebabkan karena aktivitas mikroorganisme terutama bakteri. Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah rusak bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan. Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Salah satu usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet pada produk ikan adalah dengan pengalengan ikan (Winarno, 1980 dalam Wulandari et al. , 2009). Teknik pengawetan pangan yang dapat diterapkan dan banyak digunakan adalah pengawetan dengan suhu tinggi, contohnya adalah pengalengan ikan sardine. Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyel...

Teknik Penggunaan Es Pada Produk Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah laut yang besar. Kondisi geografis seperti ini menjadikan Indonesia memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Pada tahun 2002, produksi perikanan tangkap tercatat sebesar 4.378.495 ton (Irianto dan Giyatmi 2009 dalam Sovanda et al., 2013). Namun, dalam beberapa tahun terakhir banyak sekali ditemukan kasus overfishing . Yang dimaksud overfishing disini adalah penangkapan ikan dalam jumlah yang sangat besar di daerah tidak jauh dari pantai. Akibatnya, saat ini nelayan harus berlayar lebih jauh lagi dalam mencari ikan. Tidak lagi seperti dulu dalam mencari ikan di perairan tidak terlalu jauh dari garis pantai. Otomatis nelayan membutuhkan waktu berhari-hari dalam mencari ikan sampai kembali ke darat. Ikan yang telah ditangkap, pada umumnya akan disimpan pada ruang muat (palka) kapal. Sehingga lama penyimpanan ikan tersebut tidak cukup sehari atau dua hari tetapi berhari-hari...